Borobudur, Antara Jateng - Tiga perempuan seakan mengepakkan sayapnya. Mereka terbang membumbung hingga persis sepenggalan jarak di atas titik utama stupa puncak Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah dengan cuaca yang cerah.
Referensi tentang bunga lotus dan bangunan megah warisan budaya dunia itupun berhamburan, terbaca kembali oleh mereka yang para pelukis, bahwa Candi Borobudur bagaikan lotus dengan Sang Buddha Gautama bersemadi di puncak bunga itu yang mekar di tengah telaga.
Perempuan pelukis tersebut, adalah Kartika Affandi (anak sulung maestro pelukis Affandi-Maryati), Dyan Anggraini (mantan Kepala Taman Budaya Yogyakarta), dan Yasumi Ishii (perupa kelahiran Yokohama, Jepang, yang cukup lama tinggal di kawasan Candi Borobudur).
Selama sebulan, 15 Mei-15 Juni 2016, ketiganya menggelar pameran bersama berjudul "Destination Lotus" di Limanjawi Art House, Desa Wanurejo sekitar 600 meter timur Candi Borobudur.
Sekitar 27 karya berbagai ukuran tentang bunga lotus dan candi Buddha terbesar di dunia itu, dipamerkan di galeri yang dikelola pekerja seni dan pariwisata kawasan Borobudur yang juga suami Yashumi, Umar Chusaeni.
Umar yang juga Koordinator Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI) 15 itu, mengharapkan pameran selain menjadi pemeriah kepariwisataan Candi Borobudur, juga memperkaya imajinasi dan inspirasi publik atas peninggalan sekitar abad kedelapan masa pemerintahan Dinasti Syailendra itu.
"Pameran 'Destination Lotus' diharapkan menjadi bagian dari catatan perkembangan seni rupa Indonesia, khususnya Borobudur," ujarnya.
Rencana pameran tiga perempuan pelukis tersebut telah dirancang lebih dari satu tahun lalu. Pembukaan pameran pada Minggu (15/5) oleh pecinta seni dari Yogyakarta Delia Murwihartini dan dimeriahkan pementasan kesenian tradisional dan musik kontemporer eksploratif oleh sejumlah grup dari kawasan Candi Borobudur.
Para pembukaan pameran itu, Kartika juga melakukan demo melukis di halaman Limanjawi Art House Borobudur. Hadir pada kesempatan tersebut, para pecinta seni dan budaya dari kawasan Candi Borobudur, Kota Magelang, dan beberapa kota lainnya di sekitar Magelang.
Beberapa judul karya yang dipamerkan, antara lain "Borobudur Dalam Impianku", "Lotus-Aku Kecewa", dan "Lotus-Kehidupan yang Abadi" (Kartika Affandi), "Selembar Dongeng", "Di Balik Kelambu", "Spirit Buddha", dan "Energi Lotus" (Dyan Anggraini), "Catch the Power", "All is Viniti#1", "All is Viniti#2", dan "Four Seasons" (Yasumi Ishii).
Ihwal pameran mereka, dikupas dalam tulisan mendalam oleh pengamat seni rupa dari Yogyakarta Suwarno Wisetrotomo melalui katalog pameran yang tebalnya hingga sekitar 60 halaman.
Ia mengemukakan panjang lebar tentang kekhasan lotus yang juga disebut sebagai seroja atau padma dengan habitatnya, termasuk perannya sebagai simbol keanggunan, kemurnian, dan frasanya yang indah, feminim, serta memuat nilai spiritual.
"Mereka bertiga menempatkan lotus sebagai pusat orientasi dan sekaligus pokok imajinasi. Mereka menangkap keindahan fisiknya, kemudian melihat analoginya dengan subjek yang lain, dan menempatkan sebagai pusat spirit sekaligus metafora," ucapnya.
Dalam pertemuan khusus dengan wartawan, ketiganya tidak sepikiran dengan Suwarno bahwa ucapan "lotus" terkesan feminim, namun mereka membenarkan bahwa bunga lotus menjadi bagian tak terpisahkan dari aura Candi Borobudur yang agung tersebut.
"Inspirasinya Candi Borobudur. Lotus itu istimewa. Patung Buddha, baik di Borobudur, di Jepang, dan di mana-mana, dudukannya bunga lotus. Dalam ajaran Buddha dan Hindu ada lotus," tutur Dyan.
Ia menyebut aura lotus masih bisa dirasakan di Candi Borobudur. Berdasarkan penelitian, candi itu dibangun di tempat yang pada masa lampau sebagai danau purba, sedangkan Borobudur sendiri bagaikan bunga lotus di tengah danau tersebut.
Inspirasi Borobudur terkait dengan keistimewaan dan keindahan lotus, diungkapkan Dyan, antara lain dalam karyanya "Energi Lotus" yang meliputi delapan panel dengan masing-masing bergantungan peniti di salah satu kelopaknya.
"Terasa puitis sekaligus menghadirkan rasa nyeri karena tertancap peniti, meneteskan cairan. Selalu saja ada luka di balik keindahan," ujar Suwarno.
Lukisan lainnya secara monokromatik berjudul "Spirit Buddha", ujarnya, sebagai menghadirkan pertemuan lotus dan Sang Buddha, bahwa dari lotus menetes air suci pada sosok tersebut.
Yasumi menghadirkan lotus dalam kanvasnya melalui eksplorasi atas pangkal bunga tersebut, di mana benihnya tersimpan dan mampu bertahan dalam kurun waktu lama.
"Ia (Yasumi, red.) menemukan makna dan energi lotus yang sesungguhnya," ucapnya sebagaimana tertuang dalam salah satu karya berjudul "All is Vaniti #1".
Dalam karya berjudul "All is Vaniti#2", Yasumi selain tetap mengeksplorasi kelopak bunga lotus juga memperkuat lukisannya dengan menuangkan sejumlah bentuk sikap tangan Sang Buddha dalam semadinya, yang disebut sebagai mudra.
"Memang memiliki makna khusus," kata Suwarno yang juga pengajar Fakultas Seni Rupa dan Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu,
Yasumi mengaku terinspirasi oleh lotus dalam keadaan kering dengan biji-bijinya yang menjadi kekuatan hidup. Ia (lotus) sebagai bunga yang sempurna dan menggenggam spiritualitas.
Kartika menorehkan inspirasi lotus sebagai harapan ideal atas dalam salah satu karyanya berjudul "Borobudur Dalam Impinanku".
Goresan di kanvasnya menjadi suata ungkapan bahwa candi yang megah dan agung tersebut sebagai dikelilingi atmosfer taman bunga lotus.
"Dengan cara demikian, maka situs akan terjaga auranya," imbuh Suwarno.
Kartika sendiri menyatakan karyanya tentang lotus sebagai caranya merawat Candi Borobudur.
"Lotus menyimpan makna spiritual. Andaikan Candi Borobudur diperindah dengan taman lotus, 'kayak' apa sejuknya perasaan yang mengunjunginya," katanya sembari mengemukakan pertama kali mengunjungi Candi Borobudur pada 1946 bersama ayahnya, Affandi, yang sang maestro itu.
Oleh karena tiga perempuan pelukis itu menuangkan karya-karya mereka yang memikat dengan kesamaan objek, yakni inspirasi atas bunga lotus, Suwarno menyebut mereka sebagai "para petani lotus".
"Mereka saya pahami seperti 'para petani lotus' dengan lahan subur, yakni pada hati masing-masing. Mereka menanam harapan kebaikan melalui lukisan-lukisannya," jelasnya.