Boyolali (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali terus berusaha untuk melakukan penanggulangan "Human Immunodeficiency Virus" (HIV)/ AIDS salah satunya dengan menerapkan Peraturan daerah (Perda) Penanggulangan TBC dan HIV/AIDS, kata Asisten III Setda Kabupaten Boyolai, Wiwis Trisiwi Handayani.
Salah satunya dengan implementasi Perda No,13/2019 tentang Penanggulangan TBC dan HIV/AIDS sangat strategis untuk menganggulangi penyebaran HIV/AIDS di Boyolali, ujar Wiwis disela acara Peringatan Hari AIDS Sedunia, di Boyolali, Selasa.
Wiwis Trisiwi mengemukakan jumlah kasus HIV/AIDS di Boyolali sejak ditemukan pertama kali 2015 hingga sekarang cukup tinggi yakni mencapai 596 kasus dan puluhan orang dengan HIV/AIDS (Odha) meninggal dunia.
"Oleh karena itu, kami meminta Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Boyolali mengimplementasikan Perda tersebut. Perda itu, sangat strategis untuk menganggulangi penyebaran HIV/AIDS di Boyolali," jelasnya.
Wiwis yang sebelum pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Pemuda olah raga dan Pariwisata (Disporapar) Boyolali, mengaku paham mengenai kondisi tempat hiburan di Boyolali.
"Kami pernah memerintahkan anggota untuk mengecek satu persatu izin tempat hiburan di Boyolali. Ini merupakan salah satu upaya untuk menanggulangi HIV/AIDS di Boyolali," katanya.
Sekretaris KPA Boyolali Titiek Sumartini menambahkan sekitar 80 persen orang dengan HIV/Aids (ODHA) di Boyolali berusia produktif antara 15 hingga 50 tahun. HIV tersebut ditularkan melalui hubungan seksual berisiko seperti dalam kasus lelaki seks dengan lelaki (LSL) yang jumlahnya diklaim meningkat, dan kaum transgender atau waria.
Kendati demikian, KPA selalu mengimbau kepada masyarakat yang menderita HIV/AIDS dipersilahkan melaporkan diri agar dapat tertangani lebih dini dengan baik.
Selain itu, pihaknya juga meminta masyarakat untuk tidak mudah memberikan stigma negatif dan diskriminasi kepada ODHA. Sehingga, mereka tidak merasa diasingkan dan terkucil dari lingkungannnya.
Menurut Kepala Dinkes Boyolali Ratri S. Lina pihaknya berharap jumlah penderita HIV/AIDs di Boyolali yang terdeteksi semakin banyak, sehingga pola penanganan dan pencegahan penyebarannya dapat dikendalikan.
"Jika penderita HIV terdeteksi dengan baik, maka pola penanganan penyebaran dapat dikendalikan dengan baik," kata Ratri.
Baca juga: Puluhan penghuni indekos di Jepara jadi sasaran "screening" tes HIV
Baca juga: Cegah HIV/AIDS, Pemkab Kudus minta dukungan APBDes
Salah satunya dengan implementasi Perda No,13/2019 tentang Penanggulangan TBC dan HIV/AIDS sangat strategis untuk menganggulangi penyebaran HIV/AIDS di Boyolali, ujar Wiwis disela acara Peringatan Hari AIDS Sedunia, di Boyolali, Selasa.
Wiwis Trisiwi mengemukakan jumlah kasus HIV/AIDS di Boyolali sejak ditemukan pertama kali 2015 hingga sekarang cukup tinggi yakni mencapai 596 kasus dan puluhan orang dengan HIV/AIDS (Odha) meninggal dunia.
"Oleh karena itu, kami meminta Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Boyolali mengimplementasikan Perda tersebut. Perda itu, sangat strategis untuk menganggulangi penyebaran HIV/AIDS di Boyolali," jelasnya.
Wiwis yang sebelum pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Pemuda olah raga dan Pariwisata (Disporapar) Boyolali, mengaku paham mengenai kondisi tempat hiburan di Boyolali.
"Kami pernah memerintahkan anggota untuk mengecek satu persatu izin tempat hiburan di Boyolali. Ini merupakan salah satu upaya untuk menanggulangi HIV/AIDS di Boyolali," katanya.
Sekretaris KPA Boyolali Titiek Sumartini menambahkan sekitar 80 persen orang dengan HIV/Aids (ODHA) di Boyolali berusia produktif antara 15 hingga 50 tahun. HIV tersebut ditularkan melalui hubungan seksual berisiko seperti dalam kasus lelaki seks dengan lelaki (LSL) yang jumlahnya diklaim meningkat, dan kaum transgender atau waria.
Kendati demikian, KPA selalu mengimbau kepada masyarakat yang menderita HIV/AIDS dipersilahkan melaporkan diri agar dapat tertangani lebih dini dengan baik.
Selain itu, pihaknya juga meminta masyarakat untuk tidak mudah memberikan stigma negatif dan diskriminasi kepada ODHA. Sehingga, mereka tidak merasa diasingkan dan terkucil dari lingkungannnya.
Menurut Kepala Dinkes Boyolali Ratri S. Lina pihaknya berharap jumlah penderita HIV/AIDs di Boyolali yang terdeteksi semakin banyak, sehingga pola penanganan dan pencegahan penyebarannya dapat dikendalikan.
"Jika penderita HIV terdeteksi dengan baik, maka pola penanganan penyebaran dapat dikendalikan dengan baik," kata Ratri.
Baca juga: Puluhan penghuni indekos di Jepara jadi sasaran "screening" tes HIV
Baca juga: Cegah HIV/AIDS, Pemkab Kudus minta dukungan APBDes