Menjadikan Ramadan sebagai momentum untuk mempererat persatuan dan kesatuan di tengah kebinekaan adalah sebuah keniscayaan. Untuk mewujudkannya, setiap warga negara Indonesia menerapkan "4K" (kebenaran: agama, pemerintah, norma, dan hati nurani) dalam kehidupannya sehari-hari.

Pada bulan Ramadan 1438 Hijriah, umat Islam di Tanah Air saat ini sedang menjalani ibadah puasa, salah satu Rukun Islam. Tanpa ada komando dari para tokoh agama, mereka yang beragaman lain menyampaikan ucapan selamat menjalani ibadah puasa melalui media sosial, baik Facebook, Twitter, maupun WhatsApp. Suasana ini mempererat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Isi kultum Ramadan 1436 Hijriah yang disampaikan salah satu penceramah usai Salat Tarawih di Masjid Al-Hikmah, Jalan Elang Raya No. 1 Semarang cukup menarik. Ceramah berdurasi 7 menit ini intinya betapa pentingnya persenyawan: I2A. Senyawa ini ibarat molekul senyawa H2O. Jika hanya unsur H2 (hidrogen), bukan lagi air, melainkan gas tidak berwarna, tidak berbau, tidak ada rasanya, bahkan menyesakkan meski tidak bersifat racun. Begitu pula, bila hanya O2 (oksigen), menjadi gas tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. Kalau kedua gas tersebut disatupadukan, akan menjadi air (H20).

Senyawa I2A (iman, ilmu, & amal) juga demikian. Ketiganya harus saling berkaitan agar kita selalu bahagia di dunia dan akhirat. Beramal dengan benar maka seseorang harus memiliki ilmu. Beramal tanpa ilmu akan menimbulkan banyak kerusakan. Misalnya, seseorang yang tidak mengetahui hakikat puasa, maka dia berpuasa hanya menahan haus dan lapar, tidak menahan ucapan atau perbuatan keji yang dapat merusak ibadah puasanya.

Umar bin Abdul Aziz pernah berkata: "Barang siapa yang beramal tanpa didasari ilmu, maka unsur merusaknya lebih banyak daripada maslahatnya" (Sirah wa manaqibu Umar bin Abdul Azis; oleh Ibnul Jauzi).

Kemudian, orang yang ikhlas beramal, tetapi tidak memiliki pemahaman yang benar, dapat merusak amalannya dan bahkan dapat memberikan mudarat bagi orang lain. Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam (saw.) bersabda, "Adalah orang yang sesat, padahal mereka melaksanakan salat, puasa, dan amalan lainnya yang sangat banyak."

Dengan demikian, keutamaan seseorang bukan didasarkan pada banyaknya ilmu, hafalan, atau amalan, melainkan dilihat dari benar dan dalamnya pemahaman terhadap agama Islam secara menyeluruh.

Oleh sebab itu, pemeluk agama apa pun di Tanah Air perlu mendapatkan pemahaman yang benar terhadap agamanya, yaitu pemahaman yang jernih, murni, integral, dan universal.

Setelah mendapatkan pendalaman yang benar terhadap agamanya, kemudian menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan kita sehari-hari, peraturan perundang-undangan, dan norma yang berlaku di tengah masyarakat, lantas kita bertanya pada hati nurani kita apakah mencelakai orang lain perlu kita lakukan? Jika jawabannya tidak, kasus bom bunuh diri yang mengatasnamakan agama tertentu, tidak akan terjadi di Bumi Pertiwi ini.

Pewarta : Kliwon
Editor :
Copyright © ANTARA 2024