Semarang (ANTARA) - Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jateng Widwiono menyebutkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022, prevalensi tengkes atau stunting di Jawa Tengah pada tahun 2022 ada pada angka 20,8 persen.
"Hal ini menunjukkan adanya penurunan sebesar 0,1 persen dibandingkan pada tahun 2021 yaitu 20,9 persen. Kami mengucapkan terima kasih kepada pemerintah kabupaten/kota yang telah berhasil menurunkan angka stuntingnya pada tahun 2022," kata Widwiono pada Rapat Kerja Daerah dengan tajuk Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Jateng, di Semarang, Senin (13 Februari 2023).
Sementara untuk pemerintah kabupaten/Kota yang angka stuntingnya mengalami kenaikan, lanjut Widwiono, pihaknya berharap agar bisa meningkatkan sinergitas dan kolaborasi lintas sektor dalam percepatan penurunan stunting di wilayahnya masing-masing.
Pada kesempatan tersebut, Widwiono juga menyampaikan sasaran strategis yang telah dicapai Perwakilan BKKBN Provinsi Jateng pada Tahun 2022 yakni: angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) sebesar 2,09 dari target 2,04 atau tercapai 97,61 persen.
Kemudian adanya peningkatan angka prevalensi pemakaian kontrasepsi modern (modern contraceptive prevalence method/mCPR sebesar 70,39 persen dari target 67,06 persen (atau tercapai 104,97 persen).
"Angka ini menunjukkan adanya peningkatan apabila dibandingkan mCPR pada tahun 2021 sebesar 60,3 persen," katanya.
Di Jateng, lanjut Widwiono, juga terdapat peningkatan angka metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) sebesar 28,02 persen atau menunjukkan adanya peningkatan apabila dibandingkan capaian MKJP pada tahun 2021 sebesar 25,72 persen.
"Menurunnya kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need) sebesar 11,64 persen dari target 11,34 persen atau tercapai 97,42 persen atau menunjukkan penurunan yang cukup signifikan apabila dibandingkan dengan unmetneed pada tahun 2021 sebesar 16,09 persen," katanya.
Pada kesempatan tersebut dilakukan penyerahan Dana Alokasi Khusus (DAK) Sub Bidang KB sebesar Rp51 miliar. Hal tersebut menunjukkan peningkatan apabila dibandingkan dengan DAK tahun 2022 sebesar Rp41 miliar.
Sedangkan untuk biaya operasional keluarga berencana (BOKB) pada tahun 2023 sebesar Rp376,6 miliar atau meningkat jika dibandingkan DAK tahun 2022 sebesar Rp335,6 miliar.
Baca juga: BKKBN puji penanganan tengkes di Jateng, minta daerah lain untuk replikasi
Widwiono menambahkan bahwa salah satu faktor yang menjadi pendorong keberhasilan pelaksanaan kinerja Perwakilan BKKBN Provinsi Jateng adalah adanya sinergitas dan kolaborasi dengan mitra kerja strategis baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
"Kami mengucapkan terima kasih untuk dukungan dan komitmen para mitra kerja yang luar biasa dalam pelaksanaan Program Bangga Kencana dan percepatan penurunan stunting di tahun 2022," katanya.
Kepala BKKBN RI Hasto Wardoyo dalam kesempatan tersebut mengapresiasi keseriusan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menangani stunting dengan programnya Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng dan Jo Kawin Bocah.
Hasto menjelaskan tidak hanya dua program tersebut, hasil pantauan ke sejumlah Puskesmas di Jateng, seluruh Puskemas tidak memungut biaya untuk pemeriksaan prakonsepsi atau para calon pengantin.
"Stunting pasti pendek, tetapi pendek belum tentu stunting. Pada 1.000 hari pertama atau 24 bulan merupakan masa keemasan untuk mencegah stunting karena ubun-ubun akan menutup pada 24 bulan dan otak tidak akan bisa bertambah lagi," kata Hasto.
Untuk mencegah stunting, lanjut Hasto diperlukan berbagi upaya yang dimulai sejak remaja, persiapan sebelum menikah, hingga saat sudah melahirkan sampai dengan menyusui.
Saat ini rapor Jawa Tengah terkait Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKBa), termasuk perkawinan dini, kata Hasto, lebih rendah dibandingkan Jawa Barat dan Jawa Timur.
Angka kehamilan pada usia 15 tahun hingga 19 tahun di Jawa Tengah itu sebanyak 23 per seribu. Lebih rendah bila dibandingkan Jawa Barat yakni 24 per seribu, sedangkan di Jawa Timur ada 31 per seribu.
Baca juga: Semarang gelar masak bersama menu gizi seimbang
Baca juga: BKKBN dan Pemprov Jateng terus intervensi penanganan stunting di Demak
"Angka kematian bayinya juga bagus, 12 per seribu dan angka kematian balitanya juga Jawa Tengah ada 14 per seribu. Inilah prestasi Jawa Tengah saya kira terasa bahwa jumlah yang meninggal juga menurun,” katanya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menegaskan mengatasi stunting tidak boleh setengah-setengah. Apalagi Dana Alokasi Khusus untuk penanganan stunting sudah diserahkan ke daerah.