Solo (ANTARA) - Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) memperkirakan volume ekspor mebel di Soloraya meningkat seiring dengan terjadinya perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok.
"Meski demikian besarannya belum signifikan. Kemungkinan akan terlihat jelas pada tiga bulan ke depan. Kami berharap ada peningkatan 15 persen dibandingkan tahun lalu," kata Ketua Himki Soloraya Adi Dharma di Solo, Rabu.
Ia mengatakan jika dimanfaatkan dengan baik, terjadinya perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok bisa menjadi kesempatan emas bagi Indonesia untuk menggantikan peran sebagai produsen.
Meski demikian, diakuinya, Indonesia bukan menjadi satu-satunya negara yang memanfaatkan situasi tersebut. Menurut dia, ada beberapa negara produsen lain yang juga mengambil keuntungan dari kondisi ini.
Baca juga: Ekspor mebel ditarget naik 11 persen
"Saat ini justru permintaan barang lebih banyak ke India dan Vietnam. Kemungkinan karena faktor 'labor cost' (upah tenaga kerja, red). Oleh karena itu, Indonesia harus hati-hati jika 'labor cost' terus naik karena berdampak pada daya saing," katanya.
Sementara itu, jika dilihat dari sisi kualitas, produk mebel asal Indonesia tidak kalah jika dibandingkan dari negara lain.
"Keunggulan produk mebel lokal ada pada keunikan dan kualitas kerajinan tangan. Kalau produk massal kami memang kalah dibandingkan Tiongkok maupun Vietnam tetapi produk unik kami lebih kuat," katanya.
Oleh karena itu, dikatakannya, perlu adanya penguatan kreativitas, pelatihan desain, dan kreativitas mengemas produk. Dengan demikian, diharapkan jumlah volume ekspor bisa lebih meningkat.
Berdasarkan data dari Dinas Perdagangan Kota Surakarta, untuk volume ekspor mebel kayu di sepanjang tahun 2018 sebanyak 452.413,50 kg dengan nilai 4,15 juta dolar Amerika Serikat.
"Sedangkan untuk data di 2019, realisasi ekspor mebel kayu antara Januari hingga Mei, jumlah volumenya bervariasi, antara 31.000-49.000 kg," katanya.
Baca juga: Nilai ekspor Jateng ditargetkan 6,151 miliar dolar AS
Baca juga: Jateng targetkan ekspor mebel mencapai 2 miliar dolar AS
"Meski demikian besarannya belum signifikan. Kemungkinan akan terlihat jelas pada tiga bulan ke depan. Kami berharap ada peningkatan 15 persen dibandingkan tahun lalu," kata Ketua Himki Soloraya Adi Dharma di Solo, Rabu.
Ia mengatakan jika dimanfaatkan dengan baik, terjadinya perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok bisa menjadi kesempatan emas bagi Indonesia untuk menggantikan peran sebagai produsen.
Meski demikian, diakuinya, Indonesia bukan menjadi satu-satunya negara yang memanfaatkan situasi tersebut. Menurut dia, ada beberapa negara produsen lain yang juga mengambil keuntungan dari kondisi ini.
Baca juga: Ekspor mebel ditarget naik 11 persen
"Saat ini justru permintaan barang lebih banyak ke India dan Vietnam. Kemungkinan karena faktor 'labor cost' (upah tenaga kerja, red). Oleh karena itu, Indonesia harus hati-hati jika 'labor cost' terus naik karena berdampak pada daya saing," katanya.
Sementara itu, jika dilihat dari sisi kualitas, produk mebel asal Indonesia tidak kalah jika dibandingkan dari negara lain.
"Keunggulan produk mebel lokal ada pada keunikan dan kualitas kerajinan tangan. Kalau produk massal kami memang kalah dibandingkan Tiongkok maupun Vietnam tetapi produk unik kami lebih kuat," katanya.
Oleh karena itu, dikatakannya, perlu adanya penguatan kreativitas, pelatihan desain, dan kreativitas mengemas produk. Dengan demikian, diharapkan jumlah volume ekspor bisa lebih meningkat.
Berdasarkan data dari Dinas Perdagangan Kota Surakarta, untuk volume ekspor mebel kayu di sepanjang tahun 2018 sebanyak 452.413,50 kg dengan nilai 4,15 juta dolar Amerika Serikat.
"Sedangkan untuk data di 2019, realisasi ekspor mebel kayu antara Januari hingga Mei, jumlah volumenya bervariasi, antara 31.000-49.000 kg," katanya.
Baca juga: Nilai ekspor Jateng ditargetkan 6,151 miliar dolar AS
Baca juga: Jateng targetkan ekspor mebel mencapai 2 miliar dolar AS