Semarang (Antaranews Jateng) - Pakar keamanan siber Doktor Pratama Persadha mengingatkan warganet (netizen) mewaspadai akun abal-abal di media sosial dengan selalu mengecek kebenaran isi pesan, apalagi pada masa kampanye Pemilu Presiden 2019.
"Bahkan, akun abal-abal ini dilibatkan dalam upaya kontestasi pemilu, bisa sebagai akun 'black campaign' (kampanye hitam) atau sekadar 'buzzer'," kata Pratama kepada Antara di Semarang, Selasa malam.
Oleh karena itu, warganet jangan mudah percaya akun dengan foto profil yang tidak jelas atau tanpa muka aslinya bila memang tidak kenal.
Bila memakai foto orang, lanjut dia, bisa dicek lewat Google Search khusus gambar (Google Images), akan muncul apakah benar foto itu asli atau foto orang lain.
Selanjutnya, bisa dilihat dari "postingan"-nya. Apabila hanya melakukan "retweet" dan jarang "posting", kemungkinan besar adalah akun palsu alias akun abal-abal.
"Waspadai juga akun palsu yang mem-'posting' provokasi dan juga tiba-tiba melakukan inbox meminta sesuatu," kata Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (CISSReC).
Kemungkinan bertambahnya jumlah akun abal-abal di media sosial, khususnya Facebook dan Twitter, pada masa kampanye (23 September 2018 s.d. 13 April 2019), menurut Pratama, sebenarnya sudah dibatasi dengan semua platform media sosial memasukkan nomor seluler sebagai syarat mendaftar akun.
"Namun, di Indonesia karena masih bebas membeli nomor perdana, jadi kemungkinan bertambahnya akun palsu masih sangat terbuka lebar," kata pria kelahiran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah itu.
Apalagi, kata Pratama, kini pendaftaran nomor bisa lebih dari tiga akun setiap nomornya.
Bila kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) masyarakat tersebar, menurut Pratama, pihak yang tidak bertanggung jawab bisa menggunakan dokumen kependudukan itu.