Solo (ANTARA) - Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta Hadiningrat memastikan ricuh yang sempat terjadi pada prosesi tabuh gamelan Senin (9/9) tidak mengganggu jalannya Sekaten.
Perwakilan LDA Keraton Surakarta Kanjeng Pangeran (KP) Eddy Wirabhumi di Solo, Jawa Tengah, Rabu mengatakan kejadian ricuh tersebut hanya berlangsung sebentar.
"Setelah itu selesai, nggak masalah. Pelaksanaan Sekaten juga lancar. Jadi tidak mengganggu Sekaten," katanya.
Pihaknya juga berupaya semaksimal mungkin untuk menciptakan suasana tetap teduh usai kejadian ricuh.
Terkait kronologi kejadian tersebut, dikatakannya, dimulai dari prosesi di dalam Masjid Agung Surakarta. Setelah prosesi di masjid selesai, kemudian berlanjut ke tabuh gamelan.
Ketegangan dimulai ketika pihak LDA mulai memainkan gamelan, namun KRA Rizki Baruna yang merupakan menantu PB XIII datang memprotes tindakan tersebut. Ia beralasan mendapatkan perintah raja untuk memulai prosesi tersebut.
"Saya di sana waktu itu, usai acara di masjid selesai, terakhir disampaikan agar Kanjeng Sinuwun (Paku Buwana XIII) memerintahkan dimulainya membunyikan gamelan. 1-2 menit usai dibunyikan kemudian datanglah Mas Rizki (menantu Sinuwun) dengan membawa surat. Dia datang dari dalam masjid," katanya.
Ia mengatakan kejadian tersebut murni miskomunikasi yang terjadi antara pihak LDA dengan Sinuwun.
"Gamelan mulai ya mau gimana, jadi terjadi miskom. Setelah itu sempat ada ketegangan antara Pagar Nusa dengan masyarakat tapi dilerai, kan banyak polisi dan TNI. Setelah itu tidak ada masalah," katanya.
Sementara itu, mengenai tabuh gamelan merupakan bagian dari prosesi Sekaten. Ada dua gamelan yakni Guntur Sari dan Guntur Madu yang ditabuh secara bergantian.
"Gamelan ini ditabuh selama tujuh hari, tapi setiap Jumat kan libur. Untuk gamelan dibunyikan pagi, siang, dan malam, namun ada istirahatnya, termasuk di waktu shalat," katanya.
Dari sejarah, dikatakannya, dulunya di Jawa hanya ada kerajaan Hindu Budha. Sekaten sendiri merupakan simbol masuknya Islam ke tanah Jawa yang dibawa oleh para wali.
"Saat itu masyarakat sudah biasa dengan bunyi-bunyi gamelan. Akhirnya dilakukan akulturasi Islam ke Jawa lewat budaya. Orang masuk Islam kan baca syahadat. Sekaten ini dari kata syahadatain. Jadi zaman dulu orang ketika pertama kali dengar bunyi gamelan saat Sekaten diminta membaca syahadat dan nginang," katanya.
Baca juga: Respati Ardi sebut Sekaten jadi sarana hiburan sekaligus geliatkan ekonomi
Berita Terkait
Gamelan Sekaten Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari dibawa ke Bangsal Pradangga Masjid Agung
Senin, 9 September 2024 13:26 Wib
Respati Ardi sebut Sekaten jadi sarana hiburan sekaligus geliatkan ekonomi
Minggu, 8 September 2024 15:17 Wib
Tradisi wilujengan buka Sekaten 2024 Keraton Surakarta
Senin, 26 Agustus 2024 8:29 Wib
Keraton gelar Sekaten, omset pedagang di Pasar Klewer naik
Sabtu, 30 September 2023 7:00 Wib
Revitalisasi Keraton Surakarta dimulai usai Perayaan Sekaten 2023
Rabu, 27 September 2023 18:22 Wib
Gamelan Kyai Guntur Madu
Kamis, 21 September 2023 18:30 Wib
Sekaten jadi tempat mengais rejeki bagi UMKM
Selasa, 12 September 2023 16:33 Wib
Pemkot Surakarta minta ada pembeda pada Sekaten 2023
Jumat, 1 September 2023 8:38 Wib