Purwokerto (ANTARA) - Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Ahmad Sabiq mengatakan wacana untuk memajukan jadwal Pemilihan Kepala Daerah 2024 perlu pertimbangan secara cermat dengan memperhatikan potensi risiko dan dampak yang mungkin terjadi.
"Memajukan jadwal pilkada dari 27 November 2024 ke September 2024 bisa jadi memiliki beberapa urgensi seperti yang dinyatakan para pengamat pemilu dalam sejumlah pemberitaan," kata Ahmad Sabiq di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat.
Akan tetapi, kata dia, ada beberapa risiko yang perlu diperhatikan seperti kesiapan logistik, administrasi, dan teknis menjadi kurang matang.
Menurut dia, hal itu disebabkan waktu yang dibutuhkan untuk persiapan segala sesuatu menjadi lebih pendek jika jadwal pilkada dimajukan.
"Ini bisa meningkatkan risiko kesalahan atau kelalaian dalam pemilihan," tegas pengampu mata kuliah Teori Partai Politik dan Sistem Pemilu itu.
Selain itu, kata dia, perubahan jadwal pilkada dapat membingungkan pemilih dan mengurangi kepercayaan pemilih.
Dengan adanya perubahan jadwal pilkada, lanjut dia, seolah-olah penyelenggaraan pemilu tidak direncanakan dengan sungguh-sungguh.
"Di tengah proses, tiba-tiba ada upaya memajukan jadwal, bisa muncul spekulasi mengenai motif di balik perubahan tersebut," katanya.
Bahkan, jika tidak dikelola dengan baik, menurut dia, akan menimbulkan ketidakpuasan atau ketidakpercayaan terhadap pemilihan.
Menurut dia, jadwal pilkada yang dimajukan juga dapat menciptakan kebingungan dan ketidakpuasan di kalangan partai politik dan kandidat.
"Hal ini bisa berpotensi menyebabkan ketegangan politik dan konflik," jelas Sabiq.
Dalam sejumlah pemberitaan, wacana perubahan jadwal Pilkada Serentak 2024 muncul karena pemungutan suara pada bulan November tidak sesuai dengan desain awal keserentakan pilkada.
Dalam hal ini, pelantikan serentak seluruh kepala daerah terpilih sulit dilakukan pada bulan Januari 2025 karena ada potensi gugatan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi.
Selain itu, wacana perubahan jadwal pilkada tersebut muncul agar roda kepemimpinan pemerintah daerah tidak terlalu lama diisi oleh penjabat kepala daerah.
Baca juga: Akademisi: Wacana pembentukan angkatan siber perlu kajian menyeluruh