Brodjonegoro mengkritik saran Lagarde terkait skema kemitraan instansi pemerintah dan swasta (public-private partnership/PPP) dalam pembangunan infrastruktur.
"PPP sebagai konsep memang bagus, tetapi sulit diimplementasikan. Sangat sulit diimplementasikan. Karena, selama ini kami menciptakan konsep PPP yang terlalu ideal. Kami cukup lama mencoba, tetapi hanya sedikit cerita suksesnya," ujar Brodjonegoro, saat diskusi panel, di Jakarta, Rabu.
Selama ini, IMF dan Bank Dunia tengah gencar mengkampanyekan ke negara-negara berkembang mencari dukungan pendanaan pembangunan infrastruktur melalui konsep kemitraan pemerintah dan swasta.
Dia melanjutkan, guna menunjang pembangunan infrastruktur dikenal ada dua sumber pembiayaan, yaitu dari swasta dan pemerintah. Dalam model PPP, dana pembiayaan proyek bersumber dari kedua belah pihak.
Namun demikian, kata dia, karena kedudukan pemerintah dan swasta setara dalam proyek dengan model PPP, maka seringkali kedua belah pihak merasa lebih tinggi daripada yang lain.
"Kalau sepenuhnya proyek pembangunan infrastruktur dibiayai pemerintah, maka kami yang mengendalikan sepenuhnya. Sedangkan dalam PPP, swasta dan pemerintah berdiri sejajar. Keduanya ingin menjadi bos," kata dia.
Brodjonegoro menambahkan, pihaknya akan mengkaji lebih lanjut model PPP agar menjadi lebih praktis dan dapat diimplementasikan dengan lebih cepat ke depannya.
"Kami perlu meletakkan PPP dalam tingkat yang praktis. Bukan ideal. Harus efektif. Jika Anda mengatakan mentalitas bos, ini sesungguhnya persoalan negara berkembang, proses transisi yang harus diselesaikan," ujar dia.