Jepara (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, menganggap angka temuan kasus stunting atau kekerdilan pada anak di daerahnya sebesar 20.84 persen dari total 41.298 balita cukup menghkawatirkan dan perlu segera ditanggulangi agar semakin berkurang, kata Asisten III Sekda Kabupaten Jepara M. Fadkurrozi.
"Angka kasus kekerdilan tersebut merupakan data per Agustus 2019 yang diperolah dari aplikasi elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM)," ujarnya mewakili Pelaksana tugas Bupati Kudus Dian Kristiandi menghadiri acara "Rembuk Stunting" di ruang rapat Sosrokartono, lantai I Kantor Bupati Jepara, Selasa.
Untuk itulah, kata dia, Pemkab Jepara kini tengah menggencarkan berbagai strategi guna menurunkan jumlah balita yang mengalami kekerdilan tersebut.
Ia menganggap kondisi tersebut karena masalah kurang gizi kronis, yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu cukup lama, serta terjadinya infeksi berulang.
Baca juga: 12 desa di Pati miliki kasus kekerdilan tinggi
Berdasarkan data Dinkes Kabupaten Jepara, bayi di daerah ini lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga mengalami peningkatan, yakni mencapai 3,22 persen pada 2018.
Demikian juga dengan bayi di bawah dua tahun berstatus Bawah Garis Merah (BGM) meningkat menjadi 3,50 persen pada tahun yang sama.
"Kondisi ini sudah termasuk meresahkan. Jika tidak segera ditanggulangi dapat menimbulkan berbagai potensi kerugian, baik dibidang kesehatan hingga pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Menurut dia bukan cuma dampak fisik saja yang mungkin timbul dari tubuh pendek anak, risiko lainnya yakni kesulitan belajar, kemampuan kognitifnya lemah, mudah lelah, dan tidak lincah dibandingkan anak-anak lain seusianya.
Biasanya, lanjut dia, kekerdilan juga berrisiko lebih tinggi terserang penyakit infeksi di kemudian hari, karena sistem kekebalan tubuhnya lemah.
Lebih lanjut Fadkurrozi menambahkan, berdasarkan data yang telah diolah ada 30 desa yang akan menjadi prioritas dalam pencegahan kasus kerdil pada tahun 2020 sampai 2022.
Sepuluh desa pertama, yakni, Desa Pecangaan Kulon dan Troso (Kecamatan Pecangaan), Desa Blingoh dan Bandungharjo (Kecamatan Donorojo), Desa Rau, Sowan Lor, dan Bugel (Kecamatan Kedung), Desa Gidangelo (Kecamatan Welahan), Desa Bandung (Kecamatan Mayong), dan Desa Ngetuk (Kecamatan Nalumsari).
Ia menambahkan kasus ini merupakan satu lingkaran yang tidak terputus, jika tidak ditopang dengan intervensi semua pihak dalam pencegahannya.
"Intervensi pencegahan stunting ini tidak hanya menjadi tugas Dinkes, tetapi semua dinas terlibat sesuai tupoksinya," ujarnya.
Ia mengajak masyarakat agar menjaga kebersihan lingkungan, penyediaan air bersih, serta sanitasi, sebab menjadi satu indikator yang dapat menekan angka kasus kerdil saat ini.
Sementara itu terkait dengan pengurangan jumlah kasus gagal tumbuh, Kepala Bappeda Kabupaten Jepara Sujarot merinci sejumlah strategi, seperti analisa situasi, rencana kegiatan, rembuk stunting, dan Perbup tentang peran desa.
Selanjutnya, kata dia, keterlibatan Kader Pengembangan Manusia (KPM), manajemen data, pengukuran dan publikasi, serta review kinerja tahunan.
Baca juga: 21 persen balita Kudus kerdil
Baca juga: Atasi kekerdilan, kades di Jateng bisa gunakan dana desa
Baca juga: Daun kelor bisa atasi kekerdilan? Ini penjelasannya
"Angka kasus kekerdilan tersebut merupakan data per Agustus 2019 yang diperolah dari aplikasi elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM)," ujarnya mewakili Pelaksana tugas Bupati Kudus Dian Kristiandi menghadiri acara "Rembuk Stunting" di ruang rapat Sosrokartono, lantai I Kantor Bupati Jepara, Selasa.
Untuk itulah, kata dia, Pemkab Jepara kini tengah menggencarkan berbagai strategi guna menurunkan jumlah balita yang mengalami kekerdilan tersebut.
Ia menganggap kondisi tersebut karena masalah kurang gizi kronis, yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu cukup lama, serta terjadinya infeksi berulang.
Baca juga: 12 desa di Pati miliki kasus kekerdilan tinggi
Berdasarkan data Dinkes Kabupaten Jepara, bayi di daerah ini lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga mengalami peningkatan, yakni mencapai 3,22 persen pada 2018.
Demikian juga dengan bayi di bawah dua tahun berstatus Bawah Garis Merah (BGM) meningkat menjadi 3,50 persen pada tahun yang sama.
"Kondisi ini sudah termasuk meresahkan. Jika tidak segera ditanggulangi dapat menimbulkan berbagai potensi kerugian, baik dibidang kesehatan hingga pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Menurut dia bukan cuma dampak fisik saja yang mungkin timbul dari tubuh pendek anak, risiko lainnya yakni kesulitan belajar, kemampuan kognitifnya lemah, mudah lelah, dan tidak lincah dibandingkan anak-anak lain seusianya.
Biasanya, lanjut dia, kekerdilan juga berrisiko lebih tinggi terserang penyakit infeksi di kemudian hari, karena sistem kekebalan tubuhnya lemah.
Lebih lanjut Fadkurrozi menambahkan, berdasarkan data yang telah diolah ada 30 desa yang akan menjadi prioritas dalam pencegahan kasus kerdil pada tahun 2020 sampai 2022.
Sepuluh desa pertama, yakni, Desa Pecangaan Kulon dan Troso (Kecamatan Pecangaan), Desa Blingoh dan Bandungharjo (Kecamatan Donorojo), Desa Rau, Sowan Lor, dan Bugel (Kecamatan Kedung), Desa Gidangelo (Kecamatan Welahan), Desa Bandung (Kecamatan Mayong), dan Desa Ngetuk (Kecamatan Nalumsari).
Ia menambahkan kasus ini merupakan satu lingkaran yang tidak terputus, jika tidak ditopang dengan intervensi semua pihak dalam pencegahannya.
"Intervensi pencegahan stunting ini tidak hanya menjadi tugas Dinkes, tetapi semua dinas terlibat sesuai tupoksinya," ujarnya.
Ia mengajak masyarakat agar menjaga kebersihan lingkungan, penyediaan air bersih, serta sanitasi, sebab menjadi satu indikator yang dapat menekan angka kasus kerdil saat ini.
Sementara itu terkait dengan pengurangan jumlah kasus gagal tumbuh, Kepala Bappeda Kabupaten Jepara Sujarot merinci sejumlah strategi, seperti analisa situasi, rencana kegiatan, rembuk stunting, dan Perbup tentang peran desa.
Selanjutnya, kata dia, keterlibatan Kader Pengembangan Manusia (KPM), manajemen data, pengukuran dan publikasi, serta review kinerja tahunan.
Baca juga: 21 persen balita Kudus kerdil
Baca juga: Atasi kekerdilan, kades di Jateng bisa gunakan dana desa
Baca juga: Daun kelor bisa atasi kekerdilan? Ini penjelasannya