Eks Kepala BAIS: TNI AL jangan berlebihan bantah tuduhan pungli
Jakarta (ANTARA) - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI Soleman B. Pontoh minta TNI AL tidak berlebihan untuk membantah tuduhan pungutan liar (pungli) senilai Rp4,2 miliar.
"TNI AL kan paling terkenal di antara lembaga lainnya yang ada di laut, jadi gampang dituduhnya," ujar Soleman dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Selasa.
Soleman menuturkan saat ini merupakan zaman yang mudah untuk membuktikan seseorang menerima transaksi yang mencurigakan atau tidak sehingga jejak digital bisa ditelusuri.
Oleh karena itu bila benar ada oknum TNI AL yang menerima pungli maka tinggal minta kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri dan membuktikannya.
"Tinggal buktikan saja, saat ini jejak digital sangat gampang," kata Soleman.
Soleman meminta TNI AL untuk tidak baper (bawa perasaan) karena ritme di laut memang demikians ehingga ketika ada pihak yang tidak suka maka langsung menyampaikan.
Saat ini kebetulan saja TNI AL yang terkena sasarannya. Karena itu tidak ada desain atau setingan untuk mendiskreditkan TNI AL. Apalagi TNI AL juga tidak bisa dibubarkan karena tuduhan miring tersebut.
"Jadi santai saja, nikmati. Asalkan sesuai aturan yang benar. Ibarat pohon yang makin tinggi maka terpaan angin juga makin kencang," kata Soleman menegaskan.
Soleman pun menyebut adanya tuduhan miring tersebut menjadi pembelajaran untuk TNI AL, agar lebih profesional lagi ke depannya.
Dia berharap tuduhan miring itu menjadi pembenahan agar lebih baik lagi. Pembelajaran tersebut tidak hanya untuk TNI AL, tapi juga untuk semua demi kejayaan Indonesia ke depannya.
Sebelumnya, dalam konferensi pers secara daring, Kamis (18/11), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyatakan kabar soal kapal asing yang dimintai uang untuk dibebaskan seperti mengada-ada dan membuat pencitraan penegakan hukum di Indonesia menjadi buruk.
"Ini berita tendensius, bahkan sumbernya juga tidak jelas dan dikutip media nasional. Ini mengganggu kedaulatan laut kita dan membuat pencitraan TNI dan penegakan hukum di Indonesia jadi tidak baik di mata internasional," ujar Hariyadi.
Dia menyatakan pencitraan penegakan hukum yang buruk dapat berimbas kepada iklim bisnis di Indonesia. Kepercayaan dunia bisnis pada penegakan hukum di Indonesia bisa tercoreng, ujungnya bisa merugikan perekonomian Indonesia.
"Ini bisa berimbas kepada citra penegakan hukum kita dan bisa merugikan ekonomi kita juga," ujarnya lagi.
Hariyadi pun berpesan kepada para operator pelayaran dari luar negeri, agar bisa mengikuti aturan hukum internasional maupun nasional yang berlaku di perairan Indonesia. Misalnya saja saat mau bersandar dan membuang jangkar, sebaiknya operator pelayaran melakukannya di tempat yang sudah ditentukan.
"Kalau perlu bersandar atau perlu berhenti sejenak sambil menunggu instruksi kantor pusatnya, gunakanlah wilayah jangkar yang sudah ditentukan dan membayar PNBP. Ini kan ibarat bayar parkir aja," kata Hariyadi.
Hariyadi menegaskan upaya-upaya pemerasan ataupun pungli pun dijamin tidak akan terjadi di Indonesia. Dia mengatakan, salah satu perusahaan pelayaran asal Yunani juga pernah berperkara di laut Indonesia, namun tak pernah ada upaya-upaya pemerasan dilakukan.
"Kami dapat statement dari Lastco Marine Corporation, perusahaan ini berbasis di Yunani. Disebutkan bahwa mereka pernah diinvestigasi dan semua dilakukan sesuai hukum yang ada. Ketika diputuskan tidak ada pelanggaran, dan kemudian mereka dilepaskan tanpa ada pemerasan," kata Hariyadi pula.
"TNI AL kan paling terkenal di antara lembaga lainnya yang ada di laut, jadi gampang dituduhnya," ujar Soleman dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Selasa.
Soleman menuturkan saat ini merupakan zaman yang mudah untuk membuktikan seseorang menerima transaksi yang mencurigakan atau tidak sehingga jejak digital bisa ditelusuri.
Oleh karena itu bila benar ada oknum TNI AL yang menerima pungli maka tinggal minta kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri dan membuktikannya.
"Tinggal buktikan saja, saat ini jejak digital sangat gampang," kata Soleman.
Soleman meminta TNI AL untuk tidak baper (bawa perasaan) karena ritme di laut memang demikians ehingga ketika ada pihak yang tidak suka maka langsung menyampaikan.
Saat ini kebetulan saja TNI AL yang terkena sasarannya. Karena itu tidak ada desain atau setingan untuk mendiskreditkan TNI AL. Apalagi TNI AL juga tidak bisa dibubarkan karena tuduhan miring tersebut.
"Jadi santai saja, nikmati. Asalkan sesuai aturan yang benar. Ibarat pohon yang makin tinggi maka terpaan angin juga makin kencang," kata Soleman menegaskan.
Soleman pun menyebut adanya tuduhan miring tersebut menjadi pembelajaran untuk TNI AL, agar lebih profesional lagi ke depannya.
Dia berharap tuduhan miring itu menjadi pembenahan agar lebih baik lagi. Pembelajaran tersebut tidak hanya untuk TNI AL, tapi juga untuk semua demi kejayaan Indonesia ke depannya.
Sebelumnya, dalam konferensi pers secara daring, Kamis (18/11), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyatakan kabar soal kapal asing yang dimintai uang untuk dibebaskan seperti mengada-ada dan membuat pencitraan penegakan hukum di Indonesia menjadi buruk.
"Ini berita tendensius, bahkan sumbernya juga tidak jelas dan dikutip media nasional. Ini mengganggu kedaulatan laut kita dan membuat pencitraan TNI dan penegakan hukum di Indonesia jadi tidak baik di mata internasional," ujar Hariyadi.
Dia menyatakan pencitraan penegakan hukum yang buruk dapat berimbas kepada iklim bisnis di Indonesia. Kepercayaan dunia bisnis pada penegakan hukum di Indonesia bisa tercoreng, ujungnya bisa merugikan perekonomian Indonesia.
"Ini bisa berimbas kepada citra penegakan hukum kita dan bisa merugikan ekonomi kita juga," ujarnya lagi.
Hariyadi pun berpesan kepada para operator pelayaran dari luar negeri, agar bisa mengikuti aturan hukum internasional maupun nasional yang berlaku di perairan Indonesia. Misalnya saja saat mau bersandar dan membuang jangkar, sebaiknya operator pelayaran melakukannya di tempat yang sudah ditentukan.
"Kalau perlu bersandar atau perlu berhenti sejenak sambil menunggu instruksi kantor pusatnya, gunakanlah wilayah jangkar yang sudah ditentukan dan membayar PNBP. Ini kan ibarat bayar parkir aja," kata Hariyadi.
Hariyadi menegaskan upaya-upaya pemerasan ataupun pungli pun dijamin tidak akan terjadi di Indonesia. Dia mengatakan, salah satu perusahaan pelayaran asal Yunani juga pernah berperkara di laut Indonesia, namun tak pernah ada upaya-upaya pemerasan dilakukan.
"Kami dapat statement dari Lastco Marine Corporation, perusahaan ini berbasis di Yunani. Disebutkan bahwa mereka pernah diinvestigasi dan semua dilakukan sesuai hukum yang ada. Ketika diputuskan tidak ada pelanggaran, dan kemudian mereka dilepaskan tanpa ada pemerasan," kata Hariyadi pula.