"Hingga Agustus 2021, terdapat 4.133 pengguna PLTS atap di berbagai sektor dengan total kapasitas 36,74 MWp," kata Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya pada webinar dengan tema "Energi Surya Atap untuk Sektor Komersial dan Industri di Jawa Tengah" di Semarang, Rabu.
Berdasarkan data tersebut, maka jumlah pengguna PLTS atap di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi yang terbanyak ketiga di Indonesia.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM mengakomodasi kebutuhan sektor industri dan komersial dalam memasang PLTS atap dengan beberapa strategi, termasuk klausul penurunan biaya paralel kapasitas untuk pelanggan industri dari 40 jam menjadi 5 jam per bulan yang telah diberlakukan sejak 2019.
Peran berbagai pihak, termasuk sektor komersial dan industri, lanjut dia, sangat penting untuk pencapaian target iklim Indonesia, sekaligus mendorong daya saing operasi dan produk yang hijau.
"Sektor komersial dan industri akan menghadapi tantangan global ke depan, terutama bila diterapkan 'carbon border tax' oleh Uni Eropa pada 2026. RUPTL saat ini memuat 51 persen pembangkit yang akan dibangun adalah pembangkit EBT dan dalam masa transisinya, industri didorong untuk mengimbangkannya dengan penggunaan PLTS atap," ujarnya.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengungkapkan potensi PLTS atap sektor industri di Jateng-DIY mencapai 3,5 GWp atau 10 persen dari potensi pasar PLTS atap dari pelanggan sektor industri se-Indonesia.
"Survei pasar IESR menunjukkan ada potensi sebesar 9,8 persen atau 16 ribu usaha di Jawa Tengah untuk memanfaatkan PLTS atap," katanya.
Agar dapat mewujudkan upaya dekarbonisasi dan upaya pengendalian iklim, maka sektor industri dan komersial dapat mengidentifikasi kebutuhan dan strategi melaksanakan transisi energi dengan memiliki "roadmap" transisi energi.
"Termasuk pemanfaatan PLTS atap dan mendorong kolaborasi dan sinergi berbagai pihak sehingga terciptanya rantai pasok untuk menghasilkan green product yang kompetitif," ujarnya.
Kepala Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah Sujarwanto Dwiatmoko mengatakan bahwa sejak mendeklarasikan sebagai Jawa Tengah Provinsi Surya (Central Java Solar Province) pada 2019, hingga pertengahan September 2021 mencatat 48 persen (4,3 MWp dari 8,8 MWp) total kapasitas PLTS terpasang berasal dari sektor komersial dan industri.
Paket kebijakan dan regulasi yang mendukung juga telah disiapkan, diantaranya rencana umum energi daerah, rencana strategis) Dinas ESDM Provinsi Jateng dan Surat Edaran Gubernur untuk pemanfaatan PLTS atap di bangunan pemerintah, publik, komersial, dan industri, namun yang terpenting selain kebijakan dan regulasi adalah permintaan pasar.
Pemprov Jateng serius dalam mendorong pemanfaatan PLTS di wilayahnya setelah mempunyai potensi teknis energi surya mencapai 193–670 Giga Watt peak (GWp) dengan potensi pembangkitan dari PLTS sekitar 285–959 Tera Watt hour (TWh) per tahun.
Peningkatan kesadaran konsumen terhadap produk ramah lingkungan, ketersediaan regulasi dan ekosistem yang mendukung serta keuntungan dari penggunaan PLTS menjadi daya tarik bagi sektor komersial dan industri untuk memasang PLTS.
Semakin banyak sektor industri yang terlibat dalam pemanfaatan PLTS akan menjadi katalisator terwujudnya Jateng Solar Province dan tercapainya target bauran energi terbarukan nasional sebesar 23 persen pada 2025.