Alat kesehatan 100 persen diproduksi dalam negeri
Solo (ANTARA) - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memastikan ketersediaan alat kesehatan (alkes) yang sudah diproduksi 100 persen dalam negeri sehingga tidak perlu mengimpor atau mendatangkan dari luar negeri.
"Alkes yang sudah produksi sendiri dan ditutup impornya 100 persen, yakni tempat tidur pasien di rumah sakit," kata Menkes dalam acara Fasilitasi Pengembangan Alkes Produksi UMKM untuk Ketahanan Alkes Nasional, di Solo, Jumat.
Pada acara tersebut selain Menkes, juga hadir Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki, dan Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen, Dirjen Kefarmasian dan Alkes Kemenkes L. Rizka Andalucia dan Kepala Dinas Koperasi dan UKM di Jawa Tengah.
"Jadi tempat tidur di rumah sakit sudah ditutup impornya 100 persen. Produksi tempat tidur lokal benar-benar canggih bisa diatur bergerak naik turun dengan elektrik. Termasuk cetakan sudah 100 persen produksi lokal dalam negeri," kata Menkes.
Selain itu, kata Menkes, pihaknya juga menyiapkan pengadaan 300 ribu antropometri dalam negeri yang merupakan alat untuk mengukur panjang bayi, tinggi anak, dan berat bayi untuk program stunting di 300 ribu Posyandu di seluruh Indonesia.
Sebelumnya, antropometri tersebut dahulu diperoleh melalui impor yang berkualitas bagus. Namun, para ahli dari perguruan tinggi seperti UI, ITB, dan UGM kemudian duduk bersama untuk mendesain alat itu, sehingga saat ini tidak perlu lagi untuk impor.
Menkes mengatakan terdapat tiga program besar dalam transformasi ketahanan kesehatan. Yakni penyediaan alat-alat kesehatan, obat-obatan, dan tenaga cadangan kesehatan. Intinya, jika ada pandemi lagi, negara sebesar Indonesia tidak bisa bergantung dari negara lain.
"Kita waktu pandemi kemarin sangat terasa. Cari alat pelindung diri (APD) saja dahulu susah. Padahal negara kita rakyatnya banyak. Kita ingin memastikan ada program tenaga cadangan nakes dan obat-obatan mesti siap, di mana alkes juga mesti siap," kata Menkes.
Menkes mengatakan pemerintah juga bisa menyiapkan keterlibatan UMKM pada pengadaan sekitar 50 hingga 60 persen produksi obat-obatan dan alkes mulai dari hulu ke hilir, di dalam negeri.
Khusus untuk alkes yang canggih, misalnya CT Scan yang tidak dimiliki Indonesia, solusinya bisa mengundang para pemilik teknologi agar mau berproduksi di dalam negeri. Investor bisa hadir untuk membuat pabrik ke sini karena Indonesia mempunyai potensi 270 juta, daripada di Singapura hanya 5 juta jiwa.
"Itu sebabnya kenapa kita luncurkan program seperti ini. Buat teman-teman UMKM, berapa besar dari 50-60 persen. Indonesia itu per orang belanja kesehatannya sekitar 112 dolar AS per tahun per orang. Rata-rata usia hidupnya 72 tahun. Malaysia per orang 423 dolar AS, rata-rata usia hidupnya 76 tahun," kata Menkes.
Sementara itu, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki mengatakan UMKM secara bertahap harus bisa memenuhi kebutuhan alkes menggantikan produk impor dengan produk dalam negeri.
"Kita bisa mulai alkes yang teknologi sederhana. Meskipun, alkes yang teknologi menengah dan tinggi, sudah bisa dikerjakan. Kami baru berkunjung di ATMI Solo, dan Politeknik yang bisa menjadi mitra lalu produksi Alkes bisa UMKM," kata Teten.
Teten mengatakan soal ekosistem pembiayaan untuk sudah disediakan. Untuk ini, nanti bisa kolaborasi dengan Menkes, alkes mana yang bisa diproduksi di dalam negeri.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menkes pastikan ketersediaan alkes 100 persen produksi dalam negeri
"Alkes yang sudah produksi sendiri dan ditutup impornya 100 persen, yakni tempat tidur pasien di rumah sakit," kata Menkes dalam acara Fasilitasi Pengembangan Alkes Produksi UMKM untuk Ketahanan Alkes Nasional, di Solo, Jumat.
Pada acara tersebut selain Menkes, juga hadir Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki, dan Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen, Dirjen Kefarmasian dan Alkes Kemenkes L. Rizka Andalucia dan Kepala Dinas Koperasi dan UKM di Jawa Tengah.
"Jadi tempat tidur di rumah sakit sudah ditutup impornya 100 persen. Produksi tempat tidur lokal benar-benar canggih bisa diatur bergerak naik turun dengan elektrik. Termasuk cetakan sudah 100 persen produksi lokal dalam negeri," kata Menkes.
Selain itu, kata Menkes, pihaknya juga menyiapkan pengadaan 300 ribu antropometri dalam negeri yang merupakan alat untuk mengukur panjang bayi, tinggi anak, dan berat bayi untuk program stunting di 300 ribu Posyandu di seluruh Indonesia.
Sebelumnya, antropometri tersebut dahulu diperoleh melalui impor yang berkualitas bagus. Namun, para ahli dari perguruan tinggi seperti UI, ITB, dan UGM kemudian duduk bersama untuk mendesain alat itu, sehingga saat ini tidak perlu lagi untuk impor.
Menkes mengatakan terdapat tiga program besar dalam transformasi ketahanan kesehatan. Yakni penyediaan alat-alat kesehatan, obat-obatan, dan tenaga cadangan kesehatan. Intinya, jika ada pandemi lagi, negara sebesar Indonesia tidak bisa bergantung dari negara lain.
"Kita waktu pandemi kemarin sangat terasa. Cari alat pelindung diri (APD) saja dahulu susah. Padahal negara kita rakyatnya banyak. Kita ingin memastikan ada program tenaga cadangan nakes dan obat-obatan mesti siap, di mana alkes juga mesti siap," kata Menkes.
Menkes mengatakan pemerintah juga bisa menyiapkan keterlibatan UMKM pada pengadaan sekitar 50 hingga 60 persen produksi obat-obatan dan alkes mulai dari hulu ke hilir, di dalam negeri.
Khusus untuk alkes yang canggih, misalnya CT Scan yang tidak dimiliki Indonesia, solusinya bisa mengundang para pemilik teknologi agar mau berproduksi di dalam negeri. Investor bisa hadir untuk membuat pabrik ke sini karena Indonesia mempunyai potensi 270 juta, daripada di Singapura hanya 5 juta jiwa.
"Itu sebabnya kenapa kita luncurkan program seperti ini. Buat teman-teman UMKM, berapa besar dari 50-60 persen. Indonesia itu per orang belanja kesehatannya sekitar 112 dolar AS per tahun per orang. Rata-rata usia hidupnya 72 tahun. Malaysia per orang 423 dolar AS, rata-rata usia hidupnya 76 tahun," kata Menkes.
Sementara itu, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki mengatakan UMKM secara bertahap harus bisa memenuhi kebutuhan alkes menggantikan produk impor dengan produk dalam negeri.
"Kita bisa mulai alkes yang teknologi sederhana. Meskipun, alkes yang teknologi menengah dan tinggi, sudah bisa dikerjakan. Kami baru berkunjung di ATMI Solo, dan Politeknik yang bisa menjadi mitra lalu produksi Alkes bisa UMKM," kata Teten.
Teten mengatakan soal ekosistem pembiayaan untuk sudah disediakan. Untuk ini, nanti bisa kolaborasi dengan Menkes, alkes mana yang bisa diproduksi di dalam negeri.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menkes pastikan ketersediaan alkes 100 persen produksi dalam negeri