Semarang, Antara Jateng - Tiga Bank Perkreditan Rakyat di Jawa Tengah dalam kondisi tidak sehat karena tingkat kredit macetnya di atas 10,15 persen, kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional III Jawa Tengah-DIY Panca Hadi Suryatno.
"Secara industri jumlah BPR yang tidak sehat ada tiga, sedangkan yang kurang sehat ada lima," katanya di Semarang, Rabu.
Meski demikian, pihaknya enggan menyampaikan BPR mana saja yang saat ini sedang dalam kondisi kurang sehat maupun tidak sehat.
Dikatakan, BPR dikatakan kurang sehat apabila "nonperforming loan" (NPL) atau tingkat kredit macet di atas 10,15 persen. Jika lebih dari 15 persen maka BPR tersebut dalam kondisi tidak sehat.
"Sedangkan jika masih di bawah 10,15 persen, meskipun dalam level tinggi tetapi kondisinya masih sehat," katanya.
Panca menjelaskan, ada beberapa aspek yang digunakan untuk mengukur BPR tersebut sehat atau tidak, di antaranya dari sisi permodalan, kualitas aset bisa dari NPL, dari sisi manajemen, dan likuiditas.
"Kalau kebanyakan memang dari sisi NPL. Dalam hal ini BPR kurang dapat menganalisa kondisi calon debitur," katanya.
Sebagai contoh, BPR memberikan penyaluran kredit dengan angka yang terlalu besar kepada debitur. Kemampuan pengembalian pinjaman tersebut tidak sesuai dengan kondisi usaha si debitur.
"Kalau pinjaman semakin tinggi kan angsurannya juga semakin tinggi. Debitur tidak mampu untuk mengembalikannya," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap untuk menghindari adanya NPL yang tinggi, BPR harus cerdas dalam menganalisa calon debitur tersebut.
"Kami tetap mengarahkan agar BPR menyalurkan kredit ke sektor mikro produktif. Ketika BPR semakin berkembang otomatis penghasilan debitur meningkat," katanya.
Mengenai BPR yang dalam kondisi tidak sehat, pihaknya mendorong agar BPR tersebut melakukan merger atau mencari investor dengan visi dan misi yang sama dengan BPR tersebut.