Jakarta Antara Jateng - Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir mengatakan status dwikenegaraan diaspora Indonesia merupakan masalah konsolidasi nasional yang tidak bisa hanya diputuskan satu kementerian atau lembaga.
"Wacana ini sudah mengemuka sejak Kongres Diaspora pertama di Los Angeles, kemudian dikembangkan lagi dan prosesnya agak maju, tapi dwikenegaraan diaspora bukan hanya urusan Kementerian Luar Negeri, tapi konsolidasi nasional," kata Wamenlu Fachir di Jakarta, Minggu.
Komentar tersebut disampaikan Wamenlu untuk menanggapi status kewarganegaraan mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahir yang merupakan diaspora Indonesia di Amerika Serikat dan akhirnya diketahui memiliki paspor negara tersebut.
Ditemui setelah acara dalam bintang-bincang "Pemuda dan Diplomasi Kreatif Indonesia" di Mall Senayan City Jakarta, Fachir mengemukakan kemajuan yang dicapai diaspora Indonesia, antara lain mereka yang memiliki darah Indonesia, baik dari ayah maupun ibu, akan diberikan kemudahan untuk mengurus visa dan kemudahan berbisnis di Indonesia.
"Kemlu juga akan mengeluarkan kartu diaspora untuk memudahkan identifikasi mereka," kata dia.
Selain itu, kartu diaspora juga akan diberikan pada orang yang pernah menjadi WNI dan negara-negara tertentu yang memiliki banyak diaspora Indonesia.
"Semua kembali lagi pada kepentingan nasional," kata Fachir.
Diwawancarai secara terpisah, pakar hukum Lusiana Sanato dari Universitas Jayabaya, Jakarta, menilai seseorang dengan status kewarganegaraan ganda akan memiliki permasalahan jika dilihat dari sisi hukum perdata sehingga sebaiknya diakomodasi secara selektif di Indonesia.
Lebih lanjut, Lusiana menjelaskan, salah satu masalah yang akan muncul adalah status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas yang mengharuskan seseorang tunduk pada ketentuan negara nasionalnya sehingga akan terjadi kebingungan apabila ada pertentangan antara hukum negara yang satu dan lainnya.
Meskipun demikian, dwikenegaraan akan memberikan manfaat perlindungan untuk WNI, khususnya terhadap anak-anak, dengan catatan jika diterapkan selektif.
Lusiana mencontohkan peraturan kewarganegaraan ganda yang telah diatur dalam perundang-undangan Indonesia selama ini, yakni kewarganegaraan ganda diperbolehkan bagi anak-anak yang lahir dari perkawinan campuran hingga pada usia tertentu anak itu harus memilih salah satu.