Cegah intoleransi di madrasah, Kankemenag Jakarta Selatan gandeng Densus 88 antiteror Polri
Semarang (ANTARA) - Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kota Jakarta Selatan menggandeng Densus 88 Anti Teror Polri dalam upaya strategi deteksi dini pencegahan intoleransi, radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme (IRET) di lingkungan madrasah Kota Jakarta Selatan.
Kepala Kankemenag Kota Jakarta Selatan M. Yunus Hasyim mengatakan berdasarkan penelitian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sekolah menjadi salah satu tempat yang rentan terhadap penyebaran ekstremisme.
Penyebaran paham IRET, kata Yunus, mengikuti perkembangan zaman, karenanya guru harus mampu menjadi agen pencerah bagi siswa dan memberikan edukasi tentang bahaya paham radikalisme.
"Pemahaman terkait moderasi beragama harus selalu ditanamkan dalam pemahaman peserta didik. Mengingat Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk dan heterogen, banyak sekali keragaman yang ada di Indonesia, keragaman bahasa, keragaman suku-budaya, dan keragaman agama serta kepercayaan," kata Yunus.
Atas latar belakang heterogenitas bangsa Indonesia, Yunus menganggap pentingnya sebuah prinsip atau konsep yang mampu mengurai ketegangan antar umat beragama.
Konsep Moderasi Beragama atau jalan tengah tanpa memarjinalkan peran agama juga peran negara sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan, mengingat negara dipersatukan atas dasar Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika nya.
"Moderasi beragama menolak ekstremisme dan liberalism dalam beragama adalah kunci keseimbangan agar terpeliharanya peradaban dan terciptanya perdamaian," kata Yunus.
Menurut Yunus pemahaman moderasi beragama juga bisa mempererat kerukunan umat beragama khususnya di madrasah. Diharapkan peserta didik ke depannya dapat menjadi generasi moderat, toleran, memahami, dan mengamalkan ajaran agama secara seimbang.
Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta mendukung dan mengapresiasi terlaksananya MOU Kankemenag Kota Jakarta Selatan dengan Densus 88 anti-teror Polri dalam mendukung upaya strategi deteksi dini pencegahan intoleransi, radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme di lingkungan madrasah.
Kepala Kankemenag Kota Jakarta Selatan M. Yunus Hasyim mengatakan berdasarkan penelitian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sekolah menjadi salah satu tempat yang rentan terhadap penyebaran ekstremisme.
Penyebaran paham IRET, kata Yunus, mengikuti perkembangan zaman, karenanya guru harus mampu menjadi agen pencerah bagi siswa dan memberikan edukasi tentang bahaya paham radikalisme.
"Pemahaman terkait moderasi beragama harus selalu ditanamkan dalam pemahaman peserta didik. Mengingat Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk dan heterogen, banyak sekali keragaman yang ada di Indonesia, keragaman bahasa, keragaman suku-budaya, dan keragaman agama serta kepercayaan," kata Yunus.
Atas latar belakang heterogenitas bangsa Indonesia, Yunus menganggap pentingnya sebuah prinsip atau konsep yang mampu mengurai ketegangan antar umat beragama.
Konsep Moderasi Beragama atau jalan tengah tanpa memarjinalkan peran agama juga peran negara sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan, mengingat negara dipersatukan atas dasar Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika nya.
"Moderasi beragama menolak ekstremisme dan liberalism dalam beragama adalah kunci keseimbangan agar terpeliharanya peradaban dan terciptanya perdamaian," kata Yunus.
Menurut Yunus pemahaman moderasi beragama juga bisa mempererat kerukunan umat beragama khususnya di madrasah. Diharapkan peserta didik ke depannya dapat menjadi generasi moderat, toleran, memahami, dan mengamalkan ajaran agama secara seimbang.
Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta mendukung dan mengapresiasi terlaksananya MOU Kankemenag Kota Jakarta Selatan dengan Densus 88 anti-teror Polri dalam mendukung upaya strategi deteksi dini pencegahan intoleransi, radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme di lingkungan madrasah.