Semarang (ANTARA) - Usia muda sering disandingkan dengan keterbatasan pengalaman, namun hal itu tidak dapat menjadi halangan seseorang menjadi pemimpin.

Diannita Ayu Kurniasih* contohnya, ibu dari dua orang anak yang masih berusia 36 tahun ini diamanahi menjadi Kepala Sekolah Negeri 1 Kebumen, Kendal dengan beragam tantangan yang harus dihadapi

“Tidak mudah menjadi pemimpin di sekolah yang sejak dulu terkenal dengan sekolah yang berprestasi. Apalagi prestasi tersebut harus dibarengi dengan keselarasan pendidikan saat ini yang mengedepankan pendidikan yang berpihak pada siswa,” kata Diannita.

Diannita mengakui dengan posisinya yang sudah diembannya selama setahun ini, memaksanya untuk terus memeras otak agar sekolahnya terus banjir prestasi.

Jika sebelumnya pembelajaran di sekolah dilakukan dengan cara lama, Diannita tertantang untuk mengajak para pendidik di sekolahnya menerapkan pembelajaran aktif serta pembiasaan refleksi bagi guru.

“Hal ini sesuai dengan tugas kepala sekolah sebagai pemimpin refleksifitas guru dalam upaya perbaikan pelayanan kepada siswa. Saya mengenalkan, mengajak, serta mengevaluasi keterlaksanaan pembelajaran aktif dan pembiasaan reflektif bagi guru,” katanya.

Upaya tersebut, kata Diannita, ternyata selaras dengan hasil rapor pendidikan di sekolah. Kebiasaan reflektif menjadi hal yang patut ditingkatkan sebagai upaya peningkatan kualitas pembelajaran.

Baca juga: SDN Bringkeng 01 Cilacap jadi sekolah penggerak ramah inklusi

Pedoman hidup Diannita bahwa pemimpin adalah teladan, terus diterapkan dalam mengelola sekolah. Dia percaya bahwa satu teladan lebih bermakna dari seribu nasehat.

Berbekal pengalaman menjadi fasilitator pada program pendidikan guru penggerak, program PINTAR Tanoto Foundation, serta pengalaman menjadi guru selama belasan tahun, Diannita membagikan pengalamannya dalam merancang, melaksanakan, serta mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan melalui sebuah kegiatan reflektif rutin.

Tak segan, dia juga kerap masuk ke kelas untuk mengajar anak-anak dengan perencanaan lengkap, bukan sekadar menggantikan tugas guru yang berhalangan dengan mengajar menggunakan buku.

Diannita mengajak para guru untuk melaksanakan kegiatan refleksi secara rutin dalam kegiatan mingguan. Hal itu pun sudah dicontohkannya dengan menyusun jurnal refleksi mingguan kepala sekolah yang disusunnya secara rutin. Rekan-rekan guru di sekolahnya juga diajak untuk belajar bersama melakukan perbaikan berdasarkan refleksi yang dibuatnya.

Baca juga: Kurikulum Merdeka, Anak-anak belajar langsung ke laboratorium

Beragam perubahan yang dilakukan bersama-sama tersebut, dalam masa satu tahun kepemimpinannya membawa dampak positif. Saat ini sekolahnya telah ditetapkan sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dan menjadi sekolah model.

Untuk menerapkan sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dan menjadi sekolah model, para guru diikutkan dalam sejumlah pelatihan pendidikan inklusif.

Selain itu, dilakukan penyusunan instrumen untuk mengidentifikasi jenis inklusivitas siswa dengan kerja sama bersama sekolah luar biasa (SLB) serta belajar dari pengalaman sekolah lamanya yang juga sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.

Diannita merancang program sekolah yang dapat memfasilitasi siswa yang istimewa. Selain itu, dia juga menjalin kerja sama dengan pihak ketiga untuk penyediaan prasarana bagi penyandang disabilitas.

Kekurangan yang ada di sekolahnya tidak menjadi penghalang untuk berkarya dan berinovasi. Di sekolah yang tidak memiliki gedung serta sarana penunjang perpustakaan yang layak, dia tetap berupaya untuk menyediakan sumber literasi bagi siswanya.

Langkah yang dilakukan yakni dengan bekerja sama dengan alumni dalam penyediaan buku untuk menambah koleksi bahan bacaan. Selain itu, dia juga menggandeng perpustakaan daerah melalui perpustakaan keliling, serta mengupayakan sumber bacaan digital yang dapat diakses siswa maupun guru.

“Saya percaya, melalui pembiasaan membaca buku, pemahaman siswa maupun guru dapat lebih terbuka”, ujarnya mengenai keyakinan bahwa buku merupakan solusi jitu untuk membuka wawasan tidak hanya bagi siswa, tetapi juga para guru.

Baca juga: Tanamkan budi pekerti ke siswa dengan Si Panca

Melalui wawasan tersebut, dia yakin bahwa guru maupun siswa dapat berkarya lebih inovatif. Hal itu pun telah dibuktikannya yakni lebih dari 30 tulisannya telah ditayangkan di berbagai media cetak maupun elektronik.

Seluruh pencapaian tersebut tidak menjadikan akhir dari perjuangan sosok peraih anugerah ASN Handal tahun 2019 ini. Ia yakin dengan kolaborasi yang dikuatkannya bersama guru, siswa, dan orang tua, pendidikan di sekolahnya akan lebih baik.

*Diannita Ayu Kurniasih
Kepala sekolah SDN 1 Kebumen Kendal dan Fasilitator Program PINTAR Tanoto Foundation

 

Pewarta : KSM
Editor : Nur Istibsaroh
Copyright © ANTARA 2024