Dengan bahasa Jawa logat Banyumasan itu, kira-kira lelaki bernama Pujiutomo (80) tersebut ingin mengatakan bahwa musim kemarau di kawasan Segara Anakan tersebut sudah cukup lama sehingga masyarakat Kecamatan Kampung Laut sekarang menghadapi kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehar-hari.
Kamis pagi, hari ketiga September 2015 itu, di gubuknya dari papan kayu di dekat mata air Gua Solok Landak, ada dua lelaki lainnya, Amijasutar (48) dan Tito Wagito (41). Mereka sedang menunggu kucuran air bersih memadai dari sumber di Gua Solok Landak Desa Klaces, Kecamatan Kampung Laut untuk disedot lagi menggunakan pompa air yang dioperasikan oleh Pujiutomo.
Amijasutar dan Tito berasal dari Dusun Muara Dua, Desa Panikel, Kecamatan Kampung Laut. Untuk mencapai tempat tersebut, mereka menggunakan perahu bermesin tempel. Sejumlah perahu lainnya, seperti dari Dusun Karanganyar, Desa Ujung Gagak, dan Desa Majingklak, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, pagi itu juga antre di dermaga darurat dari tatanan kayu.
Mereka sejak pukul 05.00 WIB sudah mengantre mengambil air dari sumber yang lebih dikenal masyarakat setempat sebagai "Jungur Asu". Air lalu ditampung dengan menggunakan sekitar 25 "jembung" atau wadah dari plastik dengan total kapasitas 100 liter.
Letak dermaga darurat, tempat perahu diparkir, hingga sumber air Jungur Asu sekitar 125 meter. Air yang disedot dengan mesin pompa, disalurkan hingga jembung-jembung itu menggunakan pipa yang dipasang dengan modal swadaya oleh Pujiutomo. Sejak 7 tahun terakhir setiap musim kemarau, lelaki itu mengelola usaha air bersih di tempat tersebut, sambil menggarap sawah sepetak di dekatnya.
Dari gubuk hingga dermaga kayu, dia memasang juga tali panjang melewati pematang sawah dengan dicanteli sejumlah kaleng bekas untuk ditarik sebagai kode bahwa air yang ditampung di jembung-jembung sudah penuh, atau penunjuk bahwa stok air di kolam penampung sudah menipis sehingga harus menunggu terisi lagi, atau sinyal supaya mesin pompa dioperasikan lagi.
"Kalau tali ditarik dari sana (dermaga, red.), kaleng-kaleng isi kerikil akan bunyi, itu tanda jembung-jembung di perahu sudah penuh air. Saya stop mesin di sini. Begitu sebaliknya," kata Pujiutomo.
Ia sesekali keluar dari gubuknya lalu berjalan dengan tertatih-tatih menggunakan penopang tongkat kayu melewati pematang sawah, menuju dermaga, untuk mengecek situasi terkini aktivitas penyaluran air bersih dari sumber setempat ke perahu-perahu yang antre itu. Di dalam gubuk tempatnya bersiaga itu, antara lain dilengkapi balai-balai dari kayu, tungku dari tatanan batu, dan beberapa alat memasak air serta makanan setiap hari.
Sumber air Jungur Asu pada musim kemarau digunakan untuk melayani kebutuhan air bersih masyarakat di sejumlah dusun di Kampung Laut dan sekitarnya, antara lain Dusun Muara Dua, Panikel, Bugel (Desa Panikel, Kecamatan Kampung Laut), Dusun Plendokan, Karang Anyar, Liberen (Desa Ujung Gagak, Kampung Laut), Desa Majingklak (Ciamis, Jabar), Dusun Pancangan, Desa Purwodadi dan Cikuning (Desa Rawa Apu, Kecamatan Petimuan, Cilacap), Dusun Liaur, Desa Sidakaya, Kecamatan Gandrung Mangu, Cilacap.
Akan tetapi, kata dia, saat ini di sumber air Legok Pare Desa Karang Anyar sudah ada warga setempat yang membuka layanan penyaluran air bersih untuk kebutuhan warga sekitarnya.
Tarif untuk operasional pengambilan air dari sumber Jungur Asu bervariasi, antara Rp7.000-Rp15.000 untuk perahu relatif besar dengan kapasitas 10-25 jembung, sedangkan Rp2.000-Rp3.000 untuk perahu yang lebih kecil atau dengan kapasitas sekitar 10 jembung.
Pujiutomo tidak memiliki catatan setiap hari tentang penghasilannya dari operasional layanan air bersih secara swadaya itu.
"Tidak saya hitung, tetapi rata-rata Rp200 ribu," katanya.
Sekitar awal 2000-an atau ketika sumber air Jungur Asu itu sebagai satu-satunya tempat harapan warga Kampung Laut dan sekitarnya mendapatkan air bersih, ia bisa beroleh penghasilan sekitar Rp500 ribu.
"Kalau waktu tahun-tahun 2001, sehari bisa dapat Rp500 ribu, sekarang sudah ada yang menyedot juga di Legok Pare. Di sini, saya sendiri yang modali pompa dan pipa-pipa itu. Tidak ada yang disetor ke desa. Tetapi kalau ada keperluan masyarakat desa untuk kepentingan bersama, saya juga ikut iuran," katanya.
Amijasutar menyalurkan air bersih dari sumber Jungur Asu, untuk masyarakat lingkungannya di Muara Dua dengan imbalan satu jembung Rp8.000. Setiap satu atau dua hari sekali, dia meluncur dengan perahu dari dusunnya ke Jungur Asu untuk mengambil air di sumber setempat.
"Setiap musim kemarau, selalu begini karena sumur dan mata air di dusun kami mengering. Harapannya dapat air bersih dari sini," katanya sambil sibuk mengisikan air ke jembung-jembung di atas perahunya pagi itu.
Ia pun juga berbagi satu pipa lainnya kepada kawannya yang baru saja datang ke dermaga itu dengan perahu tradisional yang ukurannya lebih kecil dan wadah air yang jumlahnya tidak lebih dari 10 jembung.
Operasional pengambilan air bersih dari sumber Jungur Asu setiap musim kemarau berlangsung pukul 05.00-09.00 WIB setiap hari. Masyarakat Kampung Laut dan sekitarnya selanjutnya melakukan aktivitas harian lainnya, seperti bertani, menangkap ikan, dan buruh.
Kampung Laut yang luas arealnya tercatat di kantor pemerintahan kecamatan setempat mencapai 14.221,80 hektare itu meliputi empat desa, yakni Klaces (ibu kota kecamatan), Panikel, Ujung Gagak, dan Ujung Alang, dengan total 17 dusun, 36 rukun warga, dan 127 rukun tetangga. Jumlah warga tercatat 17.066 jiwa atau 4.236 kepala keluarga.
Berbeda halnya dengan aktivitas sebagian besar warga Desa Klaces di pusat pemerintahan Kecamatan Kampung Laut dalam mendapatkan air bersih saat musim kemarau.
Selagi berbagai sumur penampungan air yang telah dipasangi instalasi pipa penyalur dari sumber air terdekat dengan desa, sampai rumah-rumah warga setempat itu mengering karena musim kemarau, hingga September 2015 mereka masih bisa mendapatkan air bersih dari satu sumur bersama di tengah desa itu.
Dengan menggunakan jerigen dan kemudian mengangkutnya menggunakan sepeda motor atau memakai ember bekas wadah cat ukuran besar yang dipikul memakai sebilah bambu, para warga terlihat setiap saat hilir mudik datang ke sumur itu untuk menimba air bersih.
"Itu dari sumber di Gua Lawang (Desa Klaces)," kata Narsid (52), warga setempat yang juga pegawai tidak tetap di SMA Negeri 1 Kampung Laut.
Rumah tinggal Narsid persis di depan pintu utama sekolah yang menjadi tempat belajar ratusan anak dari sejumlah dusun di Kampung Laut, yang setiap hari datang ke tempat itu menggunakan perahu dengan sandar di dermaga kecil di depan kantor kecamatan.
"Kalau sore saya ambil air dari sumur itu dengan pikulan, untuk mengisi ember-ember besar penampung air di sekolah. Sumur di sekolah juga sudah mengering," katanya.
Setiap hari, ia juga hilir mudik beberapa kali memikul ember berisi air bersih dari sumur tersebut untuk mengisi tempat penampungan air di rumah tinggalnya. Air bersih tersebut untuk memenuhi berbagai keperluan sehari-hari keluarganya.
Musim kemarau memang telah membuat umumnya warga Kampung Laut terkesan harus berburu air bersih di luar dusunnya.
Tidak diketahui, apakah ihwal demikian dipandang mereka sebagai peristiwa kebencanaan atau sebagai kesulitan setiap tahun dalam menjalani kehidupan bersama lingkungan alamnya.
Boleh jadi, berburu air bersih sebagai jalan rutin kehidupan apa adanya masyarakat Kampung Laut setiap musim kemarau.
Namun demikian, pemerintah memang tidak tinggal diam. Salah satu upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat Kampung Laut dilakukan pemerintah melalui intervensinya, dengan melakukan pembangunan infrastruktur air bersih, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
"Air bersih memang menjadi masalah masyarakat di sini, terutama saat musim kemarau," kata Camat Kampung Laut Nurindra Wahyu Wibowo didampingi Sekretaris Camat Didik Herdiman.
Akan tetapi, Kementerian Koordinator Kemaritiman telah memprogramkan pembangunan infrastruktur penyaluran air bersih untuk masyarakat di empat desa setempat, termasuk penyaluran bantuan pompa air.
Nurindra menjelaskan tentang peran pemerintah kecamatan setempat dalam mendorong setiap pemerintah desa untuk membentuk Badan Usaha Milik Desa sebagai payung mendapatkan bantuan pemerintah pusat yang berupa fasilitas pengelolaan air bersih siap minum.
"Bantuan yang lain, seperti halnya yang sedang dilakukan di Desa Klaces ini, juga dibangun di desa lainnya fasilitas MCK (mandi, cuci, dan kakus). Diupayakan selesai tahun ini," katanya.
Uluran program air bersih dari pemerintah itu, tentunya diharapkan menjadi "gayung bersambut" dengan musim perburuan rutin masyarakat Kampung Laut setiap kemarau.