Kemenkumham Jateng gelar Rakor dan Edukasi Pencegahan Pelanggaran KI
Rembang (ANTARA) - Tingginya kesadaran untuk mendaftarkan atau mencatatkan kekayaan intelektual (KI) belum linier dengan kesadaran untuk menghargai karya orang lain.
Sejak tahun 2009 hingga 2023, misalnya, Indonesia masuk ke dalam Priority Watch List yang dibuat oleh United States Trade Representative (USTR), yang berarti bahwa Indonesia memiliki tingkat pelanggaran KI, seperti pembajakan dan pemalsuan yang cukup tinggi.
Hal ini diungkapkan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah, Tejo Harwanto melalui Kepala Bidang Pelayanan Hukum, Agustinus Yosi Setyawan, saat membuka "Rapat Koordinasi (Rakor) dan Edukasi Pencegahan Pelanggaran Kekayaan Intelektual bagi Pelaku Usaha", di Pollos Hotel and Gallery Kabupaten Rembang, Jumat (21/06).
Wilayah Jawa Tengah sendiri, ungkap Yosi, Kemenkumham Jateng telah menerima 6 pengaduan dugaan tindak pidana kekayaan intelektual.
Pengaduan tersebut terdiri atas 1 dugaan pelanggaran paten, 1 dugaan pelanggaran indikasi geografis,1 dugaan pelanggaran merek, dan 3 dugaan pelanggaran hak cipta.
Kabid Pelayanan Hukum itu lebih lanjut menggarisbawahi, kegiatan ini diselenggarakan sebagai bentuk komitmen Kantor Wilayah guna mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan kekayaan intelektual.
"Sehingga dapat tercipta kesadaran untuk menghargai karya orang lain," kata Yosi membacakan sambutan Kakanwil Kemenkumham Jateng.
"Selain itu, dalam kegiatan ini nantinya para narasumber juga akan menjelaskan mengenai hak-hak yang Bapak/Ibu miliki atas Kekayaan Intelektual, termasuk upaya yang dapat Bapak/Ibu lakukan dalam hal hak kekayaan intelektual milik Bapak/Ibu dilanggar oleh pihak lain secara tidak bertanggung jawab," ujarnya.
"Kami berharap, dengan diselenggarakannya kegiatan ini dapat menjadi forum diskusi bagi para pemangku kepentingan," imbuhnya.
Kegiatan ini juga diselenggarakan guna memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pelanggaran kekayaan intelektual, khususnya indikasi geografis.
Di sisi lain, dipilihnya Kabupaten Rembang sebagai lokasi acara berkaitan erat dengan salah satu indikasi geografis yang telah terdaftar, yakni Batik Lasem.
Yosi memaparkan, Kabupaten Rembang dikenal sebagai daerah asal batik tulis Lasem. Batik ini memiliki corak yang merupakan hasil akulturasi budaya Jawa, Eropa, dan Tionghoa.
Berdasarkan data yang dikutip dari National Geographic, pada pertengahan abad ke-19, Lasem sudah menjadi pusat batik dengan memiliki 120 perusahaan batik.
Fakta ini menunjukkan bahwa Kabupaten Rembang telah menjadi salah satu pusat batik terbesar di wilayah Hindia Belanda pada masa itu. Kendati demikian, perjalanan panjang batik Lasem diwarnai oleh pasang-surut, tidak selalu berjalan mulus.
"Setelah melalui masa publikasi dan pemeriksaan substantif, batik tulis Lasem akhirnya terdaftar sebagai indikasi geografis sejak tanggal 10 Oktober 2023," beber Yosi.
"Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis secara khusus melarang penggunaan nama dan logo ”Batik Tulis Lasem”, maupun nama lain yang menyerupai nama atau logo yang telah terdaftar tersebut oleh pihak-pihak yang bukan merupakan bagian dari Masyarakat Pelindungan Indikasi Geografis Batik Tulis Lasem," sambungnya.
Narasumber berasal dari Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa, yakni Fitma Andriyanto, Dwi Fitriani dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah dan Tri Junianto yang merupakan Kepala Sub Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Kemenkumham Jateng.
Peserta kegiatan berasal dari Masyarakat Pelindungan Indikasi Geografis Batik Tulis Lasem, perwakilan dari Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM Kab. Rembang, Dinas Perindustrian Kab. Rembang, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Rembang, Bappeda Kab. Rembang, Satpol PP Kab. Rembang, Polres Rembang dan Rutan Rembang.
Secara garis besar, narasumber dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual menjelaskan mengenai prosedur hukum yang dapat ditempuh masyarakat apabila mengetahui penggunaan nama “Batik Tulis Lasem” oleh pihak di luar anggota MPIG Batik Tulis Lasem.
Sementara narasumber dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jateng menjelaskan pula mengenai program-program pemerintah dalam mendukung pengembangan industri batik, khususnya batik tulis lasem.
Terakhir, Kasubid Pelayanan Kekayaan Intelektual fokus pada pemaparan tentang dampak dan konsekuensi terhadap pelanggaran Kekayaan Intelektual.
Tri Junianto juga menjelaskan mengenai prosedur pengajuan permohonan indikasi geografis, persyaratan pengajuan permohonan, juga proses penyusunan dokumen deskripsi indikasi geografis.
Dia juga mendorong agar anggota MPIG Batik Tulis Lasem juga mengajukan permohonan merek perorangan untuk produk batik lasem sehingga masing-masing anggota memiliki merek pribadi.
Kegiatan ditutup dengan sesi diskusi dan tanya jawab dari peserta kegiatan. ***
Sejak tahun 2009 hingga 2023, misalnya, Indonesia masuk ke dalam Priority Watch List yang dibuat oleh United States Trade Representative (USTR), yang berarti bahwa Indonesia memiliki tingkat pelanggaran KI, seperti pembajakan dan pemalsuan yang cukup tinggi.
Hal ini diungkapkan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah, Tejo Harwanto melalui Kepala Bidang Pelayanan Hukum, Agustinus Yosi Setyawan, saat membuka "Rapat Koordinasi (Rakor) dan Edukasi Pencegahan Pelanggaran Kekayaan Intelektual bagi Pelaku Usaha", di Pollos Hotel and Gallery Kabupaten Rembang, Jumat (21/06).
Wilayah Jawa Tengah sendiri, ungkap Yosi, Kemenkumham Jateng telah menerima 6 pengaduan dugaan tindak pidana kekayaan intelektual.
Pengaduan tersebut terdiri atas 1 dugaan pelanggaran paten, 1 dugaan pelanggaran indikasi geografis,1 dugaan pelanggaran merek, dan 3 dugaan pelanggaran hak cipta.
Kabid Pelayanan Hukum itu lebih lanjut menggarisbawahi, kegiatan ini diselenggarakan sebagai bentuk komitmen Kantor Wilayah guna mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan kekayaan intelektual.
"Sehingga dapat tercipta kesadaran untuk menghargai karya orang lain," kata Yosi membacakan sambutan Kakanwil Kemenkumham Jateng.
"Selain itu, dalam kegiatan ini nantinya para narasumber juga akan menjelaskan mengenai hak-hak yang Bapak/Ibu miliki atas Kekayaan Intelektual, termasuk upaya yang dapat Bapak/Ibu lakukan dalam hal hak kekayaan intelektual milik Bapak/Ibu dilanggar oleh pihak lain secara tidak bertanggung jawab," ujarnya.
"Kami berharap, dengan diselenggarakannya kegiatan ini dapat menjadi forum diskusi bagi para pemangku kepentingan," imbuhnya.
Kegiatan ini juga diselenggarakan guna memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pelanggaran kekayaan intelektual, khususnya indikasi geografis.
Di sisi lain, dipilihnya Kabupaten Rembang sebagai lokasi acara berkaitan erat dengan salah satu indikasi geografis yang telah terdaftar, yakni Batik Lasem.
Yosi memaparkan, Kabupaten Rembang dikenal sebagai daerah asal batik tulis Lasem. Batik ini memiliki corak yang merupakan hasil akulturasi budaya Jawa, Eropa, dan Tionghoa.
Berdasarkan data yang dikutip dari National Geographic, pada pertengahan abad ke-19, Lasem sudah menjadi pusat batik dengan memiliki 120 perusahaan batik.
Fakta ini menunjukkan bahwa Kabupaten Rembang telah menjadi salah satu pusat batik terbesar di wilayah Hindia Belanda pada masa itu. Kendati demikian, perjalanan panjang batik Lasem diwarnai oleh pasang-surut, tidak selalu berjalan mulus.
"Setelah melalui masa publikasi dan pemeriksaan substantif, batik tulis Lasem akhirnya terdaftar sebagai indikasi geografis sejak tanggal 10 Oktober 2023," beber Yosi.
"Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis secara khusus melarang penggunaan nama dan logo ”Batik Tulis Lasem”, maupun nama lain yang menyerupai nama atau logo yang telah terdaftar tersebut oleh pihak-pihak yang bukan merupakan bagian dari Masyarakat Pelindungan Indikasi Geografis Batik Tulis Lasem," sambungnya.
Narasumber berasal dari Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa, yakni Fitma Andriyanto, Dwi Fitriani dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah dan Tri Junianto yang merupakan Kepala Sub Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Kemenkumham Jateng.
Peserta kegiatan berasal dari Masyarakat Pelindungan Indikasi Geografis Batik Tulis Lasem, perwakilan dari Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM Kab. Rembang, Dinas Perindustrian Kab. Rembang, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Rembang, Bappeda Kab. Rembang, Satpol PP Kab. Rembang, Polres Rembang dan Rutan Rembang.
Secara garis besar, narasumber dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual menjelaskan mengenai prosedur hukum yang dapat ditempuh masyarakat apabila mengetahui penggunaan nama “Batik Tulis Lasem” oleh pihak di luar anggota MPIG Batik Tulis Lasem.
Sementara narasumber dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jateng menjelaskan pula mengenai program-program pemerintah dalam mendukung pengembangan industri batik, khususnya batik tulis lasem.
Terakhir, Kasubid Pelayanan Kekayaan Intelektual fokus pada pemaparan tentang dampak dan konsekuensi terhadap pelanggaran Kekayaan Intelektual.
Tri Junianto juga menjelaskan mengenai prosedur pengajuan permohonan indikasi geografis, persyaratan pengajuan permohonan, juga proses penyusunan dokumen deskripsi indikasi geografis.
Dia juga mendorong agar anggota MPIG Batik Tulis Lasem juga mengajukan permohonan merek perorangan untuk produk batik lasem sehingga masing-masing anggota memiliki merek pribadi.
Kegiatan ditutup dengan sesi diskusi dan tanya jawab dari peserta kegiatan. ***