Tiga jari tangan Priyoto, yakni kelingking, jari manis, dan jari tengah secara otomatis terlihat berdiri agak melengkung, tatkala ujung ibu jari ditemukan dengan pucuk telunjuknya untuk membentuk huruf melingkar sebagai tanda angka nol.
"'Zero' (nol, red.)" katanya ketika secara cepat dia ingin mengungkapkan bahwa pencalonan dirinya menjagi anggota legislatif setempat tanpa mengeluarkan uang, dalam artian menghindari praktik politik uang.
Priyoto yang tinggal persis di luar pagar Taman Wisata Candi Borobudur itu, adalah calon anggota DPRD untuk Daerah Pemilihan 1 Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dengan nomor urut 6 di Partai Nasional Demokrat.
Daerah pemilihan itu meliputi Kecamatan Borobudur, Mungkid, dan Mertoyudan. Kabupaten Magelang yang terdiri atas 21 kecamatan terbagi menjadi enam dapil untuk keperluan pemilu.
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Magelang, jumlah caleg Dapil 1 terhitung 90 orang. Para caleg yang berdomisili di Kecamatan Borobudur, termasuk Priyoto, terhitung 14 orang, berasal dari sebagian besar partai politik peserta Pemilu 2014. Jumlah warga Kecamatan Borobudur yang masuk daftar pemilih sementara hasil perbaikan tercatat 6..588 orang, sedangkan untuk seluruh Dapil 1 yang masuk DPSHP tercatat 46.006 orang.
Priyoto yang juga jajaran direksi badan usaha milik desanya yang bergerak di sektor kepariwisataan Candi Borobudur, pengelola usaha jasa wisata, dan bersama istrinya membuka usaha toko grosir sembako serta warung makan itu mengaku maju sebagai caleg setelah bertemu dengan petinggi partainya di satu "warung kucingan" beberapa bulan lalu.
"Relief lantai II bagian timur Candi Borobudur, tentang Jataka dan Awadana menceritakan soal anak berbakti kepada ibunya, sehingga di akherat mendapatkan keselamatan. Bakti kepada ibu bisa dipahami bakti kepada Tanah Air, untuk tempat tinggal dan masyarakat. Untuk itulah saya maju caleg, setiap orang punya obligasi moral terhadap lingkungannya," kata lelaki yang pernah sembilan tahun bekerja di sejumlah kapal pesiar asing dengan menjelajah tempat-tempat di Antartika, negara-negara Mediterania, Baltik, dan Eropa itu.
Meskipun juga disadari pentingnya menggarap dukungan masyarakat dari dua kecamatan lainnya yang masih se-dapil, tentu dia memahami dengan baik perlunya mengusung program perjuangan terkait dengan pengembangan kepariwisataan Candi Borobudur dan kawasannya untuk kepentingan kesejahteraan warga, bila kelak mendapatkan kursi di lembaga legislatif.
Ihwal yang dipikirkannya terkait dengan pengembangan kepariwisataan di objek wisata dunia itu, antara lain pentingnya DPRD setempat mendapat tempat untuk ikut merembuk pengelolaan Candi Borobudur, pengembangan usaha jasa kepariwisataan kawasan yang meningkatkan daya serap tenaga kerja setempat.
Selain itu, pentingnya daerah itu membentuk ASITA (Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies) Kabupaten Magelang, peningkatan infrastruktur kepariwisataan, pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan agar makin produktif untuk memenuhi kebutuhan kepariwisataan Candi Borobudur, mengkaji kekayaan seni dan tradisi budaya kawasan, serta pentingnya kalender kegiatan wisata Borobudur yang bermutu.
Berbagai upaya pendekatan dan dialog kepada kalangan pemangku kepentingan kepariwisataan Borobudur hingga saat ini terus dilakukan Priyoto yang juga Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Magelang itu. Mereka antara lain peguyuban becak dan andong, pedagang suvenir, petani, dan wirausaha.
"Masih cukup waktu sampai tujuh bulan (Hingga Pemilu Legislatif 2014, red.) untuk terus menggalang dukungan. Kami tidak memberikan janji, karena selama ini rakyat sudah dibesarkan oleh janji, kami menyampaikan program antara lain melalui pertemuan PKK, 'selapanan', arisan, pertemuan organisasi sosial," katanya.
Tentu upayanya itu tetap harus didukung dengan biaya operasional yang disebutnya sebagai biaya silaturahim, antara lain untuk membentuk relawan yang memiliki satu visi dan misi dengan dirinya dan dukungan konsumsi untuk pertemuan-pertemuan bersama.
"Tetapi partai sudah menggariskan untuk tidak politik uang, tetapi untuk konsumsi bersama. Kalau mengandalkan uang, itu merendahkan martabat rakyat," katanya.
Begitu juga dengan Abbet Nugroho, seorang caleg DPRD Kabupaten Magelang nomor urut 5 Dapil 1 dari Partai Kebangkitan Bangsa yang berdomisili di kawasan Candi Borobudur di Dusun Sodongan, Desa Bumiharjo, Kecamatan Borobudur.
Aktivitasnya selama ini, terutama di jalur seni, budaya, dan kepariwisataan kawasan Borobudur yang antara lain melalui payung Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) mengantar kepada kesadaran terhadap apa yang disebutnya sebagai perjuangan "di luar" dan "di dalam" pemerintahan.
Abbet yang juga pengelola Kampung Dolanan Nusantara di dusunnya itu juga sebagai Ketua II Lesbumi Kabupaten Magelang, Ketua I Lesbumi Kecamatan Borobudur, dan pemimpin Kelompok Kalimosodo Musik Indonesia.
"Saya ini kader Nahdlatul Ulama dan NU yang membesarkan PKB. Waktu itu, setelah shalat Isya, saya kirim SMS (layanan pesan singkat, red.) kepada Gus Yusuf (Ketua DPW PKB Jateng K.H. Muhammad Yusuf Chudlori, red.) untuk izin maju caleg, berjuang 'dari dalam'. Beliau menjawab 'Sip, mathuk' (Bagus, tepat, red.). Dan kemudian lolos di penjaringan partai, masuk nomor lima juga pas dengan lima rukun Islam," katanya.
Cukup banyak teman dan kuatnya jejaring yang dibangun selama ini, diakui Abbet menjadi andalan mendulang simpati masyarakat, terutama di Borobudur dan dua kecamatan lainnya untuk mencapai kursi legislatif.
"Modal sosial lebih kuat untuk saya maju. Uang bukan kekuatan utama. Ada uang operasional secara pribadi dan tidak mengorbankan kebutuhan dapur. Saya berusaha menyakinkan kawan-kawan bahwa saya maju untuk mewakili masyarakat, untuk murni kesejahteraan masyarakat," katanya.
Diakui bahwa dia selama ini bukan orang yang senang dengan politik praktis, akan tetapi mengikuti perkembangan politik baik lokal maupun Indonesia yang ternyata saat ini memprihatinkan karena politik bergeser menjadi "dewa".
Ia berpendapat bahwa politik sebagai sarana untuk kesejahteraan masyarakat.
Kebanyakan mereka, katanya, membesarkan partai, akan tetapi lupa menyejahterakan masyarakat. Orang "keblinger" partai politik karena untuk kepentingan sendiri dan golongan.
"Maka saya sadar memakai jalur politik dengan maju sebagai caleg ini, untuk sarana menyejahterakan masyarakat, mengembalikan amanat rakyat. Perjuangan dari luar harus terus dilakukan, tetapi perjuangan dari dalam juga harus lantang," kata Abbet yang pagi itu mengenakan belangkon warna putih sambil duduk di kursi bambu terlihat etnis di salah satu ruang terbuka Kampung Dolanan Nusantara Dusun Sodongan, bersama istrinya, Syarifatul Munawaroh.
Selama ini, katanya, tidak ada wakil rakyat di lembaga legislatif berasal dari Borobudur yang cukup representatif memperjuangkan pengembangan kepariwisataa, kesenian, dan kebudayaan di kawasan warisan peradaban dunia itu.
Ia mengemukakan pentingnya alokasi dana yang cukup dari pemerintah setempat dengan pengelolaan secara profesional dan efektif, untuk pengembangan kawasan Candi Borobudur secara adil dan merata supaya hak masyarakat terpenuhi.
"Jalan-jalan di desa-desa berlobang, bagaimana wisata desa dengan andong wisata bisa baik. Pemetaan potensi dan penyelesaian masalah melalui kebijakan yang berpihak kepada masyarakat, supaya Borobudur ini memang menjadi tempat yang menyejahterakan, tempat 'bubak' (Mendapatkan penghidupan sehari-hari, red.). Perlu pasar pengasong, program desa, dan 'sharing' pendapatan wisata Borobudur berdasarkan otonomi daerah," katanya.
Ia juga mengakui pentingnya terus bertemu dengan warga melalui berbagai forum seperti pengajian, aktivitas seni dan budaya, serta kunjungan ke rumah warga untuk memperkenalkan diri sebagai caleg dan menjelaskan berbagai programnya jika kelak duduk di kursi legislatif.
Berbagai pemangku kepentingan atas Candi Borobudur, katanya, sebagai kelompok masyarakat yang cukup banyak serta kompleks aspirasi. Demikian juga kalangan seniman dan kelompok kesenian rakyat di kawasan itu, juga memendam segudang aspirasi untuk kemajuan Borobudur, yang perlu diperjuangkan.
Tentunya Priyoto, Abbet, dan caleg lain juga telah menghitung-hitung jumlah suara masyarakat yang bakal melegitimasi kemenangan pada pesta demokrasi mendatang.
Waktu masih membentang dan ruang makin terbuka menuju hari pemungutan suara legislatif. Mereka terus berjuang mendapatkan bukti restu formal masyarakat kawasan Candi Borobudur, untuk menduduki kursi di panggung politik lima tahunan itu.