Kudus (Antaranews Jateng) - Pengusaha konveksi Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, dituntut kreatif dalam memasarkan produknya, menyusul melambungnya harga sejumlah bahan baku saat ini.
Menurut pemilik usaha konveksi The House of Quenna Kudus Ulwan Hakim di Kudus, Rabu, sejumlah bahan baku yang mengalami kenaikan, yakni benang dan kain.
Kedua bahan baku yang dibutuhkan dalam membuat pakaian jadi, katanya, merupakan produk impor.
Harga benang sebelumnya, kata dia, berkisar Rp121.000 per lusin, kini naik menjadi Rp125.000 per lusin.
Kenaikan serupa terjadi pada kain kaos, katanya, saat ini mengalami kenaikan hingga Rp10.000 per kilogram menjadi Rp70.000/kg.
Sementara kain biasa, kata Ulwan, kenaikannya berkisar 9 persen.
Ia mencontohkan untuk kain American drail awalnya dibeli dengan harga Rp16.500 per yard kini naik menjadi Rp18.000 per yard.
Meskipun beberapa harga bahan baku mengalami kenaikan, lanjut dia, dirinya belum berani menaikkan harga jual pakaian di pasaran.
Untuk menyiasati kenaikan harga bahan baku, katanya, dirinya lebih memilih menawarkan produknya kepada sejumlah organisasi maupun pelaku usaha yang memang membutuhkan seragam dalam jumlah besar.
"Dengan adanya pesanan dalam jumlah banyak, maka harga jual yang ditawarkan tetap kompetitif dan masih bisa mendapatkan keuntungan meskipun ada kenaikan harga bahan baku," ujarnya.
Terkait dampak kenaikan harga jual bahan bakar minyak (BBM), katanya, belum dirasakan karena harga sejumlah bahan baku utama untuk pembuatan pakaian jadi lebih dahulu mengalami kenaikan.
Pemilik Dahlia Bordir Kudus Saadah mengaku terpaksa menaikkan harga kain bordir hasil produksinya, menyusul naiknya harga benang maupun kain.
Untuk kenaikan harga jual benang, kata dia, hanya 20 persen, sedangkan kenaikan tertinggi terjadi pada bahan baku kain sutera.
"Kain sutera yang awalnya hanya Rp225.000 per meter, kini melonjak menjadi Rp425.000/meternya," ujarnya.
Meskipun harga kerajinan bordir mengalami kenaikan, kata dia, kualitas tetap dijaga agar konsumennya tidak kecewa dengan produk bordir khas Kudus.
Menurut pemilik usaha konveksi The House of Quenna Kudus Ulwan Hakim di Kudus, Rabu, sejumlah bahan baku yang mengalami kenaikan, yakni benang dan kain.
Kedua bahan baku yang dibutuhkan dalam membuat pakaian jadi, katanya, merupakan produk impor.
Harga benang sebelumnya, kata dia, berkisar Rp121.000 per lusin, kini naik menjadi Rp125.000 per lusin.
Kenaikan serupa terjadi pada kain kaos, katanya, saat ini mengalami kenaikan hingga Rp10.000 per kilogram menjadi Rp70.000/kg.
Sementara kain biasa, kata Ulwan, kenaikannya berkisar 9 persen.
Ia mencontohkan untuk kain American drail awalnya dibeli dengan harga Rp16.500 per yard kini naik menjadi Rp18.000 per yard.
Meskipun beberapa harga bahan baku mengalami kenaikan, lanjut dia, dirinya belum berani menaikkan harga jual pakaian di pasaran.
Untuk menyiasati kenaikan harga bahan baku, katanya, dirinya lebih memilih menawarkan produknya kepada sejumlah organisasi maupun pelaku usaha yang memang membutuhkan seragam dalam jumlah besar.
"Dengan adanya pesanan dalam jumlah banyak, maka harga jual yang ditawarkan tetap kompetitif dan masih bisa mendapatkan keuntungan meskipun ada kenaikan harga bahan baku," ujarnya.
Terkait dampak kenaikan harga jual bahan bakar minyak (BBM), katanya, belum dirasakan karena harga sejumlah bahan baku utama untuk pembuatan pakaian jadi lebih dahulu mengalami kenaikan.
Pemilik Dahlia Bordir Kudus Saadah mengaku terpaksa menaikkan harga kain bordir hasil produksinya, menyusul naiknya harga benang maupun kain.
Untuk kenaikan harga jual benang, kata dia, hanya 20 persen, sedangkan kenaikan tertinggi terjadi pada bahan baku kain sutera.
"Kain sutera yang awalnya hanya Rp225.000 per meter, kini melonjak menjadi Rp425.000/meternya," ujarnya.
Meskipun harga kerajinan bordir mengalami kenaikan, kata dia, kualitas tetap dijaga agar konsumennya tidak kecewa dengan produk bordir khas Kudus.