Purwokerto (ANTARA) - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Jawa Tengah, Hibnu Nugroho mengatakan perlu adanya evaluasi terhadap kurikulum pendidikan calon anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk mengantisipasi terjadinya penyalahgunaan kewenangan usai lulus dan melaksanakan tugas-tugas kepolisian.

"Itu penting, mengevaluasi kembali kurikulum pendidikan polisi, baik itu bintara, apalagi perwira, baik di Sekolah Polisi Negara maupun Akademi Kepolisian," kata Hibnu di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.

Menurut dia, evaluasi kurikulum pendidikan tersebut dikaitkan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Polri serta institusi Polri yang bertugas sebagai pengayom, pelindung, dan penegak hukum.

Selain itu, kata dia, perlu ada implementasi yang tegas di dalam menjalankan kewenangannya tersebut.

Dia melanjutkan, kemampuan psikologis calon polisi juga harus diperkuat selama menjalani pendidikan agar lebih mampu mengendalikan diri saat menjalankan tugas-tugas kepolisian terutama ketika membawa senjata.

"Sementara bagi yang sudah bertugas sebagai polisi, khususnya yang memegang senjata, saya kira pimpinan Polri harus mengasesmen kembali. Mengasesmen bahwa orang itu masih pas emosionalnya atau tidak, masih layak memegang senjata atau tidak, jangan semuanya bawa senjata karena polisi itu sebagai pengayom, pelindung, dan penegak hukum," katanya menyoroti sejumlah kasus yang melibatkan oknum polisi.

Terkait dengan pengayom dan pelindung, dia mengatakan dua hal tersebut harus ada evaluasi kembali mengenai bagaimana tindakan-tindakan yang dilakukan polisi itu memberikan rasa aman dan nyaman tapi tanpa menggunakan senjata.

"Di sini kan artinya peningkatan performa Polri, perlu ditingkatkan peningkatan performa, sehingga orang, penjahat, orang yang melakukan kejahatan itu akan segan, tidak mau melakukan," katanya menegaskan.

Oleh karena itu, kata dia, evaluasi terhadap pembinaan Polri dalam rangka sebagai pengayom dan pelindung untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat juga perlu dilakukan.

Dengan demikian, lanjut dia, anggota Polri yang memegang senjata harus dilakukan asesmen kembali untuk memastikan apakah masih layak memegang senjata atau tidak layak memegang senjata, karena tidak semua yang dihadapi merupakan penjahat kelas kakap.

"Itu perlu menjadi perhatian tersendiri bagi Polri. Selain itu, perlu adanya spesifik tugas yang diemban polisi, mana sebagai pengayom, mana sebagai pelindung, dan mana sebagai penegak hukum, jadi jangan tiga-tiganya menjadi satu tugas, berat nantinya polisi itu," katanya.

Terkait dengan hal itu, dia mengatakan perlu dilakukan evaluasi tupoksi Polri di dalam keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).

"Dalam konstitusi, tugas Polri itu terlalu banyak, pengayom, pelindung, dan penegak hukum, sehingga perlu ada suatu batasan yang tegas, perlu ada implementasi yang tepat, sehingga polisi menjadi tidak gamang," kata Hibnu.

Baca juga: Kuasa hukum Hotel Aruss tanggapi penyitaan oleh Bareskrim Polri


Pewarta : Sumarwoto
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2025