"Tadi pagi tim saya men-'shooting' Pendopo Sipanji Banyumas, Sungai Serayu, kemudian ke Lengger Dariah. Sebenarnya saya kelewatan satu, punden yang digunakan untuk upacara lengger," katanya di Cilacap, Kamis sore.
Didik mengatakan hal itu kepada wartawan usai pementasan Lengger di Padepokan Payung Agung, Desa Banjarsari, Kecamatan Nusawungu, Cilacap, dalam rangka menyambut Tahun Baru Jawa 1 Suro 1946.
Dalam pementasan tersebut, dia sempat berkolaborasi dengan Dariah guna menarikan dua tarian Lengger.
Lebih lanjut, Didik mengatakan, ide untuk mendokumentasikan Lengger Dariah ini berawal dari perjalanannya di Amerika Serikat pada 20 September hingga 4 Oktober 2012.
"Saat itu, saya menari di beberapa tempat. Terutama yang buat saya sangat bergengsi, saya diundang oleh Yale University di New Haven, yang merupakan universitas kedua setelah Havard," kata dia yang memiliki garis keturunan warga Sidareja, Cilacap.
Di perguruan tinggi ternama tersebut, dia diminta untuk menyajikan pertunjukan dan mengisi sebuah diskusi tentang budaya Asia khususnya Indonesia.
Menurut dia, pertunjukan tersebut selama satu jam dan telah disiapkan lebih dulu dengan membuat rekaman video yang menggambarkan keindahan Yogyakarta.
"Ini karena kebanyakan orang asing 'nggak' tahu Yogyakarta atau Indonesia, tetapi lebih kenal Bali. Saya pakai model film, seperti film pariwisata yang menunjukkan peta Indonesia, posisi Yogyakarta, ada apa di sana, Gunung Merapi, dan sebagainya sampai keraton, ada sultan, tari Bedoyo, tari Langendrian, di situ ada tari Golek," katanya.
Ia mengatakan, tari Golek pada zaman Sultan Hamengkubuwono VII penarinya adalah laki-laki.
Selanjutnya, kata dia, ada tembang petikan dari babad Mangkunegaran yang menceritakan bahwa Sultan Hamengkubuwono VII mengirim seorang pangeran yang menarikan tari Golek Lambangsari sebagai hadiah ulang tahun Mangkunegoro di Solo.
"Itu yang saya petik. Berdasarkan itu, saya muncul dengan tari Golek Lambangsari," katanya.
Menurut Didik, tari Golek Lambangsari menunjukkan adanya penari "cross gender" (identitasnya tidak sesuai dengan pengertian yang konvensional tentang gender laki-laki atau perempuan, red.) di dalam istana.
"Setelah saya selesai menari, kemudian saya munculkan Pendopo Sipanji Banyumas. Lalu saya petik tembang Centhini karena dalam Centhini buku kelima, ada tembang yang menceritakan bahwa Si Bolang itu menari ronggeng jadi perempuan. Petikannya dari itu, maka saya masukkan Lengger Banyumas," katanya.
Saat memberikan presentasi di Amerika tentang Lengger "Lanang" yang merupakan "cross gender" di masyarakat dan memunculkan Lengger Dariah, dia mengaku berjanji untuk membuat dokumentasi tentang Lengger Dariah.
"Saya janji, pokoknya sepulangnya dari Amerika, saya mau membuat dokumentasi dengan Lengger Dariah. Secara kebetulan saya diundang untuk tampil di sini (Padepokan Payung Agung), sehingga saya sekalian buat dokumentasi Lengger Dariah, dan Mbah Dariah pun saya ajak ke sini," katanya.