Solo (ANTARA) -
Mitra Produksi Sigaret Seluruh Indonesia (MPSI) meminta pemerintah mengkaji ulang RUU Kesehatan tentang Pengamanan Zat Adiktif.
Ketua Paguyuban MPSI Sriyadi Purnomo di Solo, Jawa Tengah, Rabu, mengatakan polemik Pasal Pengamanan Zat Adiktif yang menyamakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam RUU Kesehatan berdampak pada kekhawatiran seluruh masyarakat yang terlibat dalam sektor pertembakauan.
"Termasuk para pekerja di pabrik sigaret kretek tangan (SKT). RUU Kesehatan yang praktis secara langsung menyejajarkan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam kelompok yang sama mendiskriminasi para pekerja yang didominasi pekerja perempuan," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap agar pemerintah dapat lebih bijak dalam melihat realita perekonomian yang ada di daerah.
"Tolong dihapus Pasal 154 Mengenai Pengamanan Zat Adiktif di RUU Kesehatan demi keberlangsungan pertumbuhan sektor padat karya," katanya.
Ia mengatakan hingga saat ini ada sekitar 45.000 tenaga kerja SKT di bawah naungan Paguyuban MPSI.
"Jangan sampai regulasi yang tidak adil dan diskriminatif ini menghambat siklus penyerapan tenaga kerja dan perputaran perekonomian daerah," katanya.
Ia berharap agar pemerintah tetap menjaga kesinambungan dan kepastian kegiatan usaha, khususnya di sektor padat karya.
"Kami butuh perlindungan dari pemerintah pusat agar mampu terus tumbuh dan berkembang. Jangan sampai regulasi yang ada, seperti Pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam RUU Kesehatan justru berbanding terbalik dengan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan pekerja," katanya.
Apalagi, katanya,. selama ini pemerintah telah memanfaatkan penerimaan negara dari sektor pertembakauan yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
Ia menilai dengan menyamakan tembakau yang selama ini dikenakan pajak dan cukai menjadi sama dengan narkotika dan psikotropika yang notabene merupakan barang ilegal akan merugikan negara dan berdampak pada kehidupan sosial masyarakat.
"Kami mohon disetop upaya ilegalisasi tembakau. Jutaan tenaga kerja di ekosistem tembakau menggantungkan hidupnya pada komoditas ini," katanya.
Baca juga: MPSI: Usulan Kenaikan Harga Rokok 50 Ribu Timbulkan Keresahan Masyarakat