Puluhan Perupa Pameran "Mantra Gunung" selama Festival Lima Gunung
"Ada sedikitnya 30 perupa yang telah menyiapkan diri untuk ikut pameran di arena festival kami nanti," kata Koordinator Pameran Seni Rupa "Mantra Gunung" FLG XIV Sujono di Magelang, Selasa.
Festival Lima Gunung XIV berlangsung di Dusun Andong, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak di kawasan Gunung Andong dan di Dusun Tutup Ngisor (Padepokan Seni Tjipto Boedojo Tutup Ngisor), Desa Sumber, Kecamatan Dukun di kawasan Gunung Merapi.
Ia mengatakan mereka yang berpameran tidak hanya para perupa yang tergabung dalam Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang sebagai penyelenggara festival secara mandiri itu, tetapi juga perupa yang berjejaring dengan komunitas para seniman petani di kawasan Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh selama ini, seperti dari Yogyakarta dan kawasan Candi Borobudur.
Ia menjelaskan judul pameran tidak lepas dari tema besar yang diusung komunitas dalam festival tahunan yang ke-14 itu, yakni "Mantra Gunung", yang antara lain untuk menunjukkan kekuatan kearifan lokal dan usaha pengembangan kreativitas melalui karya seni rupa.
Berbagai karya yang disuguhkan dalam pameran, antara lain lukisan, patung, topeng, wayang gunung, wayang kali, akik, dan lukisan kaca, serta kostum tarian baik tradisional maupun kontemporer desa.
"Pameran seni rupa dilaksanakan juga di dua lokasi festival," kata Sujono yang juga pimpinan Sanggar Saujana Keron di kawasan antara Gunung Merapi dan Merbabu di Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan.
Seorang seniman Padepokan Tjipto Boedojo Tutup Ngisor yang juga anggota panitia FLG XIV Widyo Sumpeno mengatakan sembilan perupa dari Yogyakarta yang berjejaring dengan komunitas setempat juga menggelar pameran seni instalasi, selain karya seni rupa lainnya, di padepokan yang dibangun pada 1937 itu.
"Selain lukisan dan topeng, juga seni instalasi," katanya.
Berbagai tempat di lingkungan padepokan berbasis wayang orang itu, katanya, akan dihias dengan menggunakan lampion aneka warna dan berbagai lukisan. Lampu untuk setiap lampion menggunakan pelita yang oleh warga setempat dikenal dengan sebutan "senthir".
Ia menjelaskan pameran seni rupa di arena FLG XIV menjadi kesempatan para seniman menunjukkan kekuatan kreatifnya melestarikan dan mengembangkan tradisi berkesenian dengan berbasis alam dan lingkungan desa.
Berbagai kegiatan festival, baik di Mantran Wetan maupun Tutup Ngisor, antara lain pementasan kesenian tradisional dan modern, kolaborasi, maupun kontemporer, pentas musik, kirab budaya, tirakan dan peringatan HUT Ke-70 RI, pidato kebudayaan, peluncuran buku, sarasehan budaya, pemutaran film, pembacaan puisi dan monolog.
Festival Lima Gunung XIV berlangsung di Dusun Andong, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak di kawasan Gunung Andong dan di Dusun Tutup Ngisor (Padepokan Seni Tjipto Boedojo Tutup Ngisor), Desa Sumber, Kecamatan Dukun di kawasan Gunung Merapi.
Ia mengatakan mereka yang berpameran tidak hanya para perupa yang tergabung dalam Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang sebagai penyelenggara festival secara mandiri itu, tetapi juga perupa yang berjejaring dengan komunitas para seniman petani di kawasan Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh selama ini, seperti dari Yogyakarta dan kawasan Candi Borobudur.
Ia menjelaskan judul pameran tidak lepas dari tema besar yang diusung komunitas dalam festival tahunan yang ke-14 itu, yakni "Mantra Gunung", yang antara lain untuk menunjukkan kekuatan kearifan lokal dan usaha pengembangan kreativitas melalui karya seni rupa.
Berbagai karya yang disuguhkan dalam pameran, antara lain lukisan, patung, topeng, wayang gunung, wayang kali, akik, dan lukisan kaca, serta kostum tarian baik tradisional maupun kontemporer desa.
"Pameran seni rupa dilaksanakan juga di dua lokasi festival," kata Sujono yang juga pimpinan Sanggar Saujana Keron di kawasan antara Gunung Merapi dan Merbabu di Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan.
Seorang seniman Padepokan Tjipto Boedojo Tutup Ngisor yang juga anggota panitia FLG XIV Widyo Sumpeno mengatakan sembilan perupa dari Yogyakarta yang berjejaring dengan komunitas setempat juga menggelar pameran seni instalasi, selain karya seni rupa lainnya, di padepokan yang dibangun pada 1937 itu.
"Selain lukisan dan topeng, juga seni instalasi," katanya.
Berbagai tempat di lingkungan padepokan berbasis wayang orang itu, katanya, akan dihias dengan menggunakan lampion aneka warna dan berbagai lukisan. Lampu untuk setiap lampion menggunakan pelita yang oleh warga setempat dikenal dengan sebutan "senthir".
Ia menjelaskan pameran seni rupa di arena FLG XIV menjadi kesempatan para seniman menunjukkan kekuatan kreatifnya melestarikan dan mengembangkan tradisi berkesenian dengan berbasis alam dan lingkungan desa.
Berbagai kegiatan festival, baik di Mantran Wetan maupun Tutup Ngisor, antara lain pementasan kesenian tradisional dan modern, kolaborasi, maupun kontemporer, pentas musik, kirab budaya, tirakan dan peringatan HUT Ke-70 RI, pidato kebudayaan, peluncuran buku, sarasehan budaya, pemutaran film, pembacaan puisi dan monolog.