Pada pergelaran Malam Budaya Dies Natalis Ke-30 Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Didik mengolah koreografi Ponco Sari secara apik berpadu kostumnya yang sarat dengan nuansa perpaduan budaya.
Seniman serba bisa itu juga menyelipkan topeng beraneka rupa dalam penampilannya sekitar 20 menit, disaksikan lebih dari 1.000 penonton yang langsung menghadiahi aplaus atas gerak atraktif koreografinya.
"Sesuai namanya, ponco itu lima, sari itu elemen. Saya memang memadukan lima elemen dalam tari ini, yakni tradisi dan bukan tradisi, kemudian tiga budaya, yakni China, India, dan Barat" kata Didik.
Ditemui seusai pentas, ia mengaku pemilihan tiga negara itu memang dilatari secara historis kebudayaan China, India, dan Barat selama ini yang paling kuat memengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia," katanya.
Sebagai contoh, kata dia, kebudayaan China yang sudah masuk ke Indonesia sejak dahulu kala, dan sampai sekarang pengaruh kebudayaan Negeri Tirai Bambu itu masih terasa dalam kehidupan dan kebudayaan.
Tarian yang telah membawanya keliling lima benua itu, kata dia, sengaja dipilih untuk menunjukkan realitas keberagaman budaya dan tradisi bangsa Indonesia sehingga masyarakat bisa memahami keberagaman.
"Realitasnya, budaya bangsa kita memang dipengaruhi kebudayaan berbagai budaya negara lain, terutama tiga negara itu. Saya merasa bangga bisa menampilkan tarian ini di Lawang Sewu Semarang," kata Didik.
Malam Budaya Dies Natalis Ke-30 Unika Soegijapranata Semarang sebelumnya dimeriahkan dengan penampilan puluhan mahasiswa perguruan tinggi tersebut yang membawakan tarian tradisional berbagai daerah di Indonesia.