Semarang (ANTARA) - "Pembelajaran berdiferensiasi sangat cocok untuk diterapkan di sekolah demi melayani peserta didik sesuai kebutuhannya," kata Robingah*, Kepala SDN Sukomangli, Kabupaten Kendal ini menceritakan ketertarikannya.

Kepala sekolah Program Sekolah Penggerak (PSP) angkatan kedua ini menilai pembelajaran berdiferensiasi lebih diminati oleh peserta didik, karena mereka bisa belajar tanpa merasa ada beban atau paksaan.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan belajar murid. Guru memfasilitasi murid sesuai dengan kebutuhannya dan karena masing-masing murid memiliki karakteristik yang berbeda, maka mereka tidak bisa diberlakukan sama.

Untuk menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, guru perlu memikirkan tindakan yang masuk akal, karena tidak berarti bisa memberikan perlakuan berbeda antara murid yang pintar dan yang kurang pintar.

Ketertarikan Robingah terhadap pembelajaran berdiferensiasi pun diaplikasikan dengan mengajak sejumlah guru SDN Sukomangli melakukan koordinasi membahas tentang hasil pendampingan dari fasilitator PSP terkait implementasi Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP) dan melakukan perubahan dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran berdiferensiasi.

Untuk menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, diakui Robingah yang telah menjadi kepala sekolah sejak tahun 2017 ini tidak mudah. Semangat yang tumbuh, diskusi antarguru yang terus dilakukan, menjadikan pembelajaran berdiferensiasi setahap demi setahap mulai dilakukan.

"Prinsip kami adalah sederhana tapi nyata serta mau berusaha, kami menerapkan metode coba-coba (trial and error method). Pembelajaran yang tadinya biasa saja, setahap demi setahap mulai terlihat ada perubahan," kata Robingah yang menjadi pemimpin pembelajaran dan pernah menjadi instruktur nasional Sistem Informasi Manajemen Guru Pembelajar Online (SIM GPO).

Baca juga: Solusi itu bernama Guru Penggerak

Penerapan pembelajaran berdiferensiasi
Sebelum mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi, mula-mula guru dipandu untuk melakukan asesmen diagnostik, dengan tujuan untuk menggali kesiapan peserta didik dalam pembelajaran yang akan disajikan. Kemudian, hasilnya digunakan untuk memetakan peserta didik tersebut agar dalam pembelajaran benar-benar merasa nyaman dan tertarik, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan harapan..

"Pemetaan yang dimaksud bukan berarti untuk membeda-bedakan peserta didik atas dasar diskriminasi atau mengkotak-kotakkan kemampuan kognitifnya saja, karena dengan adanya pemetaan, justru akan memudahkan guru dalam membuat kelompok. Adapun minat, kesiapan, dan profil peserta didik yang tergambar dari hasil asesmen diagnosis tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dalam memfasilitasi pembelajaran," jelas Robingah.

Kepala sekolah berprestasi dan yang saat ini sebagai mahasiswa magister jurusan manajemen pendidikan ini menyebutkan ada tiga aspek yang perlu diperhatikan ketika guru menerapkan pembelajaran berdiferensiasi. Ketiga aspek itu meliputi diferensiasi konten, proses, dan produk.

Baca juga: Menggali potensi melalui Program Sejati

Menurutnya guru perlu memiliki keterampilan dalam memfasilitasi pembelajaran terhadap peserta didik yang beragam perbedaan dan hal itu justru yang merupakan tantangan, sehingga diperlukan semangat dan kreatifitas bagi guru.

Layanan pembelajaran berdiferensiasi dalam konten, proses, dan produk sangat memungkinkan adanya variasi kegiatan di dalam kelas. Begitu pula, untuk mengetahui hasil belajar peserta didik juga dapat dilakukan melalui asesmen formatif dengan tes maupun nontes.

Pembelajaran berdiferensiasi berkaitan dengan filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yakni among, dimana guru harus mampu menjadi tuntunan bagi hidup anak-anak agar dapat berkembang sesuai kodratnya dengan selamat.

Baca juga: Berkarya dan berinovasi tiada henti

*Robingah
 Kepala SDN Sukomangli, Kabupaten Kendal
Guru Diseminasi Program PINTAR Tanoto Foundation

Pewarta : KSM
Editor : Nur Istibsaroh
Copyright © ANTARA 2024