Jakarta Antara Jateng - Indonesia tercatat sebagai pasar game nomor dua di Asia Tenggara, bahkan menempati peringkat 20 besar dunia. Agar tidak hanya menjadi pasar, CEO Agate Studio, Arief Widhiyasa, mengungkapkan bahwa Indonesia harus banyak membuat game.
Permasalahannya, menurut bos perusahaan pengembang game tersebut, saat ini keberanian investasi untuk game masih sangat kecil.
"Orang yang investasi untuk membuat game masih sangat terbatas, bisa investor atau pelakunya sendiri yang investasi," kata dia, ditemui usai mengisi sebuah sesi di gelaran IdeaFest, di Jakarta, Jumat.
"Jadi, total uang yang diinvestaikan untuk game dibandingkan untuk film jauh lebih banyak untuk film, atau yang diinvestasikan untuk sinetron jauh lebih banyak untuk sinetron," sambung dia.
Menurut Arief, investor bisa jadi belum menganggap industri game menarik, atau mungkin dari pelaku industri game belum mengkomunikasikannya kepada investor. Padahal, keuntungan game bisa cepat diukur karena prosesnya digital.
"Film dan musik kita lempar ke pasar pilihannya rugi atau untung, tapi di game kita bisa bikin prototype mini, lempar ke pasar, lihat, lalu diperbaiki dengan melihat enggagement rate, sehingga bisa meluncurkan game yang tepat sesuai keinginan pasar," ujar dia.
Sementara itu, dari sisi pemerintah, Arief melihat inisiasi positif dengan lahirnya Bekraf untuk mendorong tumbuhnya ekonomi kreatif. Bagi para anak muda yang tertarik di industri game, Arief berpesan agar banyak belajar, karena materi-materi game sudah banyak tersedia di internet.
"Masalahnya game itu belum banyak diajarkan, mungkin ada beberapa kampus yang sudah mulai mengajarkan game, tapi secara umum belum ada," kata dia.
"Harus benar-benar ada passion dari orang tersebut, berani nanya ke banyak orang, belajar cari materi di internet dan cepat-cepat berkarya," tambah dia.