Festival Komukino pamerkan beragam inovasi dan budaya daerah
Semarang (ANTARA) - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Teknologi Informasi dan Komunikasi (FTIK) Universitas Semarang menggelar Festival Komukino ke-9 dengan memamerkan beragam inovasi dan budaya daerah Jawa Tengah.
Berlangsung di Auditorium Ir Widjatmoko USM, Semarang, Kamis, deretan stan mewakili enam eks wilayah karesidenan yang ada di Jateng menampilkan sejumlah potensinya, seperti kuliner dan budaya.
Ketua Panitia Komukino Anggita Cindy menjelaskan bahwa festival tersebut sebenarnya merupakan realisasi mata kuliah komunikasi pemasaran yang menampilkan budaya dipadu inovasi, mulai kesenian hingga kuliner.
Ia menjelaskan bahwa "komukino" sebenarnya berasal dari kata komunikasi dan inovasi yang menjadi ajang bagi mahasiswa mengintegrasikan mata kuliah agar bermanfaat secara luas.
Pada tahun ini, kata dia, Festival Komukino mengangkat tema "Jateng Gemes" sehingga berbagai potensi budaya dan kesenian lokal yang dimiliki Jateng ditampilkan, termasuk kulinernya.
"Di Jateng kan ada enam (eks, red.) karesidenan ya. Karesidenan Pati, misalnya, ada bandeng juwana yang menjadi kuliner terkenalnya. Budaya, kesenian, hingga kuliner ditampilkan di sini," katanya.
Festival yang digelar selama sehari penuh itu menampilkan ragam kuliner dari enam eks karesidenan di Jateng, festival budaya dolanan batik, aksara Jawa, penampilan Tari Gendrung, kentrung, dan teater Sandilarak.
Selain menampilkan beraneka kuliner dan kesenian lokal, kata Cindy, ada beberapa perlombaan yang digelar untuk menyemarakkan Festival Komukino ke-9, yakni lomba menyanyi, menari, dan fotografi.
Rektor USM Dr Supari menjelaskan bahwa Festival Komukino merupakan upaya untuk mengomunikasikan budaya lama dengan budaya baru sehingga generasi muda tidak melupakan kebudayaan nenek moyangnya.
Menurut dia, festival tahunan tersebut menjadi tonggak penting dalam mengomunikasikan jati diri keindonesiaan kepada generasi muda, sejalan dengan visi keindonesiaan USM.
"Budaya, permainan dulu, seperti setinan (bermain kelereng), gobak sodor, dakon, sudah jarang kita lihat sekarang sehingga perlu dikomunikasikan. Jangan sampai budaya asli berganti K-Pop, dan sebagainya," katanya.
Supari menegaskan komitmen USM dalam dukungan terhadap inisiatif untuk memperjuangkan pelestarian budaya Jateng, salah satunya melalui Festival Komukino untuk menarik minat generasi muda terhadap budaya warisan nenek moyang.
Baca juga: Pemkot Semarang siap gelar Semargres 2024 pertengahan tahun
Berlangsung di Auditorium Ir Widjatmoko USM, Semarang, Kamis, deretan stan mewakili enam eks wilayah karesidenan yang ada di Jateng menampilkan sejumlah potensinya, seperti kuliner dan budaya.
Ketua Panitia Komukino Anggita Cindy menjelaskan bahwa festival tersebut sebenarnya merupakan realisasi mata kuliah komunikasi pemasaran yang menampilkan budaya dipadu inovasi, mulai kesenian hingga kuliner.
Ia menjelaskan bahwa "komukino" sebenarnya berasal dari kata komunikasi dan inovasi yang menjadi ajang bagi mahasiswa mengintegrasikan mata kuliah agar bermanfaat secara luas.
Pada tahun ini, kata dia, Festival Komukino mengangkat tema "Jateng Gemes" sehingga berbagai potensi budaya dan kesenian lokal yang dimiliki Jateng ditampilkan, termasuk kulinernya.
"Di Jateng kan ada enam (eks, red.) karesidenan ya. Karesidenan Pati, misalnya, ada bandeng juwana yang menjadi kuliner terkenalnya. Budaya, kesenian, hingga kuliner ditampilkan di sini," katanya.
Festival yang digelar selama sehari penuh itu menampilkan ragam kuliner dari enam eks karesidenan di Jateng, festival budaya dolanan batik, aksara Jawa, penampilan Tari Gendrung, kentrung, dan teater Sandilarak.
Selain menampilkan beraneka kuliner dan kesenian lokal, kata Cindy, ada beberapa perlombaan yang digelar untuk menyemarakkan Festival Komukino ke-9, yakni lomba menyanyi, menari, dan fotografi.
Rektor USM Dr Supari menjelaskan bahwa Festival Komukino merupakan upaya untuk mengomunikasikan budaya lama dengan budaya baru sehingga generasi muda tidak melupakan kebudayaan nenek moyangnya.
Menurut dia, festival tahunan tersebut menjadi tonggak penting dalam mengomunikasikan jati diri keindonesiaan kepada generasi muda, sejalan dengan visi keindonesiaan USM.
"Budaya, permainan dulu, seperti setinan (bermain kelereng), gobak sodor, dakon, sudah jarang kita lihat sekarang sehingga perlu dikomunikasikan. Jangan sampai budaya asli berganti K-Pop, dan sebagainya," katanya.
Supari menegaskan komitmen USM dalam dukungan terhadap inisiatif untuk memperjuangkan pelestarian budaya Jateng, salah satunya melalui Festival Komukino untuk menarik minat generasi muda terhadap budaya warisan nenek moyang.
Baca juga: Pemkot Semarang siap gelar Semargres 2024 pertengahan tahun