Pemkab Banyumas bina pelaku wisata antisipasi kejadian buruk
Purwokerto (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, melakukan pembinaan terhadap para pelaku wisata untuk mengantisipasi kejadian buruk seperti insiden yang terjadi di jembatan kaca "The Geong" Limpakuwus.
Pembinaan yang dilakukan di Pendopo Wakil Bupati, Purwokerto, Banyumas, Selasa siang, dipimpin langsung oleh Penjabat (Pj) Bupati Banyumas Hanung Cahyo Saputro serta menghadirkan narasumber dari sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) seperti Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Saat ditemui usai pembinaan, Pj Bupati Hanung Cahyo Saputro mengatakan kegiatan tersebut merupakan tindak lanjut dari penetapan tersangka oleh Kepolisian Resor Banyumas terkait dengan insiden jembatan kaca "The Geong" yang mengakibatkan seorang wisatawan meninggal dunia dan satu orang lainnya luka-luka akibat terjatuh setelah kaca wahana tersebut pecah ketika diinjak.
"Kita bicara tentang pengelolaan ke depan saja. Jadi, pertama memang sebelum ada audit dan sertifikasi layak untuk tempat wisata, kita tutup dulu semuanya, besok Rabu (1/11) kita bentuk tim," katanya.
Setelah terbentuk, kata dia, tim akan langsung bekerja pada hari Kamis (2/11) untuk melakukan audit terhadap seluruh wahana jembatan kaca dan sejenisnya hingga dinyatakan layak digunakan terutama dari sisi keselamatannya.
Menurut dia, pihaknya sudah mengajak para pelaku wisata untuk membicarakan rencana audit tersebut dan mereka menyatakan sepakat.
Selain itu, lanjut dia, para pelaku wisata memaklumi kebijakan Pemkab Banyumas yang menutup sementara seluruh wahana jembatan kaca maupun wahana lainnya yang berisiko tinggi.
"Kita akan bergerak cepat, mudah-mudahan dalam satu-dua bulan ke depan semuanya sudah selesai audit dan boleh buka," katanya.
Ia mengajak semua pihak untuk tidak membicarakan jembatan kaca "The Geong" yang diketahui tidak berizin karena saat ini yang paling utama adalah memperbaiki semuanya demi kebaikan ke depan.
"Semua tempat wisata, baik yang memang kaca ataupun tidak, tapi berisiko tinggi, pastikan punya sertifikat dulu dan harus layak dari sisi K3-nya, terutama dari sektor keamanan," katanya menegaskan.
Pj Bupati mengatakan selain jembatan kaca, wahana yang berisiko tinggi seperti flying fox, bungee jumping, dan susur sungai juga akan diaudit satu per satu hingga dinyatakan layak digunakan.
Dalam kesempatan terpisah, pengelola arena rekreasi alam "Safari See to Sky" Prayitno mengakui wahana jembatan kaca di tempat usahanya belum memiliki sertifikat laik fungsi (SLF) meskipun berdasarkan kajian dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Banyumas telah memenuhi standar serta memiliki asesmen dan rancang bangun rinci (detail engineering design/DED) dari tim arsitek.
"Nanti akan didaftarkan segera untuk SLF," katanya. Ia mengaku jika sebelumnya pernah membuat wahana jembatan kaca "Caping Park" (sekarang berubah menjadi Taman Langit, red.) pada tahun 2018 dan hingga saat sekarang masih ada.
Menurut dia, ketebalan kaca yang digunakan untuk wahana tersebut mencapai 2,4 centimeter karena terdiri atas dua lapis. "Pakai tempered dan laminated tempered. Yang di Safari sama persis," katanya.
Ia mengatakan belum adanya SLF pada wahana jembatan kaca yang dikelolanya karena minimnya informasi terkait hal tersebut.
Selama ini, kata dia, informasi yang diketahuinya bahwa SLF hanya digunakan untuk bangunan gedung tinggi namun ternyata juga dibutuhkan untuk wahana jembatan kaca.
"Oleh karena itu, kami akan segera mengurus SLF," kata Prayitno.
Pembinaan yang dilakukan di Pendopo Wakil Bupati, Purwokerto, Banyumas, Selasa siang, dipimpin langsung oleh Penjabat (Pj) Bupati Banyumas Hanung Cahyo Saputro serta menghadirkan narasumber dari sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) seperti Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Saat ditemui usai pembinaan, Pj Bupati Hanung Cahyo Saputro mengatakan kegiatan tersebut merupakan tindak lanjut dari penetapan tersangka oleh Kepolisian Resor Banyumas terkait dengan insiden jembatan kaca "The Geong" yang mengakibatkan seorang wisatawan meninggal dunia dan satu orang lainnya luka-luka akibat terjatuh setelah kaca wahana tersebut pecah ketika diinjak.
"Kita bicara tentang pengelolaan ke depan saja. Jadi, pertama memang sebelum ada audit dan sertifikasi layak untuk tempat wisata, kita tutup dulu semuanya, besok Rabu (1/11) kita bentuk tim," katanya.
Setelah terbentuk, kata dia, tim akan langsung bekerja pada hari Kamis (2/11) untuk melakukan audit terhadap seluruh wahana jembatan kaca dan sejenisnya hingga dinyatakan layak digunakan terutama dari sisi keselamatannya.
Menurut dia, pihaknya sudah mengajak para pelaku wisata untuk membicarakan rencana audit tersebut dan mereka menyatakan sepakat.
Selain itu, lanjut dia, para pelaku wisata memaklumi kebijakan Pemkab Banyumas yang menutup sementara seluruh wahana jembatan kaca maupun wahana lainnya yang berisiko tinggi.
"Kita akan bergerak cepat, mudah-mudahan dalam satu-dua bulan ke depan semuanya sudah selesai audit dan boleh buka," katanya.
Ia mengajak semua pihak untuk tidak membicarakan jembatan kaca "The Geong" yang diketahui tidak berizin karena saat ini yang paling utama adalah memperbaiki semuanya demi kebaikan ke depan.
"Semua tempat wisata, baik yang memang kaca ataupun tidak, tapi berisiko tinggi, pastikan punya sertifikat dulu dan harus layak dari sisi K3-nya, terutama dari sektor keamanan," katanya menegaskan.
Pj Bupati mengatakan selain jembatan kaca, wahana yang berisiko tinggi seperti flying fox, bungee jumping, dan susur sungai juga akan diaudit satu per satu hingga dinyatakan layak digunakan.
Dalam kesempatan terpisah, pengelola arena rekreasi alam "Safari See to Sky" Prayitno mengakui wahana jembatan kaca di tempat usahanya belum memiliki sertifikat laik fungsi (SLF) meskipun berdasarkan kajian dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Banyumas telah memenuhi standar serta memiliki asesmen dan rancang bangun rinci (detail engineering design/DED) dari tim arsitek.
"Nanti akan didaftarkan segera untuk SLF," katanya. Ia mengaku jika sebelumnya pernah membuat wahana jembatan kaca "Caping Park" (sekarang berubah menjadi Taman Langit, red.) pada tahun 2018 dan hingga saat sekarang masih ada.
Menurut dia, ketebalan kaca yang digunakan untuk wahana tersebut mencapai 2,4 centimeter karena terdiri atas dua lapis. "Pakai tempered dan laminated tempered. Yang di Safari sama persis," katanya.
Ia mengatakan belum adanya SLF pada wahana jembatan kaca yang dikelolanya karena minimnya informasi terkait hal tersebut.
Selama ini, kata dia, informasi yang diketahuinya bahwa SLF hanya digunakan untuk bangunan gedung tinggi namun ternyata juga dibutuhkan untuk wahana jembatan kaca.
"Oleh karena itu, kami akan segera mengurus SLF," kata Prayitno.