Semarang (ANTARA) - Karena Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, segala sesuatu harus berlandaskan pada peraturan perundang-undangan.
Begitu pula, ketika akan mencabut peraturan perundang-undangan, baik berupa undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu), peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden (perpres), peraturan daerah provinsi, maupun peraturan daerah kabupaten/kota.
Itu semua ada aturannya. Vide Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019.
Baca juga: Presiden Jokowi cabut Perpres "Miras"
Pada prinsipnya, suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh peraturan perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
Sebagai contoh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1965 tentang Pencabutan Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1958, Nomor 138).
Begitu pula, terkait dengan peraturan presiden, misalnya terkait dengan Perpres Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, pencabutannya melalui Perpres Nomor 110 Tahun 2020 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020, Nomor 260).
Perpres ini terdiri atas dua pasal, yakni Pasal 1 menyebutkan bahwa Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa peraturan presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 17 November 2020.
Dalam perpres setebal 5 halaman ini juga memuat Penjelasan Perpres Nomor 110 Tahun 2020 (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6579)
Pencabutan Lampiran Perpres
Sementara itu, pernyataan pers Presiden RI Joko Widodo mengenai pencabutan lampiran Perpres No. 10/2021 terkait dengan pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (2/3), tidak menyebutkan peraturan presiden yang mencabut lampiran perpres tersebut.
Sebagaimana dimuat di dalam setkab.go.id. pada tanggal 2 Maret 2021, Presiden mengatakan, "Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama MUI (Majelis Ulama Indonesia), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan ormas-ormas lainnya serta tokoh-tokoh agama yang lain dan juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah, bersama ini saya sampaikan, saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut."
Hal ini tentunya masih menyisakan pertanyaan apakah pencabutan lampiran tersebut cukup dengan lisan atau perlu melalui perpres. Apalagi, dalam Perpres No. 10/2021 terdapat frasa "Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan presiden ini".
Di dalam Lampiran III perpres tersebut terdapat Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Bidang usaha nomor 31 mengenai industri minuman keras mengandung alkohol (KBLI 11010). Berikutnya, pada bidang usaha nomor 32 tentang industri minuman mengandung alkohol: anggur (KBLI 11031).
Adapun persyaratannya untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat.
Dijelaskan pula dalam KBLI 11010 dan 11031 bahwa penanaman modal di luar empat provinsi itu dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.
Selanjutnya, pada bidang usaha nomor 44 tentang perdagangan eceran minuman keras atau beralkohol (KBLI 47221) dan bidang usaha nomor 45 mengenai perdagangan eceran kaki lima minum keras atau beralkohol (KBLI 47826). Persyaratan kedua bidang usaha ini jaringan distribusi dan tempatnya khusus.
Jika mengacu pada Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud peraturan presiden adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
Dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Undang-undang yang pembentukannya menggunakan metode omnibus law ini, yakni mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67).
Dalam Paragraf 2 Penanaman Modal Pasal 77 disebutkan bahwa ketentuan Pasal 12 UU Penanaman Modal diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 12 Ayat (1) menyebutkan bahwa semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal atau kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat.
Usaha Tertutup
Bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal meliputi: budi daya dan industri narkotika golongan I; segala bentuk kegiatan perjudian dan/atau kasino; penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES); pemanfaatan atau pengambilan koral dan pemanfaatan atau pengambilan karang dari alam yang digunakan untuk bahan bangunan/kapur/kalsium, akuarium, dan suvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam; industri pembuatan senjata kimia; dan industri bahan kimia industri dan industri bahan perusak lapisan ozon.
Dalam daftar bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, tidak ada usaha minuman keras, atau usaha ini dianggap bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal di Tanah Air.
Dengan mulai diberlakukannya Perpres No. 10/2021, atau 30 hari sejak diundangkan pada tanggal 2 Februari 2021, praktis Perpres No. 76/2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Begitu pula dengan Perpres No. 44/2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal juga dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Padahal, industri minuman beralkohol dan anggur dalam Perpres No. 44/2016 masuk daftar bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal (vide bidang usaha nomor 9 dan 10 pada Lampiran I).
Dengan demikian, jika badan usaha nomor 31, 32, 44, dan 45 dalam Lampiran III Peraturan Presiden RI Nomor 10/2021 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, seyogianya diatur dalam perpres baru.
Baca juga: MUI apresiasi Presiden batalkan izin investasi miras
Baca juga: Ketua MUI: Kearifan lokal tak bisa jadi dalih legalkan miras