Kementerian PUPR serahkan Rumah Apung Tambaklorok ke Pemkot Semarang
Semarang (ANTARA) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) resmi menyerahkan Rumah Apung Tambaklorok kepada Pemerintah Kota Semarang dengan berbagai fasilitas yang bisa digunakan untuk berbagai kepentingan masyarakat.
Penyerahan dilakukan oleh Kepala Balai Geoteknik, Terowongan dan Struktur Kementerian PUPR Panji Krisna Wardana kepada Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu di Kampung Nelayan Tambaklorok, Semarang, Selasa.
Kepala Balai Geoteknik, Terowongan dan Struktur Kementerian PUPR Panji Krisna Wardana menjelaskan bahwa pembangunan Rumah Apung Tambaklorok, mulai dari struktur, rangka hingga atap menelan anggaran sekitar Rp1 miliar.
Menurut dia, bangunan tersebut memang dirancang untuk mengikuti elevasi air dan antigempa.
"Kelebihan perawatan sangat murah, selama delapan tahun belum ada indikasi kerusakan apa-apa, walaupun masih uji coba tapi tetap dalam kondisi yang baik," katanya.
Ia berharap masyarakat bisa memanfaatkan dan merawat Rumah Apung Tambaklorok dengan sebaik-baiknya, apalagi perawatan rumah apung sangat mudah karena memang struktur yang awet dan tahan lama.
"Perawatan rehab (rehabilitasi, red.) itu biasanya setelah menginjak usai bangunan 22-30 tahun. Tapi secara umum umurnya bisa sampai 50 tahun," kata Panji.
Sementara itu, Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu meminta masyarakat agar bisa memanfaatkan aset tersebut, namun harus merawat agar bangunan tersebut tetap terjaga.
Ia mengatakan Rumah Apung Tambaklorok telah rampung dibangun dan diresmikan pada tahun 2016, namun terkait perawatan dan pengelolaan saat itu masih di bawah kewenangan Kementerian PUPR.
Saat ini, kata Ita, sapaan akrab Hevearita, asetnya telah diserahkan kepada Pemkot Semarang maka pengelolaannya sudah menjadi kewenangan dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Semarang.
Ke depan, ia juga telah meminta dilakukan penataan dan penambahan untuk kebutuhan fasilitas di Rumah Apung Tambaklorok, termasuk upaya-upaya digitalisasi, seperti pemasangan WiFi dan lainnya.
"Sejak dibangun 2016 tidak ada perubahan mendasar, paling ada sedikit. Setelah diserahkan, kini harus dipercantik karena ini masih kosong, hanya ada di atas fasilitas perpustakan," katanya.
"Sekarang kan sudah zaman digitalisasi, sehingga saya minta pertama ada WiFi, karena di sini paling yang datang anak-anak," lanjutnya.
Kedua, ia menginginkan perpustakaan tidak hanya menyediakan buku, tapi bisa bikin digital, seperti aplikasi "Si Booky" di Perpusda Kota Semarang yang memiliki sampai 3.000 judul "e-book".
Kemudian, kata dia, Rumah Apung Tambaklorok juga bisa digunakan untuk pertemuan warga seperti arisan, sosialisasi program, atau kegiatan sosial, dan pengajian.
Selain itu, Ita berharap keberadaan dan pemanfaatan Rumah Apung Tambaklorok menjadi terintegrasi dengan destinasi wisata, khususnya wisata bahari.
"Saya minta juga untuk maksimalkan. Saya juga akan melihat untuk perencanaan Bappeda, pasar (di sekitar Rumah Apung-red) itu 'dibagusin'. Tapi saya cek dulu aset pasarnya apa sudah diserahkan ke pemkot. Karena kalau belum tidak bisa," katanya.
"Kami bercita-cita kayak Muara Karang atau Muncar Banyuwangi itu, kan sederhana sekali tempat-tempat yang bisa menarik wisatawan. Misal dengan beli ikan dan makan di sini atau bisa mendapatkan hasil kerajinan dari kerang, tulang ikan. Ini bisa menjadi salah satu destinasi wisata bahari," demikian Ita.
Penyerahan dilakukan oleh Kepala Balai Geoteknik, Terowongan dan Struktur Kementerian PUPR Panji Krisna Wardana kepada Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu di Kampung Nelayan Tambaklorok, Semarang, Selasa.
Kepala Balai Geoteknik, Terowongan dan Struktur Kementerian PUPR Panji Krisna Wardana menjelaskan bahwa pembangunan Rumah Apung Tambaklorok, mulai dari struktur, rangka hingga atap menelan anggaran sekitar Rp1 miliar.
Menurut dia, bangunan tersebut memang dirancang untuk mengikuti elevasi air dan antigempa.
"Kelebihan perawatan sangat murah, selama delapan tahun belum ada indikasi kerusakan apa-apa, walaupun masih uji coba tapi tetap dalam kondisi yang baik," katanya.
Ia berharap masyarakat bisa memanfaatkan dan merawat Rumah Apung Tambaklorok dengan sebaik-baiknya, apalagi perawatan rumah apung sangat mudah karena memang struktur yang awet dan tahan lama.
"Perawatan rehab (rehabilitasi, red.) itu biasanya setelah menginjak usai bangunan 22-30 tahun. Tapi secara umum umurnya bisa sampai 50 tahun," kata Panji.
Sementara itu, Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu meminta masyarakat agar bisa memanfaatkan aset tersebut, namun harus merawat agar bangunan tersebut tetap terjaga.
Ia mengatakan Rumah Apung Tambaklorok telah rampung dibangun dan diresmikan pada tahun 2016, namun terkait perawatan dan pengelolaan saat itu masih di bawah kewenangan Kementerian PUPR.
Saat ini, kata Ita, sapaan akrab Hevearita, asetnya telah diserahkan kepada Pemkot Semarang maka pengelolaannya sudah menjadi kewenangan dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Semarang.
Ke depan, ia juga telah meminta dilakukan penataan dan penambahan untuk kebutuhan fasilitas di Rumah Apung Tambaklorok, termasuk upaya-upaya digitalisasi, seperti pemasangan WiFi dan lainnya.
"Sejak dibangun 2016 tidak ada perubahan mendasar, paling ada sedikit. Setelah diserahkan, kini harus dipercantik karena ini masih kosong, hanya ada di atas fasilitas perpustakan," katanya.
"Sekarang kan sudah zaman digitalisasi, sehingga saya minta pertama ada WiFi, karena di sini paling yang datang anak-anak," lanjutnya.
Kedua, ia menginginkan perpustakaan tidak hanya menyediakan buku, tapi bisa bikin digital, seperti aplikasi "Si Booky" di Perpusda Kota Semarang yang memiliki sampai 3.000 judul "e-book".
Kemudian, kata dia, Rumah Apung Tambaklorok juga bisa digunakan untuk pertemuan warga seperti arisan, sosialisasi program, atau kegiatan sosial, dan pengajian.
Selain itu, Ita berharap keberadaan dan pemanfaatan Rumah Apung Tambaklorok menjadi terintegrasi dengan destinasi wisata, khususnya wisata bahari.
"Saya minta juga untuk maksimalkan. Saya juga akan melihat untuk perencanaan Bappeda, pasar (di sekitar Rumah Apung-red) itu 'dibagusin'. Tapi saya cek dulu aset pasarnya apa sudah diserahkan ke pemkot. Karena kalau belum tidak bisa," katanya.
"Kami bercita-cita kayak Muara Karang atau Muncar Banyuwangi itu, kan sederhana sekali tempat-tempat yang bisa menarik wisatawan. Misal dengan beli ikan dan makan di sini atau bisa mendapatkan hasil kerajinan dari kerang, tulang ikan. Ini bisa menjadi salah satu destinasi wisata bahari," demikian Ita.