Solo (ANTARA) - Pengamat Hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Pujiyono menyatakan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk meminimalisasi penyebaran COVID-19 harus didukung oleh keberadaan anggaran yang mencukupi.
"Sekarang sebagian masyarakat sudah acuh, ada atau tidak PSBB kan seolah masyarakat dihadapkan pada pilihan sulit," katanya di Solo, Jawa Tengah, Rabu.
Ia mengatakan pilihannya adalah jika tetap berada di rumah maka mereka tidak memperoleh penghasilan, sedangkan tetap keluar rumah untuk bekerja maka ancamannya adalah terpapar oleh virus tersebut.
"Dalam hal ini, yang harus dihitung oleh pemerintah adalah masyarakat yang paling terdampak secara ekonomi. Mereka perlu disupport, paling tidak sampai 14 hari ke depan. Ini harus dihitung (anggaran yang dibutuhkan)," katanya.
Baca juga: Hendi siap cabut izin usaha yang langgar aturan PKM di Kota Semarang
Menurut dia, penerapan PSBB ini bukan untuk gagah-gagahan bahwa Soloraya mampu menerapkan aturan ini karena jika anggaran tidak mencukupi maka masyarakat justru akan kelaparan.
"Meskipun dalam UU juga tidak mewajibkan ketika kemudian pemerintah harus menanggung masyarakat yang terdampak tetapi sebagai sebuah kewajiban, konstitusi kita mengatakan adanya pemerintah menjamin kesejahteraan sehingga penyesuaian anggaran harus diarahkan ke sana. Jangan malah justru masyarakat yang kelaparan," katanya.
Meski demikian, dikatakannya, jika pada realisasinya justru masyarakat harus mengandalkan sumbangan dari relawan juga bukan merupakan solusi yang baik.
"Kalau mengandalkan 'charity' (sumbangan) juga tidak cukup, itu bukan negara yang baik karena sifatnya hanya subsider. Yang primer adalah negara hadir di masyarakat," katanya.
Sementara itu, terkait dengan perlunya undang-undang PSBB, dikatakannya, harus ada aturan yang jelas.
"Masalahnya kan kebijakan negara tidak bisa kemudian hanya dengan imbauan atau perintah. Harus ada regulasi. Pertanyaannya kemudian, aturan dasar yang dibuat pemerintah, di antaranya Kepres COVID-19, PP PSBB, dan kekarantinaan kesehatan seolah yang dikejar warga negara. Padahal mereka kalau diam di rumah tidak makan," katanya.
Menurut dia, yang harus dipastikan adalah kewajiban negara untuk menjaga masyarakat tetap diam di rumah dan setidaknya selama 14 hari ke depan masyarakat harus didukung kebutuhan pokoknya.
Baca juga: Kota Semarang terbitkan aturan Pembatasan Kegiatan Masyarakat mulai 27 April