"Dengan terjadinya peristiwa ini saya sangat menyesal dan menyebabkan saya tidak bisa bekerja sebagaimana mestinya. Anak saya masih bersekolah; anak pertama masih kuliah semester tiga dan anak kedua masih kelas lima SD sedangkan istri saya pun hanya ibu rumah tangga maka saya lah yang menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga untuk mencari nafkah. Pada saat ini ibaratnya kami bergantung kepada keluarga karena walaupun sudah mengabdi belasan tahun kepada bangsa, rumah pun kami tidak punya," kata Tripeni saat membacakan nota pembelaan (pledoi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis.
Tripeni dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 5 bulan kurungan karena menerima 5.000 dolar Singapura dan 15.000 dolar AS terkait jabatannya sebagai ketua majelis hakim dalam gugatan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sesuai dengan UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan atas Penyelidikan tentang dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang ditangani Tripeni, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi.
Pemberian uang itu diberikan dalam 3 tahapan yaitu pada 29 April 2015 sebesar 5.000 dolar Singapura, 5 Mei 2015 sebesar 10.000 dolar AS dan 9 Juli 2015 sebesar 5.000 dolar AS. Dua pemberian awal tersebut diberikan langsung oleh OC Kaligis dengan permintaan untuk memberikan bantuan.
"Kami menyadari perbuatan menerima pemberian dalam konsultasi dengan pengacara OC Kaligis sebelum perkara didaftarkan ke pengadilan dan menerima ucapan terima kasih dari OC Kaligis melalui saudara Gary setelah perkara diputus adalah tidak dibenarkan. Konsultasi tersebut terpaksa kami lakukan karena perkara yang akan didaftarkan itu sifatnya baru yaitu gugatan uji kewenangan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sesuai dengan UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang tidak mencakup masa untuk memperbaiki gugatan sebagaimana pemeriksaan biasa," ungkap Tripeni.
Setelah konsultasi itu, menurut Tripeni, OC Kaligis meninggalkan ampolop. Amplop itu tidak dibuka oleh Tripeni.
"Amplop itu benar-benar bukan keinginan saya tapi karena desakan pengacara OC Kaligis untuk pengujian kewenangan tersebut padahal belum ada dasar kasus sebelumnya. Jadi sebelum perkara disidangkan oleh majelis hakim saya terpaksa menerima karena ewuh pakewuh dan tidak bisa menolaknya karena yang bersangkutan sudah berumur dan tidak enak saya menolaknya," tambah Tripeni.
Tripeni mengaku tidak pernah meminta dari siapapun untuk amplop itu bahkan OC Kaligis masuk ke ruangannya karena diantarkan oleh panitera PTUN Syamsir Yusfan.
"Uang pemberian 2x konsultasi itu masih utuh dan tidak pernah saya gunakan dan saya letakkan saja di laci meja kerja saya dan rencananya akan saya kembalikan ke OC Kaligis setelah perkara selesai. Saya benar-benar berniat untuk mengembalikan uang konsultasi dan uang terima kasih dari Gary dan OC Kaligis itu. Jika saya tidak berniat mengembalikan uang tersebut tentu uang itu sudah saya gunakan, saya simpan ke bank atau saya berikan ke orang lain tapi saya tidak melakukannya yang mulia, padahal uang itu sebenarnya sudah ada di laci saya lama yaitu 2 bulan," jelas Tripeni.
Namun niat untuk mengembalikan itu belum terwujud karena Tripeni harus mengikuti sejumlah kegiatan termasuk "fit and proper test" calon hakim Tinggi di Jakarta.
"Sekali lagi kami tidak ada niat atau dengan sengaja menerima pemberian seperti yang didakwakan JPU. Izinkan saya ingin minta maaf sebesar-besarnya kepada teman-teman, sahabat, rekan-rekan kerja, para senior dan masyarakat luas terhadap sikap saya yang tidak amanah dalam melaksanakan tugas sehingga terjadi peristiwa ini," ungkap Tripeni.