"Saat ini sudah tidak ada BPR yang berada dalam pengawasan khusus OJK, semua sudah berjalan dengan baik," jelasnya di Semarang, Senin.
Menurutnya dari 330 BPR yang beroperasi di wilayah Jateng dan DIY terakhir hanya satu yang bermasalah dan saat ini izin operasinya sudah dicabut oleh OJK.
"Belum lama ini kami mencabut izin operasi BPR Tugu Kencana yang berkantor pusat di Solo, alasan dari pencabutan izin ini BPR tersebut bangkrut karena dananya diselewengkan oleh pemegang saham minoritas, saat ini kasusnya sudah ditangani oleh pihak kepolisian," paparnya.
Sementara itu berdasarkan data dari OJK kinerja keuangan BPR konvensional hingga April lalu yaitu aset seluruh BPR yang ada di wilayah Jateng mencapai Rp17,3 miliar sedangkan di DIY total Rp3,5 miliar.
Untuk kredit BPR di Jateng sudah menyalurkan Rp13,4 miliar dan DIY menyalurkan Rp2,9 miliar, sedangkan untuk dana pihak ketiga untuk BPR di Jateng mencapai Rp12,3 miliar dan DIY Rp2,5 miliar.
Total kredit macet dari 251 kantor pusat BPR di Jateng dengan 497 kantor cabangnya mencapai 6,5 persen, sedangkan dari 54 kantor pusat BPR dan 32 kantor cabang di wilayah DIY mencapai 5,23 persen.
Untuk kinerja keuangan BPR Syariah hingga posisi April tahun ini aset seluruh BPR yang ada di Jateng mencapai Rp556 miliar dan DIY Rp836 miliar, sedangkan untuk total pembiayaan yang sudah disalurkan untuk Jateng mencapai Rp432 miliar dan DIY Rp622 miliar.
Jumlah dana pihak ketiga untuk BPR yang ada di Jateng mencapai Rp392 miliar dan DIY Rp610 miliar, sedangkan untuk Non Performing Financing atau kredit bermasalah dari 24 kantor pusat dan 8 kantor cabang BPR syariah yang ada di Jateng mencapai 7,16 persen, sedangkan DIY yang memiliki 35 kantor pusat dan 9 kantor cabang BPR kredit bermasalah yaitu 3,14 persen.