Purwokerto (ANTARA) - Pengamat politik dari Kosgoro Banyumas Is Heru Permana mengatakan praktik politik uang (money politic) harus bisa dihilangkan dari setiap penyelenggaraan pemilu, termasuk pada Pilkada Serentak 2024.
"Praktik politik uang memang agak susah dihilangkan karena dalam realitas kehidupan masyarakat, khususnya di Banyumas Raya, ada istilah ora uwek ora obos (tidak ada uang tidak mencoblos, red.). Ini yang harus kita hilangkan," kata Is Heru Permana di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.
Dengan hilangnya praktik politik uang dalam setiap penyelenggaraan pemilu, dia berharap masyarakat dapat menjadi pemilih yang cerdas dan berkualitas dengan memilih calon pemimpin yang benar-benar memikirkan rakyat.
Akan tetapi, jika masih ada praktik politik uang, kata dia, bagaimana mungkin calon pemimpin yang melakukan praktik politik uang itu akan memikirkan masyarakat.
"Oleh karena itu ora uwek ora obos harus dihilangkan," kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Banyumas periode 2003—2008 itu menegaskan.
Terkait dengan upaya untuk menghilangkan praktik politik uang, dia mengatakan bahwa penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), wajib hukumnya untuk memberikan pembelajaran atau pendidikan politik kepada masyarakat.
Menurut dia, pendidikan politik kepada masyarakat juga harus diberikan oleh institusi perguruan tinggi dalam rangka mewujudkan pemilih yang cerdas.
"Selain itu, juga media massa, media sebagai corong, itu juga harus ikut memberikan pendidikan politik supaya ke depan, pemimpin-pemimpin yang akan datang itu betul-betul sesuai dengan yang kita harapkan," kata pensiunan dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto itu.
Dalam hal ini, kata dia, pemimpin atau kepala daerah yang diharapkan masyarakat adalah sosok yang amanah dan benar-benar memikirkan rakyatnya.
Berdasarkan pengamatan, lanjut dia, calon pemimpin yang terlibat praktik politik uang ketika sudah terpilih sering kali menyampaikan besaran uang yang dikeluarkan untuk pencalonannya.
Jika besaran uang yang dikeluarkan untuk pencalonannya selalu dipikirkan, menurut dia, secara logika sosok pemimpin tersebut nantinya cenderung lebih memikirkan dirinya sendiri ketimbang masyarakat.
"Masyarakat harus cerdas dan berani menolak money politic. Penolakan tersebut dapat secara halus, misalnya dengan mengatakan 'mohon maaf, kami mau tidak menerima' ketika ada yang memberikan sejumlah uang dengan meminta untuk memilih calon tertentu," katanya.
Setelah berani menolak praktik politik uang, kata dia, masyarakat menentukan pilihannya sesuai hati nuraninya dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria calon pemimpin ideal untuk daerahnya.
Menurut dia, setidaknya ada tiga kriteria calon pemimpin ideal, yakni memiliki kapabilitas, memiliki konektivitas nasional, dan kemampuan kapital.
Dalam hal ini, lanjut dia, kapabilitas calon pemimpin perlu dipertimbangkan karena berkaitan dengan kemampuan manajerial, mengelola birokrasi, menggali persoalan.
Ia mengatakan bahwa konektivitas nasional seorang calon pemimpin juga perlu karena berkaitan dengan pengelolaan anggaran, pembangunan daerah, dan sebagainya yang membutuhkan dukungan pemerintah pusat maupun pihak lain di tingkat nasional.
Selanjutnya, kemampuan kapital seorang calon pemimpin ini tidak ada kaitannya dengan praktik politik uang. Seorang calon pemimpin yang memiliki kemampuan kapital ketika sudah terpilih sebagai kepala daerah tentunya tidak akan memikirkan dirinya sendiri.
"Yang bersangkutan bisa lebih fokus pada kepentingan masyarakat dan pembangunan daerahnya," kata Is Heru.
Pilkada Serentak 2024 yang akan digelar pada tanggal 27 November untuk memilih pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, pasangan calon bupati/wakil bupati, serta pasangan calon wali kota/wakil wali kota.