Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun I998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, tidak ada lema "izin" ketika anak bangsa ini akan melakukan aksi unjuk rasa. Namun, belakangan muncul sublema "mengizinkan" atau frasa "tidak mengizinkan". Hal ini pun mengundang pertanyaan apa betul anggota masyarakat yang akan berdemo perlu mengantongi izin dari kepolisian atau tidak?

Di dalam UU itu, dijelaskan pula bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan unjuk rasa atau demonstrasi; pawai; rapat umum; dan/atau mimbar bebas (vide Pasal 9). Kendati demikian, lokasi demo tidak sembarang tempat. Mereka bisa melakukannya di tempat umum, kecuali di lingkungan istana kepresidenan (dengan radius 100 meter dari pagar luar), tempat ibadah, instalasi militer (radius 150 meter dari pagar luar), rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan objek-objek vital nasional (radius 500 meter dari pagar luar). Mereka juga tidak boleh menggelar aksi pada hari besar nasional (Tahun Baru, Hari Raya Nyepi, Hari Wafat Isa Almasih, Isra Mikraj, Kenaikan Isa Almasih, Hari Raya Waisak, Idulfitri, Iduladha; Maulid Nabi, 1 Muharam, Hari Natal, dan Agustus) .

Sebelum menyampaikan pendapat di muka umum, mereka (pemimpin atau penanggung jawab kelompok) yang akan berdemo wajib memberitahukan secara tertulis kepada Polri selambat-lambatnya 3 x 24 jam sebelum kegiatan. Pemberitahuan secara tertulis ini tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan (vide Pasal 10).

Diatur pula dalam UU Nomor 9 Tahun I998 bahwa kegiatan yang akan dilaksanakan pada satu kecamatan, pemberitahuan ditujukan kepada polsek setempat; dua kecamatan atau lebih dalam  lingkungan kabupaten/kota madya, pemberitahuan ditujukan kepada polres setempat; dua kabupaten/kota madya atau    lebih dalam satu provinsi, pemberitahuan ditujukan kepada polda setempat;  dua provinsi atau lebih, pemberitahuan ditujukan kepada Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam surat pemberitahuan ini memuat maksud dan tujuan; tempat, lokasi, dan rute; waktu dan lama; bentuk; penanggung jawab; nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan; alat peraga yang dipergunakan; dan/atau jumlah peserta.

Penanggung jawab kegiatan wajib bertanggung jawab agar kegiatan tersebut terlaksana secara aman, tertib, dan damai. Setiap sampai 100 orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau demonstrasi dan pawai harus ada seorang sampai dengan lima orang penanggung jawab. Jika tidak jadi berunjuk rasa, penanggung jawab menyampaikan pembatalan kegiatan tersebut secara tertulis kepada Polri selambat-lambatnya 24 jam sebelum waktu pelaksanaan.

Polri setelah menerima surat pemberitahuan wajib segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan; berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum; berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian  pendapat; mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, dan rute (vide Pasal 13). Bahkan, ketika anggota masyarakat yang akan menyampaikan pendapatnya di muka umum, sebagaimana ketentuan undang-undang itu, Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan keamanan terhadap mereka. Polri pun bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Tidak hanya itu, UU itu juga melindungi mereka ketika menyampaikan pendapatnya di muka umum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 18 Ayat (1): "Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun."

Sekali lagi, di dalam UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum tidak ada istilah "polisi mengizinkan" atau "polisi tidak mengizinkan". Kendati demikian, kegiatan itu dapat dibubarkan bila pedemo tidak patuhi Pasal 6, Pasal 9 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 10, dan Pasal 11.

Agar tidak dibubarkan, peserta unjuk rasa berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain; menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum; menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa (vide Pasal 6).

Sekadar mengingatkan kepada penanggung jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum agar tidak melakukan tindak pidana. Pasalnya, ada tambahan 1/3 dari pidana pokok.

Pewarta : D.Dj. Kliwantoro
Editor :
Copyright © ANTARA 2024