Semarang (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten tengah mencanangkan program penanaman padi Rojolele Srinar dan Srinuk secara masif dan para aparatur sipil negara (ASN) setempat diimbau membelinya untuk memaksimalkan penyerapan hasil panen.
Salah satu bentuk doorongan serius untuk memaksimalkan pengembangan varietas padi unggulan tersebut, Bupati Klaten juga telah menerbitkan Inbup Nomor 1 Tahun 2020 yang berisi imbauan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk membeli beras Rojolele Srinar-Srinuk yang merupakan produk lokal Klaten.
Adanya Inbup tersebut, diharapkan ASN bisa ikut membeli varian beras Rojolele yang telah dikembangkan sejak 2013 tersebut, sehingga hasil panen petani padi dapat terserap optimal.
Hingga saat ini jumlah lahan tanam varietas padi unggulan asli Kota Bersinar ini terus bertambah dan semakin banyak petani lokal yang ikut menanam.
Baca juga: Pemkab Klaten salurkan bantuan untuk warga terdampak longsor di Kabupaten Lebak
Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (DPKPP) Klaten Widiyanti mengatakan saat ini lahan pengembangan padi Rojolele Srinar-Srinuk mencapai 150 hektare.
Seluas 100 hektare merupakan lahan yang diinisiasi oleh Pemkab Klaten dan sisanya dikembangkan oleh petani lokal secara mandiri serta tersebar di 12 kecamatan; Polanharjo, Delanggu, Wonosari, Juwiring, Karanganom, Trucuk, Ceper, Kalikotes, Klaten Selatan, Jogonalan, Karangnongko, dan Manisrenggo.
"Bertambahnya petani yang menanam dan ikut mengembangkan padi Srinar-Srinuk ini harus diimbangi dengan jaminan panennya terserap," kata Widiyanti di Klaten, Kamis (18/11/2021).
Tidak hanya menjamin keterserapan panen padi Rojolele Srinar-Srinuk di tingkat petani, kata Widiyanti, kebijakan tersebut juga turut meningkatkan kesejahteraan petani karena peningkatan harga jual gabah kering panen.
Menurutnya harga gabah kering panen dari varietas padi yang biasa ditanam petani lokal rata-rata Rp3.800 hingga Rp4.200 per kilogram, dengan menanam varietas Rojolele Srinar-Srinuk, gabah kering panen petani dihargai Rp4.800 hingga Rp5.000 per kilogram.
"Maka dari itu diharapkan semakin banyak petani Klaten yang berminat menanam padi Rojolele Srinar dan Srinuk serta semakin menguatkan ikon beras Rojolele sebagai produk unggulan Klaten,” katanya,
Baca juga: Atlet paralympic asal Klaten kembali sumbang 2 medali emas
Menurut Widiyanti kebijakan tersebut juga bertujuan untuk memasyarakatkan beras Rojolele yang diinisiasi oleh ASN, kemudian beras Rojolele Srinar dan Srinuk bisa lebih dikenal masyarakat umum.
"Dulu hanya segelintir kalangan yang bisa menikmati beras Rojolele. Selain karena harganya mahal, jumlah panennya juga terbatas karena masa tanam varietas asli Rojolele sampai 6 bulan. Sementara dengan hadirnya Srinar-Srinuk, semakin banyak masyarakat yang ikut menikmati Rojolele," katanya.
Kepala Badan Perencanaan Dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Klaten Sunarna menambahkan untuk mengakomodasi penyerapan panen petani melalui Ingub tersebut memang merupakan imbauan, namun diharapkan bisa membantu para petani.
"Tentunya di peraturan tersebut tidak diwajibkan namun diimbau. Padi Rojolele Srinar-Srinuk merupakan hasil penelitian 6 tahun dan menjadi ikonnya Klaten sebagai salah satu daerah penunjang pangan Jawa Tengah," kata Sunarna.
Baca juga: Pemkab Klaten target selesaikan vaksinasi akhir tahun
Dirut Perusda Aneka Usaha Klaten Sukardi mengatakan beras Rojolele Srinar-Srinuk baru dijual secara terbatas di kalangan ASN, karena terbatasnya jumlah panen di tingkat petani serta pengembangan yang terbatas.
Beras Rojolele Srinar-Srinuk dijual dengan harga Rp13.000 per kilogram, menurut Sukardi harga ini relatif lebih murah dibandingkan harga beras premium di pasaran.
Baca juga: Atlet Paralympic asal Klaten sumbang 7 medali
"Harga ini diambil untuk menjaga kepentingan dua pihak. Pertama, ASN sebagai konsumen agar tidak terbebani harga yang terlalu mahal, dan kedua, petani sebagai produsen. Kalau harganya terlalu rendah, dikhawatirkan akan mempengaruhi harga beli gabah kering panen di tingkat petani, padahal kehadiran varietas padi Rojolele Srinar-Srinuk untuk turut meningkatkan kesejahteraan petani," kata Sukardi.
Salah satu bentuk doorongan serius untuk memaksimalkan pengembangan varietas padi unggulan tersebut, Bupati Klaten juga telah menerbitkan Inbup Nomor 1 Tahun 2020 yang berisi imbauan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk membeli beras Rojolele Srinar-Srinuk yang merupakan produk lokal Klaten.
Adanya Inbup tersebut, diharapkan ASN bisa ikut membeli varian beras Rojolele yang telah dikembangkan sejak 2013 tersebut, sehingga hasil panen petani padi dapat terserap optimal.
Hingga saat ini jumlah lahan tanam varietas padi unggulan asli Kota Bersinar ini terus bertambah dan semakin banyak petani lokal yang ikut menanam.
Baca juga: Pemkab Klaten salurkan bantuan untuk warga terdampak longsor di Kabupaten Lebak
Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (DPKPP) Klaten Widiyanti mengatakan saat ini lahan pengembangan padi Rojolele Srinar-Srinuk mencapai 150 hektare.
Seluas 100 hektare merupakan lahan yang diinisiasi oleh Pemkab Klaten dan sisanya dikembangkan oleh petani lokal secara mandiri serta tersebar di 12 kecamatan; Polanharjo, Delanggu, Wonosari, Juwiring, Karanganom, Trucuk, Ceper, Kalikotes, Klaten Selatan, Jogonalan, Karangnongko, dan Manisrenggo.
"Bertambahnya petani yang menanam dan ikut mengembangkan padi Srinar-Srinuk ini harus diimbangi dengan jaminan panennya terserap," kata Widiyanti di Klaten, Kamis (18/11/2021).
Tidak hanya menjamin keterserapan panen padi Rojolele Srinar-Srinuk di tingkat petani, kata Widiyanti, kebijakan tersebut juga turut meningkatkan kesejahteraan petani karena peningkatan harga jual gabah kering panen.
Menurutnya harga gabah kering panen dari varietas padi yang biasa ditanam petani lokal rata-rata Rp3.800 hingga Rp4.200 per kilogram, dengan menanam varietas Rojolele Srinar-Srinuk, gabah kering panen petani dihargai Rp4.800 hingga Rp5.000 per kilogram.
"Maka dari itu diharapkan semakin banyak petani Klaten yang berminat menanam padi Rojolele Srinar dan Srinuk serta semakin menguatkan ikon beras Rojolele sebagai produk unggulan Klaten,” katanya,
Baca juga: Atlet paralympic asal Klaten kembali sumbang 2 medali emas
Menurut Widiyanti kebijakan tersebut juga bertujuan untuk memasyarakatkan beras Rojolele yang diinisiasi oleh ASN, kemudian beras Rojolele Srinar dan Srinuk bisa lebih dikenal masyarakat umum.
"Dulu hanya segelintir kalangan yang bisa menikmati beras Rojolele. Selain karena harganya mahal, jumlah panennya juga terbatas karena masa tanam varietas asli Rojolele sampai 6 bulan. Sementara dengan hadirnya Srinar-Srinuk, semakin banyak masyarakat yang ikut menikmati Rojolele," katanya.
Kepala Badan Perencanaan Dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Klaten Sunarna menambahkan untuk mengakomodasi penyerapan panen petani melalui Ingub tersebut memang merupakan imbauan, namun diharapkan bisa membantu para petani.
"Tentunya di peraturan tersebut tidak diwajibkan namun diimbau. Padi Rojolele Srinar-Srinuk merupakan hasil penelitian 6 tahun dan menjadi ikonnya Klaten sebagai salah satu daerah penunjang pangan Jawa Tengah," kata Sunarna.
Baca juga: Pemkab Klaten target selesaikan vaksinasi akhir tahun
Dirut Perusda Aneka Usaha Klaten Sukardi mengatakan beras Rojolele Srinar-Srinuk baru dijual secara terbatas di kalangan ASN, karena terbatasnya jumlah panen di tingkat petani serta pengembangan yang terbatas.
Beras Rojolele Srinar-Srinuk dijual dengan harga Rp13.000 per kilogram, menurut Sukardi harga ini relatif lebih murah dibandingkan harga beras premium di pasaran.
Baca juga: Atlet Paralympic asal Klaten sumbang 7 medali
"Harga ini diambil untuk menjaga kepentingan dua pihak. Pertama, ASN sebagai konsumen agar tidak terbebani harga yang terlalu mahal, dan kedua, petani sebagai produsen. Kalau harganya terlalu rendah, dikhawatirkan akan mempengaruhi harga beli gabah kering panen di tingkat petani, padahal kehadiran varietas padi Rojolele Srinar-Srinuk untuk turut meningkatkan kesejahteraan petani," kata Sukardi.