Kudus (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah melakukan percepatan dalam penanganan sampah dengan menggandeng berbagai pihak termasuk masyarakat untuk menggalakkan pemilahan sampah guna memenuhi ambisi mewujudkan daerah dengan predikat Sertifikat Adipura.

"Sanksi yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup harus diterima, demi semangat untuk memperbaikinya segera agar bisa memenuhi target tambahan lima poin guna mendapatkan Sertifikat Adipura," kata Bupati Kudus Sam'ani Intakoris usai menerima kunjungan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq ke Tempat Pemprosesan Akhir Sampah (TPA) Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, Kudus, Jumat.

Untuk menyelesaikan permasalahan sampah tersebut, dia mengakui membutuhkan dukungan penuh dari seluruh elemen masyarakat, termasuk forkopimda, DPRD, dunia usaha, dan warga.

Ia menyampaikan Pemkab Kudus telah melakukan sejumlah langkah konkret, terutama setelah melakukan pertemuan dengan Menteri Lingkungan Hidup. Salah satunya dengan melakukan penutupan area TPA secara bertahap menggunakan tanah guna mengurangi dampak lingkungan.

"Setelah bertemu Pak Menteri, kita lakukan beberapa penutupan, termasuk penutupan dengan tanah. Dan pada tahun 2026 nanti kita akan melakukan penanganan sampah secara besar-besaran di Kudus," ujarnya.

Sam'ani juga menyampaikan menerima sanksi administratif yang diberikan pemerintah pusat. Dengan harapan sanksi tersebut bisa menjadi pengingat penting bahwa sampah dapat menjadi masalah serius jika tidak dikelola dengan baik.

"Dengan adanya sanksi ini, kami berharap semua pihak semakin sadar bahwa sampah itu bisa menjadi masalah ketika tidak dikelola dengan baik," ujarnya.

Untuk meningkatkan nilai pengelolaan sampah daerah, Pemkab Kudus menargetkan kenaikan lima poin agar keluar dari kategori kota kotor. Berbagai strategi disiapkan, mulai dari penutupan TPA dengan geotekstil yang kemudian ditutup tanah, optimalisasi pemanfaatan Refuse Derived Fuel (RDF) atau metode pengolahan sampah anorganik menjadi bahan bakar alternatif untuk industri semen, hingga penguatan pemilahan sampah dari sumbernya.

"Kita akan memaksimalkan RDF yang ada, termasuk RDF di Pura, serta melakukan pemilahan sampah. Perusahaan-perusahaan di Kudus, termasuk Djarum, juga terlibat dalam pengelolaan sampah organik melalui program Kudus Asik," jelasnya.

Pemkab Kudus juga mengalokasikan bantuan penanganan sampah sebesar Rp50 juta untuk setiap desa. Bantuan tersebut difokuskan pada pengelolaan sampah di tingkat desa dan penguatan Tempat Pengolahan Sampah (TPS).

Terkait rencana perluasan lahan TPA masih menunggu perizinan. Perluasan tersebut bukan untuk menambah timbunan sampah, melainkan untuk meningkatkan kapasitas pengolahan, termasuk RDF tambahan, pengolahan lindi, dan limbah lainnya.

Seiring berbagai upaya tersebut, kapasitas sampah yang masuk ke TPA juga mulai berkurang. Saat ini, volume sampah harian telah turun dari sekitar 400 ton menjadi 300 ton per hari.

"Saya yakin dengan kekuatan kita bersama, termasuk dukungan perusahaan-perusahaan, persoalan sampah di Kudus bisa kita tangani dengan serius," ujarnya.

Dengan diterimanya sanksi dari Kementerian LH, maka Pemkab Kudus masih menyandang kota kotor. Sedangkan ketika sudah memenuhi syarat pengelolaan dan bisa menambah lima poin, maka statusnya naik menjadi sertifikat adipura.

Hal itu, mengacu aturan terbaru dari Kementerian LH bahwa ada kriteria baru dalam mendapatkan adipura. Terdapat empat predikat yang bisa diraih oleh kabupaten/kota, mulai dari Adipura Kencana sebagai predikat tertinggi, Adipura, Sertifikat Adipura, hingga predikat Kota Kotor untuk status paling rendah. Sedangkan penilaiannya mencakup aspek kebijakan dan anggaran, kualitas sumber daya manusia (SDM) dan fasilitas pengelolaan sampah, hingga sistem pengelolaan sampah dan kebersihan kota secara menyeluruh.


Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Teguh Imam Wibowo
Copyright © ANTARA 2025