DPR Prihatin Kondisi Napi Anak-Anak
"Di sel anak, sebanyak 20 anak harus menempati kamar yang seharusnya untuk lima anak. Atau, kalau dipersentase sekitar 400 persen," kata anggota Komisi III (Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia) DPR RI, Eva Kusuma Sundari, dari Bengkulu kepada ANTARA di Semarang, Selasa.
Eva yang juga Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan bersama rombongan Komisi III DPR RI yang dipimpin oleh Muzamil Yusuf dari Fraksi PKS meninjau ke sel--tempat napi anak-anak menjalani hukuman di sejumlah lapas dan rutan di provinsi itu.
"Setelah kami melihat dari dekat, menunjukkan realita semakin menyedihkan. Lebih buruk dari keadaan umum di lapas yang mengalami 'over capacity' 200 persen," katanya.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemkumham) Provinsi Bengkulu, Ma'mun, dalam rapat kerja dengan anggota Komisi III DPR RI itu, mengemukakan bahwa persentase napi anak-anak mencapai 20 persen dari total penghuni lapas dan rutan di Provinsi Bengkulu yang jumlahnya 390 napi.
Oleh karena Bengkulu tidak mempunyai lapas khusus anak, sel anak itu dicampur dengan sel orang dewasa dan juga perempuan dengan berbagai bentuk kejahatan masing-masing.
Dalam situasi demikian, menurut Eva, wajar jika hak dasar anak berupa perlindungan dan hak terhadap pendidikan tidak dapat diberikan secara pantas.
Meski demikian, kata dia, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Provinsi Bengkulu telah memberikan pendampingan berupa konseling hukum, psikologi, dan minat atau bakat.
Pada kesempatan itu, Direktur PKBI Bengkulu, Ayang Harmudya, menjelaskan, khusus napi perempuan, pihaknya juga melakukan pendampingan dengan program-program yang sama oleh Divisi Woman Crisis Center (WCC) PKBI.
Pelibatan secara terlembaga dari pihak ketiga untuk napi anak oleh PKBI itu, kata dia, merupakan konsep yang diharapkan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Perlindungan Anak (KPA).
Implementasi secara konsisten UU KPA yang mengadopsi pendekatan "restorative justice" (keadilan restoratif) dengan strategi diversi, diakui Eva memang berat.
Akan tetapi, katanya, hal itu hanya dapat dimulai dengan pembangunan lapas anak yang pro-HAM Anak.
Terkait dengan hal itu, Pemprov Bengkulu menyediakan 11 hektare tanah untuk tujuan tersebut.
"Maka, tantangannya adalah penyediaan dana pembangunan gedung lapas oleh Jakarta, termasuk Komisi III DPR RI," demikian Eva K. Sundari.