Semarang (ANTARA) - PLN mengimbau masyarakat tidak mudah percaya dengan promosi alat yang dapat menghemat tagihan rekening listrik, karena klaim tersebut dinilai tak bisa dipertanggungjawabkan, apalagi penghematan listrik seharusnya tidak dari alat tetapi dari perilaku konsumen.

"Kami tegaskan bahwa PLN tidak pernah mengeluarkan produk berupa alat penghemat listrik," kata Vice President Public Relation PLN Dwi Suryo Abdullah dalam keterangan pers yang diterima di Semarang, Senin.

Dwi Suryo mengakui belakangan ini banyak beredar promosi alat penghemat listrik dalam berbagai bentuk yang menyasar masyarakat, oleh karena itu PLN meminta masyarakat lebih waspada dan tidak memasang alat penghemat listrik yang ditawarkan oleh pihak mana pun, termasuk yang mengaku petugas resmi dari PLN.

Alat penghemat listrik yang ditawarkan, lanjut Dwi Suryo, umumnya berupa peralatan kompensator daya yang diklaim mampu menghemat listrik atau mampu memperkecil pembacaan nilai daya aktif yang terukur pada kWh meter.

Kajian di berbagai laboratorium teknik dilakukan melalui pengukuran langsung nilai daya dan energi, sudut fasa, harmonisa, juga pengamatan bentuk gelombang arus dan tegangan dengan menggunakan peralatan Power Quality and Energi Analyzer serta Osiloskop. Pengukuran dilakukan pada dua kondisi yaitu ketika alat kompensator daya digunakan maupun tanpa alat kompensator daya.

Hasil kajian dari berbagai merek dagang, lanjut Dwi Suryo, penggunaan alat kompensator daya tidak memberikan dampak terhadap konsumsi daya aktif oleh beban dengan demikian alat kompensator daya tidak dapat membantu mengurangi konsumsi energi pada pelanggan dan tidak mempengaruhi pengukuran energi pada kWh meter.

Baca juga: PLN siaga jaga pasokan listrik di tengah pandemi COVID-19

Semua alat penghemat listrik yang diteliti dilaboratorium dan beredar di pasaran merupakan komponen pasif yang terdiri dari kapasitor dengan rangkaian pendukungnya dan saat dipasang pada beban rumah tangga yang bersifat resisitif penggunaan alat penghemat listrik dapat memperburuk faktor daya dan justru akan memperbesar energi terukur.

“Jadi alat penghemat listrik hampir pasti tidak bisa mengurangi tagihan listrik,” ujar Dwi.

Mengapa tidak bisa? lanjut Dwi Suryo, karena alat tersebut mengurangi arus, atau mengurangi energi reaktif (VAr), bukan energi aktif (Watt), sementara yang dibayar konsumen adalah energi aktif (Watt) dikali waktu, yang satuannya kilo Watt-Jam, atau kWh.

“Lalu, mengapa jawabannya hampir pasti tidak bisa? Ya, karena untuk pelanggan tertentu khususnya berdaya terpasang yang besar, PLN membatasi penggunaan energi reaktif (kVArh) dengan memasang kVArh-meter. Artinya apabila pelanggan memakai lebih dari batas daya reaktif yang dikonsumsi, akan dikenakan biaya yang diukur oleh kVArh,” jelas Dwi.

Sehingga pengunaan alat hemat listrik yang dipromosikan, lanjut Dwi, bisa saja memang dapat mengurangi kompensasi kelebihan kVArh namun harus dihitung betul berapa daya reaktif yang akan dikompensasi oleh alat tersebut.

Dengan hasil kajian tersebut PLN mengimbau kepada seluruh pelanggan untuk tidak memasang alat penghemat listrik yang ditawarkan karena tidak terbukti dapat mengurangi tagihan listrik bahkan akan meningkatkan pengukuran energi listrik.

Peningkatan tagihan biasanya sejalan dengan penambahan penggunaan listrik dan terkadang merasa kalau peralatan elektronik bertambah, misalnya dulu tidak menggunakan ac, sekarang menggunakan ac ataupun alat elektronik lain sehingga akan meningkatkan penggunaan listrik apalagi tarif listrik khususya untuk rumah tangga sejak 2017 tidak pernah ada kenaikan yaitu sebesar Rp1.467/kwh.

Baca juga: Polisi bubarkan kerumunan antisipasi COVID-19

Pewarta : Nur Istibsaroh
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024