Purwokerto (ANTARA) - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Hibnu Nugroho menilai institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) saat ini memasuki era baru.

"Ini saatnya Polri era baru. Era barunya bahwa Polri mampu berusaha untuk melakukan bersih-bersih," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu.

Dalam hal ini, kata dia, jika biasanya bersih-bersih hanya pada tingkatan perwira menengah namun sekarang sudah merambah ke tingkatan jenderal.

Terbaru, lanjut dia, Polri berhasil mengungkap kasus narkoba yang melibatkan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Polisi Teddy Minahasa.

Oleh karena itu, Hibnu memberikan apresiasi atas upaya bersih-bersih di tubuh Polri tersebut.

"Memang sekarang dalam keadaan namanya turun, tetapi ini dalam rangka untuk melangkah yang lebih baik," kata Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu.

Menurut dia, bersih-bersih tersebut juga dalam rangka menjadikan Polri yang lebih presisi, lebih bermartabat, dan siap berintegritas ke depan.

"Enggak apa-apa sekarang hancur babak belur, tapi ini start menjadikan polisi masa depan," tegasnya.

Lebih lanjut, Hibnu meyakini pengungkapan kasus yang melibatkan Teddy Minahasa bukanlah upaya pengalihan isu yang dilakukan Polri untuk menutupi kasus-kasus lainnya seperti tragedi Kanjuruhan maupun kasus Ferdy Sambo.

Menurut dia, pengungkapan kasus yang melibatkan Teddy Minahasa merupakan dinamika penanganan dan penegakan hukum.

"Yang perlu diketahui penegakan kasus narkoba ini, kasusnya kan kasus menggunakan barang bukti, penggelapan barang bukti, yang dijual. Ini menjadi tonggak sejarah ke depan," jelasnya.

Kalau toh seorang jenderal pun tersangkut, kata dia, tidak menutup kemungkinan di level yang lain ada pula.

Oleh karena itu, lanjut dia, pengungkapan kasus Teddy Minahasa tersebut merupakan momentum Polri untuk ke depan menjadi lebih baik.

Hibnu mengatakan kasus yang dihadapi Teddy Minahasa sangat mencoreng institusi Polri karena yang bersangkutan merupakan seorang penegak hukum berpangkat jenderal bintang dua dan modusnya dilakukan dengan cara menggelapkan serta menjual barang bukti.

"Itu sudah sangat tercela, sehingga yang bersangkutan harus mendapatkan ancaman hukuman maksimal 20 tahun atau mati karena itu (barang bukti narkoba) golongan I," katanya.

Menurut dia, modus yang dilakukan mantan Kapolda Sumatra Barat itu sudah merupakan modus niatan yang sempurna untuk menggelapkan barang bukti sabu-sabu yang seharusnya dimusnahkan dan menggantikannya dengan tawas.

Ia mengatakan kasus Teddy Minahasa bisa menjadi evaluasi ke depan ketika ada pemusnahan barang bukti harus dipastikan bahwa yang akan dimusnahkan itu barang bukti murni ataukah jadi-jadian.

"Saat ini, yang ditunggu masyarakat dari Polri adalah pengusutan tuntas Konsorsium 303 karena sebagai bukti awal sudah, tinggal bagaimana komitmen Polri untuk mengungkap kasus seperti ini," kata Hibnu. 
 

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024