Kedua kisah itu adalah dua dari 1.400 cerita horor yang diceritakan seorang dokter Jerman bernama Jan Ilhan Kizilhan yang didengarnya dari para wanita dan gadis suku minoritas Yazidi yang diperbudak ISIS di Irak.
"Mereka telah melalui neraka," kata dia kepada AFP dalam wawancara di Jenewa.
Kizilhan mengepalai sebuah proyek yang membawa 1.100 wanita dan gadis Yazidi ke Jerman untuk membantu menyembuhkan luka fisik dan psikologis mereka.
Proyek yang dijalankan oleh negara bagian Baden-Wurttemberg di Jerman ini, dimulai dengan menerbangkan para korban yang didera trauma itu dari Irak utara April tahun lalu, dan kelompok terakhir dibawa belum lama bulan ini.
Adalah pada 2014 pihak berwenang di Baden-Wurttemberg memutuskan untuk beraksi.
Saat itu, ISIS tengah merangsek ke Irak utara, dengan membantai warga Yazidi di desa-desa mereka, memaksa puluhan ribu orang mengungsi dan menculik ribuan gadis dan wanita untuk dipaksa menjadi budak seks.
Genosida
PBB menyebut serangan ISIS kepada minoritas Yazidi itu sebagai genosida atau pembasmian etnis.
"Ini sungguh situasi yang mendesak," kata Kizilhan seraya menyeru negara-negara bagian dan negara-negara lainnya mengikut jejak Baden-Wurttemberg.
Negara bagian di Jerman barat daya itu menganggarkan 95 juta euro untuk proyek ini dan meminta Kizilhan serta timnya menentukan mana korban yang paling bisa menarik manfaat dari proyek ini.
Sang dokter mengatakan sekitar 1.200 wanita dan gadis Yazidi lainnya yang masih diculik ISIS adalah juga bisa menarik manfaat dari program serupa di mana saja. Diperkirakan 3.800 wanita dan gadis Yazidi masih ditawan ISIS, jika mereka berhasil melarikan diri.
Dia menjelaskan, perempuan-perempuan yang berhasil melarikan diri dari ISIS masuk ke masyarakat yang sangat konservatif di Irak utara yang minim akses ke bantuan psikologis untuk mengatasi horor tak terungkapkan yang dialami perempuan-perempuan itu.
"Para perempuan ini sungguh memerlukan perlakuan khusus. Jika kita tidak membantu mereka, lalu siapa?" tanya dia, saat berbicara di sela sebuah konferensi internasional pembela HAM di Jenewa.
Sebagai orang Yazidi yang kepercayaannya dianggap bid'ah oleh ISIS, para wanita yang diperkosa dan kadang dibiarkan hamil oleh militan ISIS, dianggap oleh banyak anggota komunitasnya sendiri sebagai sumber aib.
Mereka yang diabaikan komunitasnya menjadi melarat dan berisiko jatuh ke prostitusi demi mempertahankan hidup mereka. Namun lebih banyak lagi yang bunuh diri, kata Kizilhan.
"Tahun lalu, saya mendokumentasikan lebih dari 20 kasus bunuh diri, tapi ini sungguh fenomena puncak gunung es," kata dia seraya mengatakan yang sebenarnya bisa mencapai lebih dari 150 kasus.
Kizilhan lalu mengenang seorang gadis yang ditemuinya di sebuah kamp pengungsi, Agustus tahun silam, yang 80 persen tubuhnya terbakar.
"Anak ini tak punya hidung, tak punya telinga," kata dia. Kizilhan mengaku kaget setelah mengetahui apa yang terjadi pada gadis itu.
Para militan ISIS menawan gadis itu bersama saudari-saudarinya yang lain selama berminggu-minggu, dengan berulang kali memperkosa dan menyiksa mereka, sebeluma mereka berhasil melarikan diri.
Suatu malam saat tidur di sebuah kamp pengungsi, gadis yang telah melarikan diri itu bermimpi ada militan ISIS di luar tendanya. Dalam kepanikan dia mengguyur wajahnya dengan bensin dan lalu membakarnya. Gadis itu berharap menjadi kelihatan jelek sehingga para bandit ISIS tidak lagi memperkosanya.
Kizilhan segera mengeluarkan gadis ini ke Jerman karena mengkhawatirkan nyawanya. Gadis ini masih dirawat di rumah sakit di Jerman setelah menjalani lebih dari lusinan operasi. Dia masih akan menjalani sekitar 30 operasi kulit dan tulang.
Diperkosa ratusan kali
Kebanyakan gadis dan wanita dalam program di Jerman ini berusia antara 16 sampai 20 tahun, kata Kizilhan. Yang tertua berusia sekitar 40-an. Sedangkan yang termuda berusia delapan tahun.
"ISIS menjual gadis itu delapan kali selama 10 bulan dijadikan sandera dan memperkosanya ratusan kali," kata Kizilhan sembari menggeleng-gelengkan kepalanya dengan mimik jijik atas perlakuan biadab orang-orang ISIS itu.
"Ini adalah salah satu kasus yang selalu saya ingat."
Karena usianya sangat muda, gadis itu akan mendapatkan manfaat besar dari perlakuan medis ini dan sekaligus lingkungan baru. Dia berharap gadis itu masih mau melakukan sesuatu untuk masa depannya.
Semua korban yang kini berada di Baden-Wurttemberg pasti membutuhkan waktu untuk menyembuhkan luka fisik dan kejiwaannya.
Kizilhan mengatakan psikoterafi belum akan dimulai sampai enam bulan ke depan karena khawatir membuat para gadis yang telah melalui neraka ini trauma kembali.
"Mereka memerlukan perasaan aman. Itu tidak mudah mengingat apa yang sudah mereka alami," kata Kizilhan seperti dikutip AFP.
Berita Terkait
Kisah Warung Makan Selera Jenderal di Demak, berawal dari celetukan pelanggan
Kamis, 31 Oktober 2024 10:27 Wib
Kisah difabel sukarelawan yang bersemangat bertugas di Peparnas Solo
Senin, 7 Oktober 2024 7:53 Wib
Tere Liye berbagi kisah dan semangat di MAN IC Pekalongan
Minggu, 25 Agustus 2024 12:43 Wib
Kisah klaster Rotan Trangsan yang produknya semakin mendunia berkat pemberdayaan BRI
Jumat, 19 Juli 2024 15:46 Wib
Wanita asal Tanjung Priuk beri bukti kisah sukses jadi AgenBRILink
Minggu, 14 Juli 2024 16:42 Wib
Kisah Tim Kesehatan UMP di Jambore Panti Asuhan Muhammadiyah dan 'Aisyiyah se-Jawa Tengah
Jumat, 28 Juni 2024 13:35 Wib
Pengusaha asal Solo berbagi kisah sukses hingga pasar global
Minggu, 26 Mei 2024 13:39 Wib
Visualisasi kisah sengsara Yesus di Gua Maria
Jumat, 29 Maret 2024 16:13 Wib