Menyimpan uang di bank itu baik. Namun, menjadi bermasalah bila uang rakyat yang dikumpulkan dari pajak itu dibiarkan mengendap lama di bank atau menganggur. Padahal, uang tersebut sejatinya untuk membangun.
Hampir menjadi rahasia umum bahwa banyak pemerintah daerah, baik kota, kabupaten, dan provinsi yang mengendapkan dana kucuran dari Pemerintah Pusat. Alasan klasik yang selalu disampaikan adalah demi memegang prinsip kehati-hatian agar tidak melanggar hukum.
Sesungguhnya dalih seperti itu tidaklah tepat, mengingat Pemerintah Pusat mengucurkan dana ke daerah tentu sebelumnya ada usulan dari daerah beserta detail besaran anggaran dan waktu mulai dilaksanakannya proyek.
Akan tetapi, itulah yang banyak terjadi. Yang dirugikan tentu publik karena dana yang dibiarkan menganggur (idle) di bank-bank daerah itu tidak bisa menggerakkan sektor riil. Infrastruktur yang seharusnya bisa segera dimanfaatkan oleh rakyat juga tidak kunjung terealisasi.
Itulah sebabnya, bisa dipahami bila Presiden Joko Widodo gemas atas terendapnya dana pusat di bank-bank daerah.
"Kita carinya (APBD) pontang-panting, tiap bulan transfer ke daerah, tetapi hanya disimpan di BPD (Bank Pembangunan Daerah)," ujar Presiden Jokowi, Rabu (11/5/2016).
Pada akhir 2015 saja, duit anggaran daerah yang mengendap di bank sekitar Rp90 triliun. Kemudian hingga April lalu melonjak menjadi Rp220 triliun. Andai uang tersebut dipakai belanja modal atau barang, tentu memberi sumbangan pertumbuhan ekonomi regional dan nasional.
Pertumbuhan ekonomi nasional pada 2015 bisa dibilang tidak sesuai harapan karena hanya tercpai 4,79 persen dari target 5,47persen atau terjadi selisih 0,68 persen dari realiasi.
Dengan asumsi setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi mampu menyerap 400.000 tenaga kerja, berarti sekitar 250.000 tenaga kerja yang tidak terserap. Di tengah ancaman kian bertambahnya jumlah pengangguran terbuka, setiap persen pertumbuhan ekonomi begitu berarti bangsa ini.
Dengan wilayah yang begitu luas, tentu banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan demi memakmurkan sekitar 250 juta jiwa penduduk di negeri ini. Oleh karena itu, pengendapan uang anggaran pemerintah di bank-bank sebanyak itu merupkan anomali. Mengapa? Karena begitu sering pejabat menyampaikan anggaran sebagai masalah untuk melakukan penetrasi pembangunan.
Begitu banyak jalan yang masih perlu dibangun. Tidak sedikit pula bendungan yang bisa direvitalisasi dan dibangun. Juga saluran irigasi, jembatan, atau fasilitas publik lainnya.
Kita berharap peringatan Presiden Jokowi kepada kepala daerah tersebut menjadi pelecut agar mereka segera mengalokasikan anggaran untuk belanja modal dan barang.
Kucuran anggaran pemerintah merupakan stimulus berharga bagi tumbuh dan bergeraknya roda perekonomian nasional.***