Semarang (ANTARA) - Kasus perceraian di Jawa Tengah tergolong sangat tinggi, mencapai 37 persen, sehingga Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4) setempat diminta turun tangan.

Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen minta badan tersebut berpartisipasi aktif menurunkan kasus tersebut, sebab angka perceraian di Jateng kini sangat tinggi.

''Kami berharap BP4 Jateng bersinergi dengan LPTQ Jateng untuk mengendalikan dan menurunkan angka perceraian di Jateng. Pada tahun 2020 Jateng menempati peringkat pertama dalam hal perceraian, yakni 65.755 kasus. Disusul Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera Utara,'' katanya pada pengukuhan pengurus BP4 Jateng 2021-2025 dan Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Jateng 2021-2026, Jumat (12/11).

Hadir pada kesempatan itu Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jateng Mustain Ahmad, Ketua Umum MUI Jateng KH Ahmad Darodji, serta para tamu undangan.

Ketua BP4 Jateng dijabat oleh Nur Khoirin YD, Wakil Ketua I Moh Arifin, Wakil Ketua II Eman Sulaeman, dan Wakil Ketua III Mohammad Saronji. Sekretaris Kabid Urais Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah, Wakil Sekretaris Khamdani, Bendahara Muhtasit, Wakil Bendahara Maksun. Kepengurusan dilengkapi dengan Dewan Penasihat, Dewan Pakar, serta beberapa bidang terkait.
  Pengurus BP4 Jateng foto bersama setelah dikukuhkan oleh Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen di Grhadhika Bakti Praja, Jumat (12/11). Dok. BP4 
Edukasi Pernikahan
Untuk menekan angka perceraian, ujar Wagub Taj Yasin, BP4 Jateng diharapkan memberikan edukasi kepada anak-anak terkait pernikahan.

Dengan edukasi yang baik oleh BP4 dan LPTQ Jateng diharapkan saat pasangan hendak menikah maka bagi calon suami sudah mengetahui hak-hak dan tanggung jawabnya.

Begitu pula dengan calon istri, juga mengetahui kewajiban-kewajibannya, antara lain, menutup ruang-ruang kekurangan suami.

Dengan demikian, diharapkan suaminya akan menjadi imam keluarga yang baik, karena didampingi oleh istri yang baik juga.

Dijelaskan, tingginya angka perceraian di Jateng sebenarnya sudah terjadi saat dirinya masih menjadi anggota Komisi E DPRD Jateng. Tahun 2015, misalnya, angka perceraian tertinggi adalah di Kabupaten Wonogiri.

Untuk menekan dan mengendalikan angka perceraian di Jateng bahkan telah dibentuk Perda tentang Ketahanan Keluarga.

Menurutnya, perceraian menimbulkan masalah baru, di antaranya, anak-anak tidak atau kurang terurus.

Adapun penyebab perceraian, antara lain, keluarga kurang harmonis, masalah ekonomi, dan pernikahan pada usia dini.

''Sekarang dengan aturan yang ada, pemerintah ingin menghilangkan atau menekan pernikahan di bawah umur. Upaya ini sekaligus untuk meminimalisasi terjadinya perceraian,'' katanya.

Terpisah Ketua BP4 Jateng Nur Khoirin menjelaskan persentase angka perceraian di Jateng mencapai 37 persen.

Artinya, setiap 100 pernikahan di Jateng,  37 pasangan di antaranya berakhir dengan perceraian.

''Angka perceraian yang mencapai 37 persen di Jateng ini jelas sangat mengkhawatirkan. Karena itu, BP4 Jateng akan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memberikan edukasi pernikahan. Langkah ini untuk mengendalikan dan meminimalisasi angka perceraian di Jateng,'' katanya dalam siaran pers dikutip pada Sabtu (13/11).

Pewarta : Zaenal
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024