Semarang (ANTARA) - Rektor Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang Prof Gunarto mengusulkan agar DPR membentuk panitia khusus (pansus) mengenai dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar Rp349 triliun.
"Ada mekanisme yang konstitusional untuk menuntaskan dugaan kasus ini dengan cara DPR membentuk pansus. Mekanisme Pansus adalah langkah tepat agar bisa menuntaskan kasus ini," kata Gunarto, di Semarang, Jumat.
Hal tersebut disampaikannya sebagai bentuk dukungan terhadap Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD yang membongkar dugaan TPPU yang melibatkan 491 ASN di Kementerian Keuangan itu.
"Kita tentu prihatin dengan mega kasus ini. Melibatkan uang negara sangat besar Rp349 triliun. Maka dari itu, saya sebagai Rektor Unissula dan seluruh civitas akademika mendukung langkah Pak Mahfud agar bisa menuntaskan kasus ini," tegasnya.
Menurut dia, kasus-kasus seperti itulah yang menyebabkan indeks persepsi korupsi (IPK) di Indonesia terus merosot sehingga dukungan terhadap langkah Mahfud yang juga Ketua Komite Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) menjadi sangat penting.
"Kalau kita ikuti laporan pada 2022 yang dirilis Transparency Internasional pada Februari 2023, IPK Indonesia turun dari 38 poin menjadi 34 poin. Tentu ini memprihatinkan," kata Guru Besar Fakultas Hukum Unissula itu.
Diakuinya, selama ini sulit untuk mengusut tuntas dugaan kasus TPPU sehingga sekarang ini adalah momentum yang tepat untuk menuntaskannya dan perlu dorongan dari banyak pihak.
"Publik ingin tahu sejauh mana Menkeu bisa menuntaskan kasus ini. Kalau ada pansus, tidak bakal ada lagi perdebatan soal data dan cara penanganannya," ungkap Gunarto.
Sebelumnya, pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/3) malam, Menko Polhukam Mahfud MD menyebut ada 491 entitas ASN Kemenkeu yang diduga terlibat dalam dugaan TPPU senilai Rp349 triliun.
Ia menyebutkan bahwa 491 entitas ASN Kemenkeu itu terdiri atas tiga kelompok laporan hasil analisis (LHA). Kategori pertama adalah transaksi keuangan mencurigakan pegawai Kemenkeu dengan jumlah Rp35.548.999.231.280 yang melibatkan 461 entitas ASN Kemenkeu.
Kedua, transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lain. Nilai transaksi dari kategori kedua di atas adalah Rp53.821.874.839.402, dengan jumlah entitas ASN Kemenkeu yang terlibat sebanyak 30 orang.
Ketiga, transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tidak pidana asal dan TPPU yang belum diperoleh data keterlibatan pegawai di kementerian tersebut. Untuk kategori yang terakhir, jumlah transaksinya mencapai Rp260.503.313.306 dan tidak melibatkan entitas ASN Kemenkeu.