Semarang (ANTARA) - Warga Desa Puntan, Kelurahan Ngijo, Kecamatan Gunungpati, mengeluhkan keberadaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal di daerah setempat yang merupakan bantuan dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang.
Salah seorang warga terdampak, Trisno, di Semarang, Selasa, mengungkapkan air yang keluar dari pembuangan IPAL tersebut diduga telah mencemari aliran sungai karena berwarna hitam pekat dan mengeluarkan bau menyengat.
"IPAL ini dibuat 2014 oleh DLH Kota Semarang, tapi baru tiga bulan beroperasi sudah mengeluarkan bau menyengat sampai dalam rumah, kadang sampai bikin sesak pernapasan," katanya.
Ia mengaku sudah berulang kali mengajukan protes langsung ke pengurus IPAL, tapi tidak ada tindak lanjut yang berarti dan pencemaran terus terjadi hingga sekarang.
"Kalau pas komplain, kelihatannya terus IPAL dikasih obat biar gak bau, tapi beberapa hari kemudian bau lagi, saya dan warga sampai bosan komplain," ujarnya.
Warga RT 01 Desa Puntan itu menyebut ada kekhawatiran munculnya berbagai masalah kesehatan terkait dengan pencemaran lingkungan yang berasal dari IPAL.
Baca juga: Tercemar pestisida, PDAM Batang dilarang gunakan air sungai
"Kami khawatir lingkungan di sekitar tempat tinggal kami menjadi tidak sehat. IPAL itukan fungsinya mengolah limbah menjadi ramah lingkungan, kalau seperti ini malah mencemari," katanya.
IPAL yang bermasalah itu digunakan sebagian warga di RW 06, tepatnya warga RT 02 dan RT 06 desa setempat, sedangkan warga terdampak pencemaran berada di lingkungan RT 01 yang tidak menggunakan IPAL tersebut.
Lokasi IPAL komunal berada di perbatasan antara RT 06 dengan RT 01.
Ketua RT 01, Doni mengungkapkan bahwa sebelumnya proyek pembangunan IPAL tersebut pernah ditawarkan ke warganya, tapi ditolak karena tiap rumah warga sudah mempunyai lahan yang cukup untuk membangun tangki septik sendiri.
Dirinya mengaku sering menemani warganya yang terdampak menyampaikan komplain langsung kepada pengurus IPAL, namun hingga saat ini tidak ada solusi konkret.
Baca juga: Air PDAM Solo tercemar limbah, Polda Jateng turun tangan
"Kami sudah beberapa kali melakukan mediasi ke pengurus IPAL, terakhir, hari Minggu tanggal 21 dan 28 Juli 2019, tapi pihak pengelola sepertinya tidak mau mengambil langkah 'win win solution'," ujarnya.
Selain protes langsung, warga terdampak sudah pernah berinisiasi untuk mencari solusi sendiri yakni dengan memperpanjang pipa paralon pembuangan air dari IPAL dengan tujuan agar limbah buangan air jauh dari pemukiman, tapi upaya itu tidak berhasil.
Sementara itu, pengelola IPAL sekaligus Ketua RT 02, Haryono mengatakan bau tidak sedap yang timbul merupakan kesalahan warga yang memakai sebab, IPAL tersebut tidak hanya menampung pembuangan dari kloset saja, tapi seluruh limbah rumah tangga mulai dari kamar mandi, cuci piring, cuci baju, dan lain sebagainya.
"Dulu (salurannya) sempat 'mampet', pas saya bersihkan, ada sikat, pembalut, sampai kaos juga ada. Yang parah, minyak dari bekas cuci piring mengeras menjadi semacam lemak sehingga menyumbat," katanya.
Kepala DLH Kota Semarang Sapto Adi Sugihartono saat dikonfirmasi mengaku akan menindaklanjuti laporan warga dengan mengecek langsung ke lapangan karena tujuan dibangun IPAL untuk membantu pengolahan limbah, bukan justru memperparah pencemaran lingkungan.
"Nanti kami akan turunkan tim untuk mengecek ke lapangan," ujarnya.
Baca juga: Dinas Lingkungan Hidup tinjau sungai tercemar di Kudus
Salah seorang warga terdampak, Trisno, di Semarang, Selasa, mengungkapkan air yang keluar dari pembuangan IPAL tersebut diduga telah mencemari aliran sungai karena berwarna hitam pekat dan mengeluarkan bau menyengat.
"IPAL ini dibuat 2014 oleh DLH Kota Semarang, tapi baru tiga bulan beroperasi sudah mengeluarkan bau menyengat sampai dalam rumah, kadang sampai bikin sesak pernapasan," katanya.
Ia mengaku sudah berulang kali mengajukan protes langsung ke pengurus IPAL, tapi tidak ada tindak lanjut yang berarti dan pencemaran terus terjadi hingga sekarang.
"Kalau pas komplain, kelihatannya terus IPAL dikasih obat biar gak bau, tapi beberapa hari kemudian bau lagi, saya dan warga sampai bosan komplain," ujarnya.
Warga RT 01 Desa Puntan itu menyebut ada kekhawatiran munculnya berbagai masalah kesehatan terkait dengan pencemaran lingkungan yang berasal dari IPAL.
Baca juga: Tercemar pestisida, PDAM Batang dilarang gunakan air sungai
"Kami khawatir lingkungan di sekitar tempat tinggal kami menjadi tidak sehat. IPAL itukan fungsinya mengolah limbah menjadi ramah lingkungan, kalau seperti ini malah mencemari," katanya.
IPAL yang bermasalah itu digunakan sebagian warga di RW 06, tepatnya warga RT 02 dan RT 06 desa setempat, sedangkan warga terdampak pencemaran berada di lingkungan RT 01 yang tidak menggunakan IPAL tersebut.
Lokasi IPAL komunal berada di perbatasan antara RT 06 dengan RT 01.
Ketua RT 01, Doni mengungkapkan bahwa sebelumnya proyek pembangunan IPAL tersebut pernah ditawarkan ke warganya, tapi ditolak karena tiap rumah warga sudah mempunyai lahan yang cukup untuk membangun tangki septik sendiri.
Dirinya mengaku sering menemani warganya yang terdampak menyampaikan komplain langsung kepada pengurus IPAL, namun hingga saat ini tidak ada solusi konkret.
Baca juga: Air PDAM Solo tercemar limbah, Polda Jateng turun tangan
"Kami sudah beberapa kali melakukan mediasi ke pengurus IPAL, terakhir, hari Minggu tanggal 21 dan 28 Juli 2019, tapi pihak pengelola sepertinya tidak mau mengambil langkah 'win win solution'," ujarnya.
Selain protes langsung, warga terdampak sudah pernah berinisiasi untuk mencari solusi sendiri yakni dengan memperpanjang pipa paralon pembuangan air dari IPAL dengan tujuan agar limbah buangan air jauh dari pemukiman, tapi upaya itu tidak berhasil.
Sementara itu, pengelola IPAL sekaligus Ketua RT 02, Haryono mengatakan bau tidak sedap yang timbul merupakan kesalahan warga yang memakai sebab, IPAL tersebut tidak hanya menampung pembuangan dari kloset saja, tapi seluruh limbah rumah tangga mulai dari kamar mandi, cuci piring, cuci baju, dan lain sebagainya.
"Dulu (salurannya) sempat 'mampet', pas saya bersihkan, ada sikat, pembalut, sampai kaos juga ada. Yang parah, minyak dari bekas cuci piring mengeras menjadi semacam lemak sehingga menyumbat," katanya.
Kepala DLH Kota Semarang Sapto Adi Sugihartono saat dikonfirmasi mengaku akan menindaklanjuti laporan warga dengan mengecek langsung ke lapangan karena tujuan dibangun IPAL untuk membantu pengolahan limbah, bukan justru memperparah pencemaran lingkungan.
"Nanti kami akan turunkan tim untuk mengecek ke lapangan," ujarnya.
Baca juga: Dinas Lingkungan Hidup tinjau sungai tercemar di Kudus