Korban kekerasan seksual "incest" cenderung takut lapor
Palembang (ANTARA) - Pusat pembelaan hak-hak perempuan Womens Crisis Center Palembang menyebut perempuan korban-korban kekerasan seksual dalam keluarga atau incest cenderung takut melapor karena dianggap membuka aib keluarga.
Direktur Eksekutif Women`s Crisis Centre (WCC) Palembang, Yeni Roslaini Izi, di Palembang, Rabu mengatakan bahwa sepanjang 2019 pihaknya telah menerima laporan 13 kasus incest di mana 6 kasus telah dilaporkan ke polisi.
"13 kasus ini yang muncul di media dan melapor kepada kami, tapi yang tidak melapor bisa lebih banyak lagi di luar sana," ujar Yeni Rosliani Izi.
Menurut dia, korban-korban kekerasan seksual incest cenderung takut dan malu mengungkapkan kejadian yang dialaminya terutama jika si pelaku adalah anggota keluarga yang dihormati seperti ayah atau kakak.
Baca juga: Alabama larang pengguguran kandungan termasuk akibat perkosaan
Bahkan dalam satu kasus di Kota Palembang, kata dia, justru ibu si korban meminta pelaku kekerasan yang masih kakak dari korban kekerasan seksual agar tidak dilaporkan ke polisi dan memilih jalan damai.
"Si pelaku adalah kakak korban, posisi pelaku di dalam keluarga itu tulang punggung, jadi ibunya sendiri meminta agar pelaku tidak dihukum," tambah Yeni.
Alasan takut membuka aib keluarga menjadi dalih paling banyak ketika kasusnya diselesaikan tanpa proses hukum, padahal akibat kekerasan seksual incest tersebut psikis korban menjadi terguncang dan terjadi kehamilan yang tidak diinginkan karena ada yang dilakukan bertahun-tahun.
Kasus kekerasan seksual di Sumsel sendiri memang mendominasi selama 2019 yakni sebanyak 72 dari 138 kasus yang dilaporkan atau 57 persen dari keseluruhan, pihaknya meyakini kasus-kasus yang tidak dilaporkan jauh lebih banyak.
WCC Palembang selalu mendorong agar perempuan korban kekerasan seksual melaporkan kasusnya, WCC dan organisasi peduli perempuan juga terus mensosialisasikan pentingnya bersikap tegas terhadap berbagai tindak kekerasan, baik kekerasan verbal, seksual, kekerasan dalam rumah tangga hingga kekerasan dalam pacaran.
Baca juga: Tiga pelaku pemerkosaan di Semarang diringkus
Direktur Eksekutif Women`s Crisis Centre (WCC) Palembang, Yeni Roslaini Izi, di Palembang, Rabu mengatakan bahwa sepanjang 2019 pihaknya telah menerima laporan 13 kasus incest di mana 6 kasus telah dilaporkan ke polisi.
"13 kasus ini yang muncul di media dan melapor kepada kami, tapi yang tidak melapor bisa lebih banyak lagi di luar sana," ujar Yeni Rosliani Izi.
Menurut dia, korban-korban kekerasan seksual incest cenderung takut dan malu mengungkapkan kejadian yang dialaminya terutama jika si pelaku adalah anggota keluarga yang dihormati seperti ayah atau kakak.
Baca juga: Alabama larang pengguguran kandungan termasuk akibat perkosaan
Bahkan dalam satu kasus di Kota Palembang, kata dia, justru ibu si korban meminta pelaku kekerasan yang masih kakak dari korban kekerasan seksual agar tidak dilaporkan ke polisi dan memilih jalan damai.
"Si pelaku adalah kakak korban, posisi pelaku di dalam keluarga itu tulang punggung, jadi ibunya sendiri meminta agar pelaku tidak dihukum," tambah Yeni.
Alasan takut membuka aib keluarga menjadi dalih paling banyak ketika kasusnya diselesaikan tanpa proses hukum, padahal akibat kekerasan seksual incest tersebut psikis korban menjadi terguncang dan terjadi kehamilan yang tidak diinginkan karena ada yang dilakukan bertahun-tahun.
Kasus kekerasan seksual di Sumsel sendiri memang mendominasi selama 2019 yakni sebanyak 72 dari 138 kasus yang dilaporkan atau 57 persen dari keseluruhan, pihaknya meyakini kasus-kasus yang tidak dilaporkan jauh lebih banyak.
WCC Palembang selalu mendorong agar perempuan korban kekerasan seksual melaporkan kasusnya, WCC dan organisasi peduli perempuan juga terus mensosialisasikan pentingnya bersikap tegas terhadap berbagai tindak kekerasan, baik kekerasan verbal, seksual, kekerasan dalam rumah tangga hingga kekerasan dalam pacaran.
Baca juga: Tiga pelaku pemerkosaan di Semarang diringkus