Pj Bupati Banyumas: Tradisi ruwat sukerta harus dilestarikan
Banyumas (ANTARA) - Penjabat (Pj) Bupati Banyumas Hanung Cahyo Saputro mengatakan tradisi ruwat sukerta harus dilestarikan karena merupakan warisan budaya dari leluhur dan berpotensi untuk mengangkat pariwisata Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
"Ini (ruwat sukerta, red.) merupakan rangkaian tiga hari event budaya di Kota Lama Banyumas, dan hari ini kita melaksanakan ruwat untuk menghilangkan sukerta," kata Hanung saat menghadiri prosesi ruwat sukerta pada Festival Banjoemas Kota Lama di halaman Bale Adipati Mrapat, Kawasan Banjoemas Kota Lama, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas, Minggu.
Ia mengharapkan kegiatan tersebut dapat menjadi agenda wisata budaya tahunan yang bisa mengangkat pariwisata Banyumas.
Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas Fendi Rudianto mengatakan ruwat sukerta menjadi puncak acara Festival Banjoemas Kota Lama yang berlangsung selama 3 hari sejak Jumat (5/7).
"Ruwat sukerta merupakan ritual budaya untuk membuang sial atau sengkala dengan tradisi khusus," katanya menjelaskan.
Ia mengatakan ritual tersebut diikuti 15 orang dari berbagai wilayah Banyumas dan 3 orang dari Kabupaten Temanggung.
Menurut dia, 18 orang itu masuk kategori sukerta karena terlahir sebagai anak ontang-anting (anak tunggal laki-laki), tunggak aren (1 anak yang ditinggal mati oleh saudara-saudaranya), pancuran kapit sendang (3 bersaudara sekandung, laki-laki di tengah), kedhana-kedhini (2 bersaudara sekandung laki-laki dan perempuan), serta kelungse.
Ia mengemukakan selama festival berlangsung, pengunjung diajak berbincang mengenai budaya Banyumasan, menyaksikan pementasan seni, dan atraksi budaya yang berasal dari 12 desa penyangga kawasan Banyumas Kota Lama,
"Selain itu, juga ada pameran UMKM dan Tour Banjoemas Kota Lama untuk berkeliling sejumlah bangunan bersejarah bergaya kolonial, Tionghoa, dan Jawa," katanya.
Dalam prosesi ruwat sukerta tersebut, seluruh peserta dimandikan dengan kembang setaman dan selanjutnya membalut dirinya dengan kain berwarna putih.
Prosesi ruwatan dilanjutkan dengan upacara potong rambut dan sungkeman untuk memohon doa restu kepada orang tua masing-masing.
Selama prosesi ruwat sukerta berlangsung, sejumlah penari dari Sanggar Tari Panjimas Banyumas menampilkan Tari Murwa Kala, yakni tarian ruwatan untuk membuang sukerta atau kesukaran hidup.
Pembina Sanggar Tari Panjimas Banyumas Suyati mengatakan Tari Murwa Kala tersebut diiringi dengan alat-alat musik rebana.
"Kalimat-kalimat di dalam lagunya itu adalah permohonan kepada Tuhan supaya diberi kesehatan, kelancaran, dan kebahagiaan dalam hidup," katanya menjelaskan.
Baca juga: Tradisi ruwat agung warga Sedulur Sikep peroleh Hak Kekayaan Intelektual
"Ini (ruwat sukerta, red.) merupakan rangkaian tiga hari event budaya di Kota Lama Banyumas, dan hari ini kita melaksanakan ruwat untuk menghilangkan sukerta," kata Hanung saat menghadiri prosesi ruwat sukerta pada Festival Banjoemas Kota Lama di halaman Bale Adipati Mrapat, Kawasan Banjoemas Kota Lama, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas, Minggu.
Ia mengharapkan kegiatan tersebut dapat menjadi agenda wisata budaya tahunan yang bisa mengangkat pariwisata Banyumas.
Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas Fendi Rudianto mengatakan ruwat sukerta menjadi puncak acara Festival Banjoemas Kota Lama yang berlangsung selama 3 hari sejak Jumat (5/7).
"Ruwat sukerta merupakan ritual budaya untuk membuang sial atau sengkala dengan tradisi khusus," katanya menjelaskan.
Ia mengatakan ritual tersebut diikuti 15 orang dari berbagai wilayah Banyumas dan 3 orang dari Kabupaten Temanggung.
Menurut dia, 18 orang itu masuk kategori sukerta karena terlahir sebagai anak ontang-anting (anak tunggal laki-laki), tunggak aren (1 anak yang ditinggal mati oleh saudara-saudaranya), pancuran kapit sendang (3 bersaudara sekandung, laki-laki di tengah), kedhana-kedhini (2 bersaudara sekandung laki-laki dan perempuan), serta kelungse.
Ia mengemukakan selama festival berlangsung, pengunjung diajak berbincang mengenai budaya Banyumasan, menyaksikan pementasan seni, dan atraksi budaya yang berasal dari 12 desa penyangga kawasan Banyumas Kota Lama,
"Selain itu, juga ada pameran UMKM dan Tour Banjoemas Kota Lama untuk berkeliling sejumlah bangunan bersejarah bergaya kolonial, Tionghoa, dan Jawa," katanya.
Dalam prosesi ruwat sukerta tersebut, seluruh peserta dimandikan dengan kembang setaman dan selanjutnya membalut dirinya dengan kain berwarna putih.
Prosesi ruwatan dilanjutkan dengan upacara potong rambut dan sungkeman untuk memohon doa restu kepada orang tua masing-masing.
Selama prosesi ruwat sukerta berlangsung, sejumlah penari dari Sanggar Tari Panjimas Banyumas menampilkan Tari Murwa Kala, yakni tarian ruwatan untuk membuang sukerta atau kesukaran hidup.
Pembina Sanggar Tari Panjimas Banyumas Suyati mengatakan Tari Murwa Kala tersebut diiringi dengan alat-alat musik rebana.
"Kalimat-kalimat di dalam lagunya itu adalah permohonan kepada Tuhan supaya diberi kesehatan, kelancaran, dan kebahagiaan dalam hidup," katanya menjelaskan.
Baca juga: Tradisi ruwat agung warga Sedulur Sikep peroleh Hak Kekayaan Intelektual