Cilacap (ANTARA) - Wilayah Jawa Tengah bagian selatan khususnya Kabupaten Cilacap dan sekitarnya mengalami gangguan cuaca sehingga cenderung terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, kata Kepala Kelompok Teknisi BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap Teguh Wardoyo.
"Kalau kita lihat data curah hujan bulan Mei 2021, secara keseluruhan di Kabupaten Cilacap hanya Majenang yang curah hujannya lebih dari 250 milimeter, sedangkan wilayah lainnya sudah di bawah 150 milimeter. Pada dasarian kedua bulan Juni ini, sejak tanggal 11 kemarin sudah mulai turun hujan dengan intensitas sedang hingga lebat terutama di wilayah selatan," kata Teguh di Cilacap, Rabu.
Ia mengatakan berdasarkan data, curah hujan pada tanggal 11 Juni di Adipala mencapai 94 milimeter, Stasiun Meteoeologi Tunggul Wulung sebesar 43 milimeter, dan Majenang 42 milimeter atau masuk kategori sedang, sedangkan di wilayah lainnya masuk kategori ringan.
Baca juga: BMKG: Hujan diprakirakan masih terjadi di Cilacap
Menurut dia, hujan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir di wilayah Cilacap dan sekitarnya itu terjadi karena adanya gangguan cuaca.
"Faktor yang memengaruhi kondisi cuaca saat ini di antaranya Dipole Mode yang merupakan fenomena interaksi laut-atmosfer di Samudra Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan nilai atau selisih suhu permukaan laut antara pantai timur Afrika dan pantai barat Sumatera. Perbedaaan nilai anomali suhu permukaan laut tersebut disebut sebagai Dipole Mode Indeks (DMI)," katanya.
Teguh mengatakan jika DMI positif, umumnya berdampak pada berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, sedangkan DMI negatif akan berdampak pada meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat. "DMI dianggap normal ketika nilainya negatif 0,4 sampai dengan positif 0,4," katanya.
Saat ini, kata dia, nilai DMI mencapai negatif 0,5 sehingga berdampak terhadap meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian Barat.
Menurut dia, faktor lainnya yang memengaruhi kondisi cuaca saat sekarang adalah keberadaan Madden Julian Oscillation (MJO) di Kuadran 2 (Indian Ocean/Samudra Hindia) sehingga cukup berkontribusi terhadap proses pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia.
"Saat ini juga terdapat belokan angin dan konvergensi, sehingga berpotensi terhadap pertumbuhan awan hujan di Aceh, Sumatera Utara, Sumatra Barat, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, Bali, Maluku Utara, Maluku, Papua, dan Papua Barat," katanya.
Selain itu, kata dia, suhu permukaan laut saat sekarang mengalami anomali berkisar 1-3 derajat Celcius dari kondisi normal, sehingga terasa lebih hangat.
Dalam kondisi normal, lanjut dia, suhu permukaan laut pada bulan Juni rata-rata sebesar 29 derajat Celcius namun saat sekarang ada yang mencapai 30-32 derajat Celcius.
Menurut dia, kondisi tersebut berpotensi mengakibatkan terjadinya penguapan atau penambahan massa uap air di Samudra Hindia selatan Jawa, Selat Karimata, Selat Makassar, Laut Jawa, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Laut Arafuru, Laut Halmahera, Teluk Cendrawasih, dan Samudra Pasifik utara Papua, sehingga berdampak terhadap terjadinya hujan di wilayah sekitarnya.
"Semoga dengan adanya hujan dalam beberapa hari terakhir ini, warga di sejumlah wilayah Cilacap yang telah terdampak kekeringan bisa mendapatkan sumber air lagi," kata Teguh.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap Tri Komara Sidhy mengatakan hingga tanggal 15 Juni 2021, pihaknya telah menyalurkan bantuan air bersih sebanyak 42 tangki untuk warga terdampak kekeringan.
"Bantuan air bersih sebanyak 42 tangki itu ditujukan untuk 4.407 keluarga yang terdiri atas 14.358 jiwa di 15 desa dari delapan kecamatan se-Kabupaten Cilacap," katanya.
Baca juga: BMKG bakal gelar sekolah lapang geofisika di Purworejo